(Seaseon 2): 10. You're A Sky Full of Stars

99 12 0
                                    

     Toprak menoleh pada Aydin yang tampaknya mematung karena shock melihat ibunya yang sedang duduk berdua bersama ayahnya tepat tak jauh dari depannya.

“Aydin? Kau baik-baik saja?”

Aydin tak peduli dan mulai melangkah menghampiri mereka berdua dengan matanya berkaca-kaca. Ia bahagia karena bisa melihat ibunya yang dulu berpisah dengannya selama sepuluh tahun lamanya. Dia tertawa kecil, airmata menetes.

“Ibu,” gumam Aydin melirih, tetap melangkah dan itu semakin dekat.

Toprak menahan lengan temannya yang membuat temannya itu menoleh padanya.

“Ibumu sudah meninggal, Aydin. Apa kau yakin bahwa itu adalah dia?” tanya Toprak.

Aydin mengangguk yakin. Baginya, itu adalah ibunya, wanita bagaikan langit penuh bintang yang menghiasi hidupnya sewaktu kecil, dan tahu betul itu wajah ibunya walau terlihat berubah sedikit.

“Tolong, Aydin, ikhlaskan kepergian ibumu. Ibumu tidak akan tenang kalau kau seperti ini.” Toprak memegang kedua pundak temannya.

“Dia ibuku. Aku amat yakin kalau itu adalah ibuku, Toprak!” tegas Aydin, bergegas pergi menghampiri Hasret dan Omer di sana.

Sementara Toprak, ia menggeleng heran, lalu kembali melanjutkan langkahnya pergi meninggalkan Aydin sambil membawa hasil ikan tangkapannya.

______

      Aysegul melangkah pelan. Menangis tersedu-sedu lantaran tidak percaya dengan kenyataan yang dikeluarkan dari mulut Bahar kalau dia adalah istrinya. Secepat itukah Omer melupakan istri tuanya? Itulah yang ada di pikiran gadis belia yang berusia 17 tahun ini. Hancur rasanya. Mulai membenarkan apa yang dikatakan kakaknya—Aydin—waktu itu.

“Kita tidak punya Ayah.” Tiba-tiba Aydin berbicara dari belakang.

Aysegul menoleh ke belakang. “Apa maksudmu, Kak?”

Aydin berjalan ke hadapan Aysegul, sementara Aysegul menoleh ke hadapan kakaknya. “Ayah tidak ada, Aysegul! Berhentilah menangis dan jangan terus memikirkan dia! Lupakan!”

“Apa maksud Kakak? Apa salah Ayah sampai Kakak menyuruhku untuk melupakannya? Mengapa, Kak?” tanya Aysegul tersedu-sedu.

“Karena dia tidak peduli lagi dengan kita, Aysegul!”

“Apa buktinya kalau Ayah tidak peduli lagi dengan kita? Bukankah saat itu merekalah yang memisahkan Ayah dari kita, lalu membawa kita ke suatu tempat terpencil bersama Bibi Ceddet? Apa Kakak tidak ingat itu? Bahkan Ayah mungkin memikirkan kita, berusaha mencari kita juga, Kakak.” Aysegul mencoba untuk menjelaskan.

“Memikirkan kita? Mencari kita? Tidak, Aysegul! Aku tahu semuanya!”

Aysegul berpikir ayah telah melukai hatinya. Bukan lagi melukai, tapi telah menggores hingga hancur karena ayahnya telah membohonginya.

Langkahnya sampai di depan kamar rawat inap tempatnya. Memasuki ruangan itu dengan perlahan, dan pecah juga tangisan gadis itu ketika sampai di dalam ruangan itu.

“Ayah,” lirih Aysegul, menjatuhkan diri di hadapan ranjangnya. Menangis tersedu-sedu. “Apa yang Ayah lakukan padaku telah membuatku hancur. Ayah bilang, Ayah akan setia pada kami. Tapi apa nyatanya? Hal itu telah membuatku hancur, Ayah!”

______

     Di sisi lain, Bahar sudah sampai di rumahnya. Ia melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, dia berdiam diri sejenak, berusaha menenangkan dirinya yang emosi saat mengingat perkataan Omer tadi saat di rumah sakit.

DevotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang