Setelah Aisyah dan juga anak-anaknya berlalu dari pekarangan rumahnya, Annasya mengikuti Alvin kembali ke dalam rumah. Annasya berjalan santai namun raut wajahnya tertangkap basah oleh Kakaknya yang sudah duduk di sofa ruang tamu.
"Mukanya di kontrol" ucap Alvin yang sedang bersantai ria di sofa panjang.
Tiba-tiba langkah Annasya terhenti, kepalanya mengarah ke kakaknya. Tapi ia malah membalasnya dengan tersenyum dan melanjutkan langkah dengan riang ke kamarnya.
***
Setelah pertemuannya dengan Ardi siang itu, Ardi tak henti-hentinya tersenyum. Bahkan di dalam kamar mandi pun, ia bersenandung di bawah shower. Setelah mengeringkan rambutnya, Ardi berjalan menuju nakas dan duduk di depannya. Ia mengambil ponselnya yang masih tersambung kabel chargeran.
Seandainya tahu begini, mungkin aku udah negur duluan, Sya.
Dengan lincah, jempolnya memindahkan gambar di foldernya menggeser. Tak banyak, namun ada beberapa poto candid Annasya yang sengaja ia abadikan dalam ponselnya.
Pandangannya tetap tertuju pada satu gambar yang sampai detik ini mampu membuatnya tersenyum sendiri. Dengan seragam putih abu-abu, rambut yang di gulung ke atas bagaikan konde, dan sebotol minuman di genggamannya tengah duduk bersandar di bangku panjang halte dekat sekolah.
Ia sangat menyukai dandanan Annasya yang seperti itu. Namun, ia sangat tak suka bila orang lain memuji selain dirinya. Annasya memang tak secantik Selin, tapi ia memiliki nilai lebih saat Ardi memandangnya.
Anehnya, Ardi merasa Annasya tak pernah melihat keberadaannya yang selama ini selalu di dekatnya. Awal mula bertemu di kala pagi itu ia menjadi ketua osis, dan otomatis dialah yang berpegang teguh dalam mengospek siswa baru di sekolahnya. Ardi selalu mencuri-curi pandang pada Annasya, namun di abaikan.
Saat murid perempuan rela mengantri panjang pada dirinya, rela mengirimkan surat cinta padanya, bahkan mengungkapkan langsung padanya pun tak dihiraukan oleh Annasya. Sikap Annasya yang seperti ini membuatnya menjadi kagum. Bahwa ia tak pernah melanggar sebuah janji yang mereka buat sejak dulu. Mungkin hanya sebuah janji anak-anak di bawah umur, namun, bagi Ardi, itu sebuah janji yang harus di tepati sampai dewasa nanti.
***
Kicauan burung berkicau dengan merdunya di ujung ranting. Mentari mulai memancarkan sinarnya. Annasya masih di tempat tidur dengan gaya malas memeluk guling. Sehabis salat subuh, ia melanjutkan tidurnya.
tubuh yang masih terbaring di tempat tidur, dengan rambut yang masih berantakan, tengah berusaha mengumpulkan nyawanya yang masih menari dalam dunia mimpi. Ia meraih ponselnya yang di atas nakas samping tempat tidur, dan melihat beberapa notif yang sudah mengantri ingin segera di baca.
Sebuah nama Penguntit, menjadi nama paling teratas. Dengan cepat, Annasya bangun terduduk menatap layar ponselnya dan membuka pesan dari Ardi.
From : Penguntit
Selamat pagi?
Sya?
Belum Bangun?
Hari libur mau kemana? Kamu nyuci baju ya?
Syaaaaaa
Annasya?
Annasya tertawa lepas. Entah sejak kapan kakak kelasnya ini sebegitu alaynya mengirim pesan. Annasya memang selama ini tak menunjukkan pada siapapun tentang dirinya yang diam-diam menilai Ardi. Ia tak perlu bersusah payah untuk mencari informasi tentang kakak kelasnya itu di sumber terpercaya, Dika ataupun Aryo. Sebab, ia sudah mempunyai sumber informasi yang selalu up to date, siapa lagi kalau bukan Sally, sahabatnya.
Bukan tak memperhatikan, Annasya tak begitu suka jika orang lain memerhatikannya, apalagi tatapan matanya tepat tertuju pada dirinya. Ia tak suka. Soal kakak kelasnya, Ardi yang diam-diam selalu mencuri pandang? Jelas, ia sangat tahu. Tapi, ia sengaja mengabaikannya. Bagi dirinya, hal seperti itu sangatlah lumrah. Banyak yang seperti itu padanya, bahkan murid perempuan lain pun menatapnya sinis atau mungkin ada maksud lain.
Perasaan Annasya? Ia masih tak mengerti tentang dirinya. Ia masih punya janji yang harus ia tepati. Ia harus tetap terjaga meski telah berpisah. Ia paham akan risiko yang ia dapatkan setelah bertahun-tahun menunggu, sebuah harapan tanpa kepastian.
Maka dari itu, ia tak pernah mengingat hal-hal yang membuatnya tertuju pada sosok pembuat janji. Namun, setelah sekian lama mengurung hati untuk tidak menjatuhkan hati, ia merasa, kunci hati belum dikembalikan oleh si pemilik gembok hatinya.
Kembali pada sebuah kenyataan yang tak ia sangka akan mengubah dirinya. Mengubah sikap sosok perempuan yang terlihat sombong menjadi perempuan yang banyak tanya dan pastinya sangat tak ingin di buat penasaran.
Selepas pertemuannya dengan Ardi siang itu, ia sebenarnya sangat bahagia sekaligus takut. Takut di tinggal pergi tanpa ada sebuah kata perpisahan. Tak mengapa baginya untuk ditinggal pergi, asal ada kata 'pamit' di akhir hubungan. Agar ia tak menyimpan rasa yang akan menjelma sebagai rindu yang tak ia ketahui kapan akan bersua.
Terlebih Ardi sebagai mantan ketua osis yang punya fans hampir 80% murid perempuan sangat antusias pada dirinya. Yang membuat dirinya menjadi sadar sesadar-sadarnya, untuk tetap bersikap tenang untuk tidak mengubah rasa tertarik yang ia rasakan menjadi rasa kagum yang menonjol, seperti yang lainnya. Untuk mengakuinya saja, ia harus berpikir seribu kali. Sebab, ada banyak hati yang harus ia jaga, termasuk sahabatnya.
To : Penguntit
Iya. Pagi juga, Di.
Gak tahu, dilihat ntar aja. Mungkin dirumah, atau ke taman kompleks.
***
Dengan rambut terurai, kaos oblong lengan panjang dengan jeans longgar di tambah dengan tas di bahu kanan, siap untuk menikmati sore hari itu. Annasya menuruni anak tangga dan berjalan ke arah dapur. Ia mengisi botol minumannya dan menyimpannya ke dalam tas.
Alvin yang tengah bersantai ria di depan tv bersama Papa dan Mamanya menoleh ke arah kulkas yang baru saja tertutup.
"Mau kemana? Ketemu Didi ya?" Alvin tersenyum usil.
"Ke Taman kompleks. Siapa yang bilang? Orang akunya sendirian" jawabnya sambil membuka lemari sepatu dan mengambil sneaker putih bergaris.
"Ya kali ketemunya di Taman lalu jadian deh"
Annasya membalikkan badan dan menatap tajam pada kakaknya.
"Gak gitu juga kali, Sya. Becanda doang kok" Alvin tertawa puas sudah mengusili Annasya.
Tak berapa lama, Annasya sudah selesai mengikat tali sepatunya dan mencium punggung tangan Kedua orang tua dan juga kakaknya. Meski mereka berdua selalu saling mengusili, Annasya tetap hormat pada kakaknya. Dan itulah yang membuat Alvin sepuasnya juga untuk mengerjai adiknya, sebab ia tahu, bahwa Annasya tak akan berani untuk melawan.
***
Okay, sampai disini ada pertanyaan soal Ardi dan Annasya?
Gak ada ya? :D
Part kali ini sengaja di buat pendek, supaya apa ya?
Pokoknya sengaja deh. Hehe
See You Next Time and Happy Reading ^^
![](https://img.wattpad.com/cover/157340622-288-k374428.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Mine
Teen Fiction[MAAF. Beberapa part sudah di unpublish. Banyak revisi cerita.] Seorang gadis remaja ini, bernama Annasya. Memiliki seorang sahabat yang pintar, bernama Sally. Sejak perjumpaannya saat itu, menjadikan mereka lebih dekat dan menjadi akrab. Namun, di...