5. Cari Tahu

211 31 32
                                    

        Hasret masuk ke dalam rumah, sementara Sema dan Omer menyusulinya dari belakang. Di dalam, ia melihat Ozgur yang bersandar di ambang pintu kamarnya Omer. Menghela napas, lalu menghampiri ayah angkatnya.

“Maafkan kami.” Hasret tersedu-sedu memandang Ozgur. “Aku, Hasret kecilmu ingin meminta maaf pada Paman.”

Tanpa basa-basi lagi, Ozgur memeluk Hasret. “Putriku ... putriku tersayang.”

“Aku minta maaf pada Paman,” lirih Hasret.

_______

      Suasana mulai membaik. Nisan duduk di sebelah Omer, mengobati wajah pria itu, sementara Hasret duduk di hadapan Sema dan Ozgur, menangis di hadapan mereka semua.

“Katakan, apa yang membuatmu bisa ada di sini?” tanya Sema.

“Dan, bahkan kau tidak meneleponku sebelumnya,” sambung Ozgur, “setelah kau pulang bersama Ibu dan Ayahmu, kau dan mereka sama sekali tidak pernah menghubungi kami lagi, sehingga kami pun lupa dengan wajahmu yang sekarang ini, dan hanya Omer-lah yang memberitahu soalmu karena dia sangat akrab dengan orangtuamu.”

“Apa kau ada masalah dengan orangtuamu, hm?” Sema memegang tangan Hasret.

Hasret menoleh. “Ini masalah besar. Masalah yang tidak akan usai seumur hidupku.”

“Baiklah, baik. Katakan, apa yang terjadi?” tanya Sema.

Hasret terdiam dan tidak menjawab pertanyaan dari Sema, hanya bisa menangis.

“Hasret,” sahut Sema. Ia memegang pipi gadis itu dan menatapnya tulus. “Kau baik-baik saja, kan?”

Masih tidak ada jawaban dari Hasret. Omer sudah tidak tahan lagi melihat Hasret yang selalu menangis, akhirnya dia angkat bicara.

“Orangtuanya sudah meninggal.”

TAR!

Mereka semua terkejut, paling terkejutnya ada pada Sema sendiri. Sebab, Sema adalah mantan tunangannya Sanskar serta sahabatnya Swara. Sema tak menyangka bahwa Swara dan Sanskar telah pergi untuk selamanya dan tak akan pernah kembali lagi. Ditambah lagi dengan penderitaan Swara dan Sanskar yang tidak akan pernah berhenti kala itu, Sema merasa hancur. Gemetar. Sema berpikir Swara dan Sanskar akan bahagia selamanya, tapi nyatanya tidak seperti yang ia pikirkan.

“Apa?” gumam Ozgur memekik.

“Ini tidak mungkin!” Sema menggelengkan kepala di hadapan Hasret, sementara gadis itu hanya menundukkan kepala dan menangis.

“Kakak, jangan bercakap seperti itu.” Nisan menasihati kakaknya yang tengah ia obati.

“Itu benar. Aku melihat kejadian itu saat hendak berangkat ke universitas bersama Hasret,” lirih Omer.

Tangan Sema yang memegang tangan Hasret sebelumnya, kini tangan itu memegang dan membelai lembut pipi gadis itu.

“Katakan, ba—” Belum sempat Sema melanjutkan kata-katanya, Hasret sudah angkat bicara.

“Orangtuaku mati tidak terhomat, Bi. Mereka tewas karena ledakkan bom.” Hasret meluapkan emosi serta kesedihannya pada Keluarga Demir.

DevotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang