#1

93 13 0
                                    

"Kak Alvin diluar hujan, ya?"

"Iya nih, kamu ikut kakak aja ya, nanti pulangnya aku jemput. Kebetulan hari ini aku kuliahnya sampai siang." Alvin menjawab tanpa menengok kearah adiknya sambil mengecek timeline Instagram miliknya. Tak menjawab ucapan kakaknya, ia meraih ranselnya dan bergabung ke meja makan bersama papa dan mamanya.

"Hujannya awet, Sya. Bawa payung, ya?" Pinta Anita sambil menyimpan selembar roti dengan sedikit selai nanas di kotak bekal milik Annasya. Annasya mengancungkan jempol sambil melahap habis selembar roti yang sudah terlipat dipiringnya.

Setiap pagi, Pak Dika dan Ibu Anita mewajibkan kedua anaknya untuk selalu sarapan sebelum melakukan aktifitas diluar rumah ataupun didalam rumah. Demi menjaga kesehatan putra-putrinya yang semakin hari beranjak dewasa, terlebih Alvin-Anak tertua-harus dengan sigap menjaga adik satu-satunya, sedangkan Annasya yang memiliki penyakit Maag akut diharuskan untuk tidak mengosongkan lambungnya.

Selesai sarapan, Annasya menggendong tas ranselnya lalu mencium punggung tangan Mama dan Papanya. Bersamaan dengan Alvin yang juga terlihat buru-buru ke kampus karena ada jadwal kuliahnya yang dadakan. Disusul dengan Pak Dika mencium kening istrinya, berpamitan menuju kantornya juga.

***

Perjalanan dari rumah ke sekolah Annasya sedikit renggang. dikarenakan hujan sedikit menghalangi aktifitas para pekerja dan siswa bagi pengendara roda dua. Seharusnya matahari pagi saat itu mulai meninggi, tapi sepertinya hujan masih ingin berlama-lama membumi.

Pandangan Annasya terfokus keluar jendela, sesekali ia menghapus embun yang menempel didalam mobil sambil menikmati butiran air yang jatuh pada kaca luar mobil. Alvin yang sangat tahu kebiasaan adiknya yang begitu menyukai hujan, enggan untuk menegur kala ia sedang serius memandangi rintik hujan. Bila adiknya itu terdiam dan termenung menatap hujan, berarti ia tengah memikirkan sebuah kata yang pastinya mampu dirangkainya menjadi sebuah kalimat yang sesekali akan ia share ke sosial media.

Sementara menikmati butiran rintik hujan, tiba-tiba mobil Alvin berhenti tepat didepan pintu gerbang. Annasya berbalik mengambil ranselnya di jok belakang, tidak lupa mencium punggung tangan Alvin dan keluar dengan payung yang diberi oleh Mamanya sebelum berangkat.

Meski hujan tak deras itu, tapi senyum Pak Tarno-penjaga sekolah-tetap terlukis indah di wajahnya, apalagi tanpa sengaja ia melihat salah satu murid tengah mencium punggung tangan saudaranya di balik kaca mobil yang transparan itu. Annasya yang mendapati Pak Tarno tersenyum ceria padanya, ia pun membalasnya seraya berjalan menghindari genangan air di lapangan.

"Annasyaaa." Teriak sosok wanita yang tak jauh dari tempat Annasya berdiri.

Teriakan itu membuat Annasya membalikkan badannya ke arah berlawanan dan mencari-cari pemilik suara tersebut. Seketika ia tersenyum, saat mengetahui pemilik suara itu adalah Sally, sahabatnya. Dan Sally berjalan mendekatinya.

"Kamu kesini naik apa? Naik motor?"

"Gak Sal. Diantar sama Kak Alvin. Katanya, dia kuliahnya sampai siang. Jadi sekalian jemput kalo pulang nanti." Jawabnya sambil menutup payungnya dan menaiki anak tangga ke ruang kelas XI Ipa 2.

***

Sembari menunggu guru yang akan masuk mengajar. sesekali ia menatap ke luar jendela. Dan sepertinya hujan terlalu awet di pagi hari itu, sehingga membuat teman-teman sekelas bermalas-malasan untuk melakukan aktifitasnya. Tangan Annasya membuka ritsleting tas ransel abu-abunya lalu ia mengambil salah satu buku biologi yang kemungkinan gurunya akan mengajar di kelasnya.

Tiba-tiba sosok lelaki berpakaian rapi, berparas khas orang Bandung, memakai kacamata, dan tahi lalat kecil di bawah mata kirinya memukul pelan tapi cepat pada papan tulis menggunakan penghapus, berusaha mengalihkan perhatian teman-teman di ruangan.

"Good Morning everybody, just information yah, berhubung Pak Daniel sedang berhalangan hadir dan punya kesibukan yang tidak bisa beliau tinggalkan, jadi hari ini beliau tidak masuk." Seru Nando-Ketua Kelas XI Ipa 2. Seketika teman sekelasnya bersorak begitu keras.

"Eits... Jangan seneng dulu. Pak Daniel memang tidak sempat hadir hari ini, tapi dia menitipkan tugas pada kita, untuk mengerjakan soal latihan di halaman 39, dan dikumpulkan ke meja Pak Daniel sampai waktu pelajarannya selesai. " Sambungnya.

Sorakan yang tadinya sangat nyaring, perlahan terhenti bersamaan dengan hembusan napas berat mereka. Beberapa keluhan membuat Nando menaikkan kedua bahunya namun ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Sebab, seperti itulah pesan dari Pak Daniel. Melihat wajah teman-temannya yang tak bersemangat itu membuat dua gadis di pojok kiri meja kedua dari depan tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Bagaimana tidak, baru saja mendengar sorakan kegirangan teman-temannya, lalu tiba-tiba berhenti. Dengan malas, mereka membuka buku masing-masing dan mulai mengerjakan tugas dari Pak Daniel.

"Ke perpus yuk ngerjain tugas ini, sekalian cari referensi." Ajak Sally sambil merapikan buku di atas meja dan tidak lupa mengambil ponsel dari dalam tasnya. Dibarengi dengan anggukan Annasya. Tidak hanya mereka berdua, tapi ada beberapa teman sekelasnya juga yang ikut bersamanya ke perpustakaan.

***

Sejak keluar dari ruang kelas ke perpustakaan, ada beberapa pasang atau lebih siswa yang sepertinya tengah berbisik-bisik dan sesekali mereka menoleh ke Annasya dan Sally.

"Kamu gak denger omongan mereka tadi, Sya?" Tanya Sally seraya memilah buku yang ada di rak khusus biologi.

"Apaan sih, Sal? Yang bilang aku ini sombong, cuek dan sok-sok an gitu?" Jawab Annasya.

Sally mengangguk, "kamu gak risih?" Tanyanya lagi.

"Ngapain rishi, sih. Aku tuh udah bilang, aku udah biasa. Toh, juga mereka gak kenal aku, pun sebaliknya. So, ngapain ladenin mereka. Dia juga gak pernah ngasih aku uang jajan, kan?" Timpal Annasya yang sedikit berbisik.

Awalnya mereka berdua diam sambil memandangi satu sama lain, hingga tak sadar bahwa tawa mereka berhasil di dengar oleh penjaga perpustakaan dan pada saat itu juga, mengancungkan jari telunjuk di depan kedua bibirnya. Artinya mereka diharapkan untuk tetap tenang. Seperti kucing yang sudah disiram air, mereka terkejut dan kembali diam menunduk.

Mata Annasya tak berhenti mencari kursi yang cocok untuk mengerjakan tugas, dan berhasil ia menemukan bangku dan meja kosong paling sudut ruang perpustakaan. Annasya menarik lengan Sally mengarah ke bangku tersebut. Seiring berjalannya ke meja sudut ruang perpustakaan, berpuluh pasang mata melirik mereka berdua. Sally hanya bisa menunduk dengan buku dipelukannya, sementara Annasya berjalan bagai seorang putri tanpa menghiraukan tatapan aneh orang-orang yang tengah meliriknya.

Dengan perawakan yang terlihat sombong dan di tambah sikapnya yang cuek pada orang sekitar, membuat teman-teman seangkatannya sering mengurungkan niat untuk menyapa Annasya Kalimat tentang keburukan dirinya, sering kali ia dengar langsung dari orang-orang yang berjalan melewatinya atau mendengar dari Sally. Namun, ia sama sekali tak peduli omongan mereka, sekalipun dijuluki sebagai gadis sombong oleh beberapa adik dan kakak kelasnya.

Begitupun dengan Sally. Ia tak pernah mengomentari sikap Annasya, yang sedari dulu ia tahu dengan wataknya. Jika memang perkataan teman-temannya itu benar, bahwa Annasya adalah gadis yang sombong dan hanya ingin berteman dengan yang sepadan dengannya, mana mungkin ia bisa bersahabat hingga saat itu. Tapi ia mengingat kembali dengan jelas, bagaimana awal pertemanan mereka, yang sememangnya tak pernah sedikitpun menyinggung soal harta dan tahta.

Hanya saja, sahabatnya ini tidak pernah menaruh kepercayaannya pada orang baru di kehidupanya, karena rasa takut yang ia miliki, terlalu besar. Ia sangat takut, apabila ia sekali mengenal orang baru dan mempercayainya, nanti ia akan ditinggal pergi. Sama seperti teman lamanya itu. Yang pergi tanpa meninggalkan kata perpisahan.

***

Jangan lupa Vote dan Comment yahhhhhh :*

He Is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang