#5

46 9 6
                                    


Tok.. tok..tok...!!!

"Dek, ayo makan. Daritadi dipanggil Papa." Seru Alvin seraya membuka pintu kamar adiknya.

"Okay, brother. Wait me." Annasya menyimpan buku bacaan di atas bantal lalu meloncat dari kasurnya dan segera menggandeng lengan kakaknya.

"Bahagia banget, punya pacar ya?"

"Ihh... apa sih kak. Aku masih istiqomah yah nurutin kata Mama Papa, gak boleh pacaran. Dosa." Jawabnya sambil memanyunkan bibir.

Akibat usilan Alvin, wajah cemberut masih menempel saat mendekati meja makan. Dika dan Anita bersamaan melihat putrinya, tidak langsung bertanya, melainkan menatap tanya pada anak laki-lakinya yang mengikuti adiknya dari belakang.

"Istiqomah yah Nak. Jangan lupa pakai kerudung, jika mau menolong Papa." Ucap Dika seraya menyilangkan sendok dan garpu lalu memandang putrinya yang sedang menikmati makanannya.

Ucapan Dika membuat Annasya berhenti dari makannya, bergantian menoleh pada Mama dan Kakaknya. Ia menyadari akan kewajibannya sebagai muslimah yang sudah Baliq, agar lebih menjaga diri dengan menutup aurat yang sudah di syariatkan oleh Agama.

Lalu, pandangannya mengarah pada punggung Papanya yang sudah tak begitu muda dengan sedikit uban menghiasi rambut pendeknya dengan lebat. seketika itu juga, hatinya mulai tergerak dari sekian lama baru ia menyadari betul akan permintaan Papanya untuk segera mengenakan hijab bila hendak keluar dari rumah.

Permintaan Papanya itu sudah setahun yang lalu, saat ia memasuki Sekolah Menengah Atas. Tapi, ia mengabaikannya dengan alasan akan merasakan gerah yang berlebih jika ia harus menutupi kepalanya. Ditambah rambutnya yang tumbuh dengan lebat, sangat di sayangkan jika rambutnya rusak karena tertutupi oleh matahari sehat di pagi hari.

Setelah menghabiskan makanannya, ia membersihkan meja makan dan membantu Mamanya untuk menyusun piring yang sudah dibilas ke atas rak piring di sudut dapur. Lalu, ia mencari sosok Papanya di ruang tengah sambil mengeringkan kedua tangannya pada lap kering yang tergantung di samping kulkas. Langkahnya sedikit cepat ke arah Papanya yang sedang duduk santai di sofa, ditemani secangkir teh hangat di atas meja dan menghamburkan dirinya di pelukan Papanya itu.

"Pa, emang Annasya bisa betah gak yah kalo pakai kerudung ke sekolah? Emang harus ya? Gak bisa entar-entar aja deh pas kuliah?" Tanya Annasya memeluk erat tubuh lelaki yang sudah tidak muda itu.

"Iya dong, Nak. Kewajiban seorang anak perempuan itu yah menutup auratnya dengan menggunakan kerudung. Dan juga, bila seorang anak selangkah keluar rumah tanpa mengenakan kerudungnya, selangkah juga Papanya menuju ke Neraka." Dika mengusap puncak kepala putrinya.

"Kenapa? Karena sudah tugas Papa untuk melindungi keluarga kita ini dari siksa api Neraka. Kamu paham kan?" Ia menatap layar TV di hadapannya sambil menunggu jawaban Annasya. "Papa gak minta kamu cepet-cepat sih pakenya, tapi kalo bisa disegerakan, ya." Dika tetap menjelaskan keutamaan seorang anak perempuan dalam mengenakan kerudung pada putrinya.

***

Keesokan harinya...

Mata pelajaran pertama telah selesai, kali ini lebih cepat dari biasanya. Beberapa siswa menuju Kantin, ada juga yang lebih menghabiskan waktunya di teras kelas dengan teman-teman dari kelas lain, dan masih banyak aktifitas lainnya yang sering dilakukan di Sekolah. Tapi tidak semua murid melakukannya, sebagian menghabiskan jam istirahatnya di perpustakaan.

"Mau ke Perpus gak, Sal?"

"Boleh deh. Tapi kamu gak lapar kan?"

"Gak kok, tenang aja. Lambung masih seperempat kok isinya." Annasya tertawa sambil memegang perutnya. Ia mengambil ponselnya yang berada dalam tas lalu berjalan ke perpustakaan.

Perpustakaan tetap menjadi tempat favorit, karena tempatnya begitu nyaman dan sedikit jauh dari ruangan kelas. Yang pastinya demi menjaga ketenangan para pengunjung di dalam ruangan.

Rak coklat berisi buku-buku yang hampir usang tertata rapi di Perpustakaan. Berbagai macam warna yang sesuai dengan bidangnya pun sangat cantik di tempatnya. Mata Annasya tak berhenti mencari-cari buku yang pernah ia baca minggu lalu, sambil menerka-nerka bahwa buku yang ia cari ada di rak ketiga dari sudut ruang perpustakaan.

Sedikit mengeduskan nafas karena kelelahan mencari, ia menjinjitkan kedua kakinya mencari judul buku tersebut di barisan paling atas. Setelah yakin dengan buku yang ia lihat, ia tetap berusaha meraih buku tebal bersampul coklat berhias sepasang sepatu usang berjudul "Tentang Kamu" dari Tere Liye. Tiba-tiba ia terkejut, buku yang ia cari telah berada di tangan kanan seseorang. Pandangannya terhenti dan menoleh pada pemilik lengan panjang yang mendahuluinya itu.

"Kamu mau baca buku ini?"

Ternyata pemilik lengan berkulit putih itu adalah sosok yang pernah ia temui di toko buku untuk pertama kalinya. Dan pertemuan kedua, di tepi lapangan yang kala itu berbicara dengan sedikit nada tinggi karena ketidaksengajaan temannya melempar bola terlalu jauh sehingga menghantam bahunya. Dan hari ini, ia kembali bertemu dan dapat dipastikan akan mengacaukan moodnya.

"Kamu bisu, ya? Tiap aku tanya gak pernah di jawab. Kenalin, namaku Ardi." Ardi menyodorkan tangannya berniat bersalaman tapi sayangnya, Annasya tidak meraihnya.

Annasya tak menghiraukan omongan laki-laki yang sudah mengulurkan tangan padanya. Malah kini, pikirannya berputar-putar, dan menyalahkan dirinya untuk pergi ke Perpustakaan pada jam istirahat pertama.

Dengan modal muka datar, ia berjalan melewati sosok menyebalkan itu dihadapannya, kedua bola matanya mencari keberadaan Sally. Lagi, langkahnya terhenti, lengan kirinya diraih oleh Kakak kelasnya itu, tapi ia berusaha keras untuk terlepas dari pegangannya.

"Kamu maunya apa sih?" Tanya Annasya

"Aku mau kenalan, Annasya." Jawab Ardi sambil tersenyum.

"Loh? Kamu bahkan sudah tau namaku. Jadi apalagi? Soal temanmu itu? Gak apa-apa, kok. Terus?" Jawabnya panjang lebar sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Ardi dari lengannya.

"Biasa aja dong. Gak takut apa sama kakak kelas?" Tanya Ardi sambil terkekeh, "eh... hari minggu kamu Free, gak? Ke Toko Buku yuk"

"Sibuk" jawabnya singkat dan benar-benar pergi dari hadapan manusia setengah waras itu, dan beruntung ia mendapati Sally yang sedang mencarinya juga. Sally kebingungan akan tingkah Annasya, yang tiba-tiba saja meninggalkan Kakak Kelas yang ia kagumi sejak pertama kali masuk di Sekolah itu.

***

Suara bel panjang berbunyi.

Semua murid bergegas merapikan peralatan belajarnya ke dalam tas dan berbondong-bondong keluar dari ruangan kelas.

"Sejak kapan kamu kenal sama Kak Ardi?" Tiba-tiba Sally bertanya pada Annasya. Rasa penasarannya sudah menggunung.

"Hmm... Gak kenal tuh. Cuma ketemu gitu pas aku mau ngambil buku tapi dia ngambil duluan." Jawab Annasya singkat.

"Yuk balik, mau aku antar?"

Sally hanya tersenyuman. Ia meraih ranselnya dan mengikuti langkah sahabatnya keluar dari ruang kelas menuju ke Parkiran.

***


Masih tahap revisi...

Jadi tunggu ya Part selanjutnya... 

Author masih pusing urus skripsi hehe..

He Is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang