Rambut setengah basah tergerai indah dengan bandana menghiasi mahkotanya tanpa poni, membuat aura wajahnya terpancar sedikit maximal.
Dengan ransel di pundaknya, ia mengaitkan helmnya di atas spion motor miliknya. Langkahnya terhenti, tali sepatunya terlepas, Annasya lalu membungkukkan badannya. Tiba-tiba geraknya terhenti, saat sosok yang entah dari mana asalnya sudah mulai mengikat tali sepatu kanannya.
"Terima kasih" ucap Annasya dengan sedikit merapikan seragamnya yang ternyata kancing terakhir belum terkait.
"Iya santai aja. Mau bareng?"
Ia mengangguk dan jalan beriringan membelah lapangan basket. "Loh kok ke sekolah? Minggu depan kan ujian?"
Arian diam lalu tersenyum pada Annasya, "Ada urusan"
Annasya hanya ber-oh ria saja tanpa bertanya lagi.
***
Arian sengaja perlambat langkahnya agar bisa bersisian dengan Annasya. Tapi dasarnya memang Annasya tak begitu nyaman dengan berjalan seperti itu, beriringan dengan orang yang pernah mengungkapkan perasaannya.
"Ekhm"
Arian memberhentikan kakinya dan menoleh ke belakang. Annasya masih tertunduk ke arah lantai, padahal lantainya masih seperti kemarin, sedikit berpasir.
"Ada apa, Sya?" tanya Arian
"Sepertinya kamu salah jalan deh, arah ruang guru bukan disini, tapi disana" Annasya menunjuk arah kelas Arian dengan dagunya. Sedangkan Arian tak menghiraukan ucapan gadis cantik di hadapannya.
"Hmm.. Aku antar ke kelas, boleh ya?"
"Eh.. Gak usah. Terima kasih. Duluan ya." Tanpa meminta persetujuan, Annasya pun meninggalkan Arian di depan WC khusus murid perempuan.
***
Hari menjelang sore, Dika dan Aryo memasuki kompleks rumah Ardi. Tak menunggu lama setelah mengetuk pintu sekaligus memencet bel, sosok paruh baya keluar dari balik pintu.
"Assalamu'alaikum, Bun" salam dari mereka berdua sambil mencium punggung tangannya pada Bundanya Ardi
"Wa'alaikumsalam. Oalah Dika sama Aryo. Yuk masuk. Ardi ada di kamarnya. Langsung aja" jawabnya sambil mempersilahkan sahabat anaknya masuk ke dalam rumah.
Mereka berdua mengangguk dan bergegas melangkah ke kamar Ardi.
"Woy nyet. Nyelonong aja" Ardi yang masih terlilit dengan handuk dipinggang seketika terkejut bukan main dengan munculnya kedua sahabatnya itu.
"Santai dong. Kan, kita samaan. Sama-sama batangan hahaha" Dika tertawa sambil melihat tingkah Ardi yang sedang membuka lemari dengan cepat.
"Ngapain sih dateng gak bilang dulu"
"Emang harus ya?" Aryo membalas cepat sembari membuka laci disamping tempat tidur Ardi, seperti menggeledah isinya, tapi tidak ia temukan.
"Ya gak apa-apa sih. Tapi tumben aja. Kalian gak belajar emang?"
Aryo dan Dika menoleh satu sama lain. Dan tawa mereka pun pecah.
"Hahaha... Kan ada kamu, Di. Otak kita berdua" ucap Dika yang sudah meregangkan badannya di tempat tidur Ardi.
Dengan cepat, kepalan tangan kiri Ardi sudah mendarat di dahi Dika. Dika meringis kesakitan.
Tok.. tok.. tok
Suara ketukan sedikit mengeras di balik pintu kamar Ardi. Ardi yang masih berdiri, pun bergegas mendekati sumber suara dan membuka knop pintu. Alea dan Amita-Adik Ardi-membawa nampan berisi botol minuman coca-cola dengan 3 gelas. Dan setoples keripik pisang yang berada di tangan Amita.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Mine
Teen Fiction[MAAF. Beberapa part sudah di unpublish. Banyak revisi cerita.] Seorang gadis remaja ini, bernama Annasya. Memiliki seorang sahabat yang pintar, bernama Sally. Sejak perjumpaannya saat itu, menjadikan mereka lebih dekat dan menjadi akrab. Namun, di...