Part 20

33 3 0
                                    

Raina PoV

Entah kenapa malam ini aku ingin berkeliling rumah sakit, sejujurnya aku ingin pulang, tapi dokter ganteng itu tidak mengijinkan ku, aku sudah memohon dan menampilkan wajah paling menyedihkan yang ku punya, tapi itu semua gagal, dia hanya tersenyum dan mengusap puncak kepala ku lalu pergi.

Aku juga masih marah pada Tian, apa - apaan, dia mempermalukan ku di depan ibu ku sendiri, jangan salah, aku tidak ada perasaan apapun, aku tidak akan baper dengan perlakuannya, dia itu banyak gaya, Nada masih resmi menjadi kekasihnya tetapi dia masih chattingan dengan Najwa, satu kelas, gila emang tuh curut satu.

"Mau kemana kamu Raina? Ngelamun aja, udah gak bisa jalan masih aja ngelamun ntar kalau nabrak kaki kamu tambah parah, kamu tidak bisa pulang besok dong?"
Ujar seseorang di belakang ku, dia sudah mengambil alih kursi roda ku, lalu mendorong ke arah lobi rumah sakit.

"Eh! dokter ganteng? bentar tadi dokter ganteng bilang pulang besok?"
Tanya ku sambil berusaha menengok ke belakang.

"Iishh lihat ke depan Rain, mau tulang leher kamu patah?"
Aku cemberut, aku tidak suka jika sedang berbicara tidak menatap wajah orang yang diajak bicara, nanti kalau ditinggal jadinya bicara sendiri seperti orang gila, aku sudah berkali - kali seperti itu, siapa lagi kalau bukan Tian orangnya, makanya mulai saat itu kalau ngobrol dengan ku harus berhadapan.

"Aku gak suka kalau ngomong tapi gak lihat wajahnya, aku takut ditinggal"
Kesal ku kepadanya.

"Hahaha, oke sekarang aku udah di depan kamu kan Raina, mau ngomong apa?"
Ucap dokter ganteng itu sambil duduk di depan ku, aku tidak tahu namanya jadi biarlah aku memanggilnya dokter ganteng, dia emang ganteng, hidung mancung, kulit putih, bibir tipis warna pink alami, sempurna.

"Tadi kan dokter ganteng bilang... "

"Raihan, nama ku Raihan, jadi stop panggil dokter ganteng, aku risih Rain"
Sela dokter ganteng itu, eh maksud ku dokter Raihan, namanya mirip ya jangan - jangan kita jodoh, hahaha, kadang pemikiran ku sangat dangkal seperti itu, tapi mungkin juga ya kan?

"Oke dokter ganteng Raihan, jadi besok, aww!"
Aku melotot ke arahnya, dia menyentil dahi ku

"Hanya Raihan Rain, dokter Raihan tidak ada ganteng"
Jelasnya sambil memutar bola matanya, sepertinya dia jengah dengan sikap ku

"Oke Raihan, besok aku boleh pulang!?"
Tanya ku, akhirnya berhasil, pertanyaan satu saja membuat ku pusing, harus bertanya berkali - kali

"Iya, kalau keadaan kamu besok pagi udah stabil kamu boleh pulang, tapi kamu satu minggu sekali harus kembali ke sini untuk lihat perkembangan kaki kamu, oke?"

"Yeyyy! Yuhuu terima kasih dokter ganteng Raihan"
Aku terdiam dari rasa gembira ku, sepertinya aku salah lagi,
"Ops, hehehe, sorry dokter Raihan"
Lanjut ku malu - malu sambil tersenyum kaku

"Hahaha, kamu ini Rain"
Dia tertawa sambil mengacak rambut ku, baru aku ingin protes, tapi dia sudah dipanggil salah satu perawat, katanya sih ada pasien yang membutuhkan dia. Kurang ajar banget kan, dia tadi yang bawa aku kesini, eh sekarang malah di tinggalin, dasar dokter tidak berperikepasienan, untung ganteng.

Aku ingin kembali ke kamar ku namun aku tidak bisa menggerakkan kursi roda ku, kunciannya sulit sekali ditarik, segitu kuatkah dokter tadi?, biasanya aku tidak ada masalah dengan kursi roda ini, apa ini rusak? Tapi tidak mungkin, tadi kan baik - baik saja.
Aku ingin meminta tolong seseorang dan perawat yang sedang berlalu - lalang di lobi tapi aku takut mengganggu mereka, mereka terlihat terburu - buru semua, tampangnya tidak ada yang woles, jadi aku ragu untuk meminta tolong.

"Ini kenapa sih, elah pakek macet, apa harus dikasih oli?"
Gumam ku

"Kenapa sayang?"
Aku langsung melihat ke samping dan berhasil membuat ku melongo. Gila nih pasti, sayang? Jijik dengernya curutttt.

"Apa lo!?"
Seruku kepada pemilik suara tadi. Dia merespon dengan senyuman, hanya senyum lalu duduk di tempat dokter ganteng tadi.

"Sans Raina cantik, aku kan cuma ingin menyapa mu, ada yang salah? Hem?"
Tetap tersenyum, tetapi jika boleh jujur senyumnya mengerikan, aku sampai bergidik melihatnya. Kalau dokter ganteng tadi senyum bisa menenangkan hati, kalau orang ini tersenyum jatuhnya kok ngeri dan membuat takut ya. Hihh.

"Kata - kata lo tolong kondisikan, sayang? Cih"
Lagi, dia tersenyum simpul, mungkin dia malu tertawa lepas karena banyak orang di sini. Tapi sejak kapan Tian punya malu, pikirku. Iya dia Tian, siapa lagi, dia ini mirip jailangkung, datang tak di jemput pulang tak diantar, itu Tian.

"Jangan senyum mulu deh, kalau ganteng sih enak, ini bikin ngeri tahu gak, takutnya ketempelan"
Ujar ku sewot, habis Tian hanya senyum - senyum saja tanpa mau berbicara. Ini lagi kursi roda kenapa jadi nyusahin gini sih.

"Udah hampir jam 9, kenapa kamu masih disini? Gak tidur? Harus banyak istirahat biar bisa pulang cepet, kan kamu tidak terlalu suka rumah sakit, lagian jam segini eksistensi mereka mulai intens, kamu kan masih gak bisa lari, kenapa masih berkeliaran?"
Aku yang mendengar pembicaraan Tian barusan hanya melongo.

"Gak ada remnya ya? Tanya tuh satu - satu curut!"

"Yaudah gih jawab"
Paksa Tian. Emang ya nih orang hidupnya penuh paksaan, cinta aja maksa dia ini.

"Gue lagi pengen jalan - jalan, bosen di kamar mulu, ya gak tidur lah, lo lihat kan gue masih di sini, emang gue gak bisa lari, tapikan gue bisa teriak, lagian muka lo lebih serem dari setan"
Jawab ku sekenanya, aku masih kesel sama dia, catat, masih kesel.

"Kamu kenapa sih gak santai banget, aku ada salah gitu sama kamu?"
Nih anak minta di parut kali ya mukanya, amnesia atau gimana sih, kan tadi siang dia yang udah ngacak - ngacak urat malu ku, emang dasar ya Tian sompret.

"Gue masih kesel sama lo, tadi siang lo udah bikin gue malu di depan ibu, udah gitu lo usir Rino pacar gue, lo tu kenapa sebenernya? Minggirlah gue mau ke kamar"
Hebat, kenapa sekarang kursi roda ini mudah banget buat jalan, kuncinya juga gampang banget di tarik, ini pasti ada yang ngerjain. Biasanya anak kecil yang gak punya baju, kepalanya botak, dan ada taringnya, tapi dari tadi aku tidak melihat keberadaannya, hanya ada banyak wanita dengan luka yang berbeda - beda. Juga laki - laki pucat dengan kaki diseret ketika berjalan yang dari tadi melihat ke arah ku, sepertinya akan menyampaikan sesuatu, tapi aku tidak terlalu menghiraukan. Bukan aku tak tahu atau tak peduli, namun keadaan ku masih seperti ini, kalau dia berbuat macam - macam aku kan gak bisa lari.

"Katanya mau ke kamar, kok malah ngelamun sih? Udah jangan lihatin dia, laki - laki itu memang seperti itu kalau ada wanita cantik, udah sana pergi"
Aku melihat ke arah Tian, kenapa dia jadi sok tahu gini sih, apa jangan - jangan Tian juga hantu? Apa dia bukan Tian yang sebenarnya?.
Aku bergidik ngeri, dan langsung membalik arah kursi roda ku lalu pergi ke kamar. Aku masih bisa mendengar teriakan Tian, walaupun samar.

"Aku Tian Raina, jangan samakan aku dengan mereka, dan lagi, Rino gak pantes buat kamu!"

Aku melajukan kursi roda ku semakin cepat, bukan karena teriakan Tian tadi, tapi karena di lorong ini banyak sekali 'mereka', aku tidak tahan dengan raungan, tangisan, bahkan kepedihan yang mereka ungkapkan melalui suara - suara aneh. Mereka memang ada yang tertawa, tetapi tertawanya itu sangat menyeramkan, jauh dari kata memancarkan kebahagiaan. Hih











Little Grils
Vote + Comment

You are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang