23. Hasret dan Kaan - Kedekatan

134 22 11
                                    

     Akhirnya sampai di Istanbul.

Mobil Omer berhenti di samping Perusahaan Irmak, tepatnya di balik pagar dedaunan.

Omer melihat suasana di luar perusahaan yang sedang didatangi pegawai perusahaan dan pengawal yang sangat ramai. Terlihat seorang gadis rambut keriting keluar dari perusahaan itu. Omer jadi ingat siapa gadis itu melalui perkataan Ruya, Ayse, dan Alina.

“Aku Ruya Abdullah. Pindahan dari fakultas sosial ke sastra.”

“Kalau kakakku dan tiga orang lainnya terlibat dalam pengeboman itu. Aku tahu Hasret masih hidup, dan mereka pasti akan merencanakan semuanya untuk menghancurkan Putri Laksh.”

“Bahkan dia sahabatku.”

Omer menjadi emosi.

“Ruya Abdullah ...,” gumam Omer yang pandangan matanya mulai menajam pada gadis keriting yang masuk ke dalam mobil.

Mobil yang Ruya tumpangi mulai berjalan. Omer pun langsung mengendarai mobilnya bermaksud untuk mengikuti mobil itu.

______

     Di toko roti, Rubiya keluar dari toko, duduk di kursi sambil memegang sekaligus memijat kepalanya yang pusing karena harus menghadapi pria itu; Yamaz.

Tak lama kemudian, Yamaz datang menghampiri Rubiya.

“Rubiya, aku—” jelas Yamaz yang belum sempat dijelaskan.

“Kau memalukan, Yamaz.” Rubiya memandang sinis berkaca-kaca pada pria itu.

“Ini ulang tahunmu. Aku membuat kue ini alasannya untuk hari ulang tahunmu. Ini merupakan terakhir aku bekerja di sini, membuat kue terakhir di sini, dan kue itu kubuat untukmu karena kau adalah orang yang terakhir kubuatkan kue, Rubiya!” jelas Yamaz dengan nada sedikit tegas.

“Tidak ada gunanya kalau kau membuat kue untukku setelah kau dan istrimu itu menghancurkan hidupku! Kue buatanmu itu tidak ada apa-apanya bagiku!” Rubiya tidak mau kalah.

“Bagimu itu tidak ada apa-apanya, tapi buatku itu sangat berharga. Kue yang terakhir kubuat tidak boleh ada kesalahan walau itu kubuat di pagi hari!”

Rubiya bangkit dari kursi. “Cukup, Yamaz! Cukup! Sudah cukup!”

“Tidak akan pernah cukup bagiku untukmu,” balas Yamaz datar.

“Cukup, tolong!” Rubiya mendekati Yamaz dan menatapnya tajam. “Egois.”

Yamaz terdiam dan hancur ketika gadis yang di depannya menyebutnya dengan sebutan ‘Egois’

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yamaz terdiam dan hancur ketika gadis yang di depannya menyebutnya dengan sebutan ‘Egois’.

“Maaf, aku egois.” Itulah yang diucapkan Yamaz pada Rubiya. “Terima kasih atas kau telah membuatku senang di sini. Terima kasih karena kau membuatku menjadi menyedihkan. Aku tahu kalau aku akan pergi, kepergian itu akan menjadi terakhir kalinya buatku, dan ini juga akan menjadi terakhir kalinya aku melihatmu ada di mataku. Aku pergi, Rubiya. Terima kasih.”

DevotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang