(Seaseon 2): Epilog: Kesaksian Iman

134 15 5
                                    

     Professing faith artinya kesaksian iman. Aku sudah menyaksikan pertandingan hidupku ini melalui iman dari hati dan pikiran.

 Aku sudah menyaksikan pertandingan hidupku ini melalui iman dari hati dan pikiran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melalui pertandingan hidup, banyak kesalahan-kesalahan yang pernah kulakukan;

Menjadi teman masa sekolahnya dan membuatku malu saat itu.

Waktu latihan akting di masa SMA-nya, Hasret dan Omer berdiri saling berhadapan di depan kelas. Mereka berdua gugup untuk mendekat. Semua yang mereka lakukan berdasarkan naskah drama yang Poyraz dan teman-teman tulis dengan jahilnya.

Omer gemetar saat memegang tengguk Hasret, tersenyum semringah. “Eren, sampai akhir, aku akan mengingat pertemuanmu dan perpisahanmu. Kalau itu terjadi, aku pasrah akan takdir itu yang harus kuingat sampai akhir.”

Hasret tersenyum lebar, juga memegang pipi pria itu. “Sayangku Robert, kalaupun itu terjadi, masih ada aku. Ini takdir kita. Takdir yang harus menjalani ini, sementara kita yang mengikuti arahnya. Aku akan selalu bahagia akan pertemuan dan perpisahan itu. Sebab, apa pun itu yang terjadi, terbukti kalau kita pernah bersama.”

Perlahan-lahan, Hasret mendekati wajah pria itu. Tersenyum, memejamkan mata. Kemudian, dengan cepatnya ia mencium bibir pria itu.

Cup!

Omer terkejut, membesarkan mata.

Teman-teman yang mengikuti drama pun terkejut melihat Hasret dan Omer berciuman bibir.

Perlahan, Hasret melepaskan ciuman itu, membuka matanya dan menatap mata pria itu. Entah mengapa ia bisa lupa dengan naskah drama itu yang tiba-tiba Poyraz datang menghampiri mereka berdua.

“Hasret, Omer, tidak ada adegan berciuman bibir di naskah drama yang kutulis ini.” Poyraz memberitahu pada Hasret dan Omer.

Pipi Omer memerah. Langsung pergi meninggalkan kelas.

“Apa?” gumam Hasret memekik.

“Kau bisa melihatnya di sini.” Poyraz menyodorkan naskah itu pada Hasret. Hasret pun menerima naskah itu, kemudian membacanya.

“Ta-tapi Seda bilang—” Hasret bingung, salah tingkah.

Poyraz menggelengkan kepala. “Percaya saja Seda yang mengatakannya, dih!”

Hasret pun menjatuhkan naskah itu dan langsung pergi meninggalkan kelas menyusul Omer.

Di luar kelas, Hasret melihat Omer yang sudah duduk di kursi panjang dekat pohon sendirian.

Ia menghampiri dan duduk di samping pria itu.

“Aku harap kau tidak membenci apa yang kulakukan tadi. Maafkan aku, itu tidak sengaja kulakukan.” Hasret dengan ragu menoleh pada Omer.

DevotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang