Bagian 11

382 51 8
                                    

Di kisah Ming dan juga Kit, mereka terlihat berjalan berdua bersama ditaman hiburan rakyat. Meski mereka terlihat sedikit canggung, tapi Ming tahu apa yang harus ia lakukan untuk menghilangkan rasa kecanggungan itu.

Ia berusaha untuk menarik perhatian Kit yang kala itu Kit hanya bisa tersenyum dan menuruti keingan Ming yang seperti bocah itu.

Kit memang bisa pergi, tetapi ia tetap menjaga jarak dengan Ming lagi karena satu hal yang membuatnya sedikit parno (trauma).

[Kit]
Kau pernah meninggalkanku sekali, dan itu membuatku trauma—membuatku tidak ingin lagi dekat denganmu. Jangan berusaha membuatku kembali tertarik denganmu lagi apalagi untuk jatuh cinta kepadamu, Ming.

Aku tidak akan pernah bisa bilang "tidak" kepadamu. Mengapa? Karena cukup sekali saja kau menghianati hatiku dan rasa sakitnya sampai saat ini masih kurasakan. Kau membagi cerita indahmu denganku, dan itu tidak akan pernah bisa ku lupakan.

Aku seperti ini padamu karena, aku ingin dekat denganmu lagi. Meski dekat tanpa cinta, setidaknya aku bisa dekat denganmu untuk beberapa saat—sebelum akhirnya aku yang harus menyakiti hatimu.

Tapi aku pun bingung. Bilang "iya" saja kepadamu, aku takut jika aku justru terjatuh padamu lagi nanti. Dan aku harus bilang apa?

"Kit, belilah sesuatu. Aku yang akan mentraktirmu." Seru Ming ketika ia sampai disebuah wisata kuliner tradisional.

"Tidak." Jawabku sembari menggelengkan kepala.

"Tidak apa-apa. Aku yang akan membelikanmu."

"Bagaimana jika kau belikan aku satu hati untuk selamanya kepadaku?"

Aku tidak ingin membuatmu menyukaiku lagi, setidaknya ... ku lakukan semua itu hanya ingin untuk membahagiakanmu. Dan aku tidak bermaksud menghianatimu seperti yang kau lakukan kepadaku, tapi ku lakukan ini agar aku bisa membuatmu bahagia Ming.

"Bagaimana jika hatiku saja?" Jawab Ming yang cukup lama terdiam malu.

"Ah, tidak. Hatimu sudah terjamah oleh wanita-wanita lain." Jawabku yang lantas pergi dari sana.

"Hei, aku belum beli apapun." Teriak Ming agar aku kembali lagi.
"Hei ..." Ia menyusulku "Bagaimana bisa kau berkata seperti itu ..."

***

[Forth]
Didalam bis kita saling berdiam diri meski kita duduk berdekatan, karena kami sudah dibatasi oleh dinding tebal yang sulit ku tembus untuk mendapatkannya lagi.

"Sudah berapa lama kau mengikuti ajang balap kuda?" Tanyanya Beam yang sedikit canggung.

"Hah?" Aku bingung karena Beam mulai berbicara dengannya lagi "Oh, aku sudah 3 tahun ini. Aku juga mendapatkan beberapa piala lokal dan nasional."

"Ngomong-ngomong, apa kau tidak takut dengan si juara bertahan itu?" Beam mulai menenok kepadaku

"Tentu saja tidak. Forth, tidak akan pernah takut apapun." Seruku.

"Um, kau benar." Beam mengiyakanku.

Kami sejenak terdiam lagi karena taknada topik pembicaraan.

"Kau sudah berapa lama mengikuti ajang ini?" Tanyaku.

"Sejak aku putus denganmu." Ia menjawabnya seperti itu dan mungkin saja ia bisa sedikit menerima masa lalu kita.

"Setelag aku putus denganmu, aku berusaha mencari penghibur diriku sendiri. Dan ku temukan kuda ini. Aku belajar sedikit demi sedikit mengenai berkuda, dan mengikuti beberapa pertandingan kuda antar kota dan negara. Sama seperti dirimu mungkin." Ujar Beam menjawabku.

More Than WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang