16

34 3 1
                                    


"Sya, cepat turun"

"Cepat bantuin mama cabutin bulu ayam"

Suara siapa lagi yang paling nyaring di rumah, kalau bukan suara Mamanya. Yang sejak pagi buta, ia sudah sibuk di areanya, bagian dapur. Ia menyiapkan beberapa bahan makanan yang tak biasa disajikan olehnya setiap hari. Ia membeli dua ekor ayam dan beberapa sayuran lainnya sebagai pelengkap.

Hari menjelang siang, Annasya mendekati Mamanya yang masih bergelut dengan pisau juga daun seledri. Dengan gayanya yang bagaikan koki handal dalam dunianya, menjadi daya tarik sendiri bagi Annasya. Mamanya begitu ahli dalam memasak, hal sekecil dan seminim apapun bahan makanan yang ada di dalam kulkas, mampu ia sulap menjadi sutu makanan yang super enak. Tapi, tidak bagi Annasya. Ia hanya bisa memasak mi instan dan memasak nasi yang hanya disimpan ke dalam rice cooker.

"Ma, masak banyak kaya gini, dalam rangka apa?" Annasya berdiri mengambil sepotong pudding coklat di piringnya.

"Tolong cuciin tomat, Sya" dengan cepat Annasya mengambil tomat dan mencuci di bawah aliran air dari kran. "Sebentar jangan kemana-mana" sambungnya.

Setelah ia yakin bahwa tomat-tomat sudah bersih dari kuman, ia menyimpannya ke dalam wadah sedang. "Emang siapa yang mau datang? Oma?"

"Bundanya si Didi. Kamu masih ingat kan?"

Hah, Kak Di mau datang? Eh maksudnya, Bundanya.

"Oh ingat kok" jawabnya sambil berlalu meninggalkan Mamanya.

"Mau kemana kamu? Belum selesai, Sya"

"Mandi, Ma. Masa ke pasar sih?"

Tak menghiraukan lagi teriakan Mamanya di sudut dapur, ia tetap menaiki tangga melengkung menuju ke kamarnya. Sesampainya di kamar, ia membuka pintu lemarinya dan menarik selembar foto yang terselip di bagian tumpukan baju.

Kamu apa kabar, Di?

***

Setelah salat zuhur, Aisyah-Bunda Ardi- sudah selesai berdandan dan sedang duduk santai di sofa ruang tamu bersama Alea dan Amita. Sementara Ardi masih memilah pakaian yang akan ia pakai ke rumah Annasya. Saat mendengar Bundanya akan mengunjungi rumah Annasya, seketika ia meminta izin ke Ayahnya untuk menemani Bundanya. Namun, Ayah dan Bundanya tahu, bahwa keinginannya itu bukan hanya menemani Bundanya, melainkan ingin bertemu dengan Annasya.

Pilihannya jatuh pada pakaian semi formal, terlihat rapi tapi santai untuk sosok sepertinya. Ditambah dengan sneaker putih menambah poin penampilannya hari itu.

Melihat penampilannya di depan cermin lemari, ia merasa penampilannya sudah di atas rata-rata dari Dika dan Aryo. Lalu terlintas barisan gigi putihnya dengan sebuah senyum terlukis indah di wajahnya.

Annasya, wait me

"Kak, cepetan"

Suara Alea memecahkan lamunannya yang masih berdiri di depan cermin, ia mengambil handphone dan kunci mobil di atas nakas dan keluar dari kamarnya bersama Adiknya yang sedang berdiri di pintu.

"Ceileh Kak Ardi, rapinya Masya Allah"

Ardi terkekeh malu, sementara Bundanya beranjak dari sofa dan keluar menuju mobilnya. "Kita mau ketemu Ibu Anita, bukan anak perempuannya"

Ucapan Bundanya berhasil mengubah raut wajahnya. Alea dan Amita menutup mulut menahan tawa mereka dengan kedua tangannya sambil mengikuti Bundanya berjalan keluar. Dan di susul dengan Ardi di belakangnya.

"Alamatnya dimana, Bun?"

"Ini" Aisyah menyodorkan ponsel ke anak sulungnya. Ardi mengerutkan dahi, seperti dugaannya rumah Annasya tak jauh dari rumahnya. Sebab ia melihat arah pulang Annasya yang kebetulan mengantarnya pulang ke rumah saat kecelakaan waktu itu, dan sepeda motornya malah berbalik ke arah berlawanan pintu gerbang komplek perumahannya.

He Is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang