Jarum panjang pada jam dinding di atas nakas Annasya menunjukkan pukul 9 malam. Sesekali ia mengecek layar ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Pesan masuk berbagai macam isinya beruntun di dalam aplikasi hijau berbentuk telepon. Seperti permintaan Ardi yang menginginkan dirinya untuk membalas pesan darinya, sehingga mau tak mau secara tidak sengaja pun Annasya menunggunya.
Annasya kembali menaruh ponelnya di bawah bantal dan beranjak dari tempat tidurnya ke jendela kamar yang berukuran besar itu. Ia menyigap sedikit gorden dan memandangi langit yang begitu terang dengan bintang-bintang.
"Ya tuhan tolong, jaga dirinya disana..."
Annasya sontak tersenyum menikmati selirik lagu yang ia persiapkan untuk pentas seni di acara Sekolahnya nanti. Betul yang dikatakan oleh Alvin, bahwa ia tengah merindukan sosok yang pernah menjadi temannya. Iya, dia cuma teman.
Ting!!!
Ting!!!
Mendengar suara pesan dari ponselnya, Annasya mendekati kasur dan meraih ponselnya. Dengan cepat ia bergegas membuka layar ponsel, dan seketika raut wajahnya menjadi datar alisnya mengkerut.
Sally : Tadi aku ke toko buku yang kamu kasih alamatnya, Sya. Tapi, aku liat kamu sama Kak Ardi.
Sally : Kamu ada hubungan apa? Sedekat itu ya?
Annasya : Gak ada apa-apa kok, Sal. Cuma kebetulan.
Annasya : Besok aku jelasin ya. Tenang aja. :)
Annasya membuang nafas berat. Entah harus menjelaskan dengan cara apa agar Sally percaya bahwa ia tak memiliki hubungan apa-apa dengan Kakak kelas yang ia kagumkan sejak dulu. Ia sadari bahwa yang dikatakan oleh sahabatnya tentang Kakak Kelas yang sudah di atas rata-rata itu, adalah benar. Annasya akui itu. Namun, tak sedikit terlintas untuk merusak persahabatan mereka.
Meski secara tidak sengaja atau mungkin tanpa ia ketahui, Ardi bisa saja membuntutinya kemana ia pergi, tapi itu tidak akan mungkin. Selama ini, ia tak pernah membalas pesan-pesan yang dikirim oleh Ardi. Bahkan jika harus berpapasan seorang diri di lorong kelas, ia harus menunduk atau bahkan menghindarinya demi menjaga hati yang lain. Bukan hanya Sally, tapi di kalangan siswa perempuan yang terang-terangan kagum dengan Ardi.
Ia pun mematikan lampu kamarnya dan mencoba untuk tidur tanpa menunggu hal-hal yang sepertinya akan berujung sia-sia.
***
"Gue kayaknya harus pamit duluan deh" Ardi mengecek layar ponselnya yang sudah mendekati pukul 11 malam.
"Yaelah Di, anak Mami lo" Dika melempar bantal sofa tepat di wajah Ardi. "Banci aja baru keluar, nah lo malah balik. Kasian nih Selin udah jauh-jauh dateng" sambung Dika sambil menunjuk Selin dengan dagunya.
"Ayo Lin, gue antar pulang"
Selin mengangguk.
"Ciee mau CLBK lo berdua?" Dika terkekeh melihat situasi yang sedikit canggung. Dika orang pertama tahu bahwa Selin dan Ardi pernah pacaran di SMP dulu. Meski Ardi tak menganggap itu sebuah hubungan yang di anggap pacaran oleh Selin, tapi ia tetap melakukan yang terbaik untuk Selin yang sudah berbuat banyak selama dirinya dititik paling rendah.
Ardi memiringkan senyum tipisnya, sedangkan Selin melempar bantal sofa yang berada di dekatnya pada Dika. "Awas lo. Ntar gue baper, mau tanggung jawab?"
Selin menarik lengan kanan Ardi dan berlalu meninggalkan Dika yang masih menertawakan mereka berdua.
Setelah berpamitan dengan kedua orang tua Dika dan juga Kang Imam-Satpam rumah Dika-ia meraih helm yang tergantung di atas spion motornya.

KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Mine
Teen Fiction[MAAF. Beberapa part sudah di unpublish. Banyak revisi cerita.] Seorang gadis remaja ini, bernama Annasya. Memiliki seorang sahabat yang pintar, bernama Sally. Sejak perjumpaannya saat itu, menjadikan mereka lebih dekat dan menjadi akrab. Namun, di...