Epilog

158 20 27
                                    

        Di rumah sakit, Omer setia menemani Hasret. Duduk di hadapan istrinya yang berbaring di atas ranjang sambil mengelus perut sang istri. Mereka saling tersenyum, memandang.

Tak lama kemudian, Anse dan Mevva menghampiri Hasret dan Omer di ruangan rawat inap. Hasret menggerakkan matanya ke arah Anse, dan Omer pun menoleh.

“Ibu? Mevva?” gumam Omer memekik, bangkit dari kursi, kemudian memeluk Anse dan adiknya.

Mereka bertiga berpelukan. Saling mengupas rindu setelah puluhan tahun tidak bertemu. Ini pelukan yang mengharukan.

“Fatih-ku, Fatih ....” lirih Anse dalam tersedu-sedu, membalas pelukan Omer.

“Kakak,” lirih Mevva, memeluk Omer.

Tak lama kemudian, Omer, Mevva dan Anse melepaskan pelukan. Mereka bertiga berdiri di hadapan Hasret.

“Hasret, terima kasih,” ujar Omer, tersenyum haru.

“Tidak, Omer. Kisah kalian sama, aku jadi ingin mempertemukan kalian,“ balas Hasret.

_______

     Beberapa hari kemudian, Hasret dan Omer berjalan-jalan di ujung lautan Bhosporus sambil menikmati udara di malam hari.

“Sekarang Ruya di mana?” tanya Hasret, menoleh ke Omer.

“Kenapa kau bertanya seperti itu?” Omer bertanya balik.

“Aku pikir kau bersamanya,” gerutu Hasret.

“Astaga, mana mungkin.” Omer tersenyum miring, menggelengkan kepala.

“Itu bisa jadi, Omer!” kesal Hasret.

Omer menaiki sebelah alisnya. “Oh, iya? Kau cemburu? Ruya sudah pulang ke rumahnya.”

“Ya, dia pulang ke rumahnya, tapi kalian bertemu besok pagi di universitas. Kalian satu ruangan, kan?”

“Iya, benar.”

“Karenanya, kau ingin berpisah dariku!” Hasret menyilangkan kedua tangan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DevotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang