3. Takut

262 29 47
                                    

        Omer turun dari panggung. Ia menghampiri Hasret dan tersenyum padamya. “Apa kau menyukainya, Hasret?”

Yes,” Hasret tersenyum sambil mengangguk cepat, sedangkan Omer langsung memeluk Hasret.

Jantung gadis itu berdegub. Cepat. Ia bahkan tidak bisa berkata apa-apa lagi saat pria itu memeluknya.

Semua orang bertepuk tangan dan menunjukkan ekspresi bahagianya.

Memeluk seseorang adalah hal yang biasa bagi Omer, tapi tidak dengan Hasret. Gadis itu merasakan sesuatu yang lebih berbeda dari sebelumnya, yaitu saat mereka beradu akting di waktu SMA dulu.

“Ayo kita pulang, Hasret.” Omer memegang pundak gadis itu.

“Hm, oke.” Hasret tersenyum dan menatapnya salah tingkah.

Bagaimana pun juga, Omer tetap mengabaikan sikap Hasret yang aneh itu. Tanpa basa-basi lagi, ia merangkul dan membawanya keluar dari bar.

_____

       Di luar, Hasret berjalan mendahului Omer untuk mengambil mobilnya, sementara pria itu membuntuti gadis itu dari belakang sampai ke parkiran.

“Omer, aku akan mengendarai dengan mobilku sendiri.” Hasret masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobilnya.

“Ya ... ya ... ya ....” Omer menyandarkan pundaknya di pintu mobil gadis itu sambil menyilangkan kedua tangan.

“Sekarang hampir pukul dua malam.” Hasret membuka kaca mobil.

“Lalu?” Omer menaiki sebelah alisnya, kemudian tersenyum miring.

“Aku mengikutimu dari belakang.” Hasret memandang Omer dengan muka masamnya. Tampaknya gadis itu mulai emosi.

Omer tertawa sejenak. “Are you afraid, Miss Hasret?”

“Not so, because it's already night!” jawab Hasret.

Suasana hening. Omer masih tersenyum dan terus ingin memandang gadis yang sekarang ini sedang emosi terhadapnya.

“Omer, apa yang kaulihat? Cepat masuklah ke dalam mobilmu itu, lalu jalankan!” ketus Hasret.

Omer merasa malas sebenarnya, ia hanya membulatkan mata, kemudian berjalan ke arah mobil yang diparkirnya lalu masuk ke dalam mobil.

Mobil pria itu pergi mendahului mobil sang gadis, sementara mobil dari sang gadis tersebut mengikuti mobil pria itu dari belakang.

Sementara di posisi Hasret yang sedang mengendarai mobil, ia memasang earphone ke kedua telinganya dan mencoba menghubungi Omer.

Telepon tersambung.

Omer mengangkat telepon itu.

“Ada apa lagi, Nona Hasret, hm?”

“Sepulang kuliah besok, bantu aku mencarikan tempat tinggal,oke?”

“Kau tidak perlu mencari tempat tinggal, Hasret. Lebih baik kau tinggallah bersamaku, Nisan, Nasan, Elif, Ibu Sema, dan Ayah Ozgur. Ah ... ya, lebih menyenangkan bila Kak Yamaz bersama istrinya akan berkunjung ke rumah dalam waktu dekat.”

DevotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang