“I’m missing you, even if you hate me. I don’t wanna just a memory to you.” –Missing U, Lee Hi
-oOo-
Nara benar-benar membenci Sehun. Pria yang selisih usianya terpaut dua belas tahun itu mengombang-ambingkan Nara. Kini Nara serupa menaiki perahu yang terkena ombak dari berbagai sisi, membuatnya pusing. Lebih gawatnya lagi, Nara tak tahu sampai kapan dia terjebak dalam lautan luas yang disebut urusan percintaan.
Setiap hari selama sepekan belakang ini, si gadis mengutuk Sehun dan kepergian pria itu ke London. Setelah mencium Nara, Sehun tak melakukan ganti rugi yang berarti. Sehun pergi begitu saja meninggalkan Nara yang membeku serupa bongkahan es―bahkan Nara terancam meleleh sebab seluruh badanya panas. Rupanya, hanya dunia Nara yang jungkir balik. Sehun nyatanya kelihatan baik-baik saja di sana―well, meskipun Nara sama sekali tak mendengar kabar soal dirinya.
Nara malah terjebak di Seoul bersama Daniel yang tampaknya hanya berminat pada kucing. Daniel pun menemui Nara hampir setiap hari dengan membawa topik yang sama soal kucingnya minta dicarikan jodoh. Nara kesal sekali, ia merasa mempunyai profesi baru sebagai konsultan percintaan kucing.“Kang Daniel, bisa tidak kau membicarakan yang lain?” Nara memotong penjelasan Daniel mengenai silsilah keluarga kucing-kucingnya. “Apa kau benar-benar tak punya pekerjaan yang membuatmu sibuk? Setiap siang kau datang ke kantorku membawakan makanan,” keluh Nara.
Daniel tersenyum lebar. Ia menyeruput milkshake cokelatnya sebelum menjawab Nara. “Aku suka lobi kantormu yang luas dan datang ke sini adalah salah satu pekerjaanku. Noona, wajahmu tampak murung. Banyak kerutan di dahimu.”
Nara menghela napas panjang. Ia menyentuh parasnya. “Benarkah? Aku stress akhir-akhir ini. Mungkin karena Liv dan Chanyeol sudah kembali dari bulan madu. Aku sering sekali memergoki mereka sedang bercengkerama. Apa ini resiko tinggal bersama pengantin baru?” oceh Nara.
Daniel mengangguk. “Mungkin itu bisa jadi salah satu penyebabnya,” timpal pemuda yang kini mengenakan setelan jas hitam. “Apa kau tidak berencana pindah?” sambung Daniel.
Nara menggeser duduknya. Ia merapikan dress abu-abu selutut itu. “Aku ingin sekali pindah, tapi kau tahu diriku punya banyak kelemahan. Aku tidak dapat berada di ruangan gelap karena bisa membuatku terkena serangan jantung.” Ia mengetuk dagu.
Daniel berdeham. “Aku tahu tempat yang tak pernah gelap.”
“Mana ada yang seperti itu? Kalau listriknya mati bagaimana―”
“―Apartemen Hyung yang berada di dekat The Evenue Park memiliki pengaturan yang membuat lampu-lampunya menyala bahkan saat mati listrik,” potong Daniel.
Nara memutar bola mata. “Tolong jangan sebut nama laki-laki itu,” dia memperingatkan.
“Kenapa? Apa karena kau merindukannya?” Daniel bertanya jahil, senyum miring pun muncul pada wajahnya.
“Rindu? Yang benar saja, bahkan aku sudah lupa padanya,” Nara menyahut dengan sengit.
Daniel mendengus. “Benarkah? Kalau begitu syukurlah―”
“―Kenapa? Apa dia sudah lupa padaku?” Nara menimpali. Ia mengerucutkan bibir. “Apa dia berkencan dengan gadis Inggris yang lebih cantik dariku?”
“Memangnya kenapa kalau dia berkencan? Kau kan tidak merindukannya,” ujar Daniel yang langsung membuat Nara menelan kembali bantahannya. Daniel tertawa melihat Nara yang kini terlihat salah tingkah.
“Aku tidak merindukannya. Aku hanya simpati padanya sebab dia sudah menolongku dua kali.”
“Baiklah, anggap saja aku pura-pura percaya karena jam makan siangmu sudah hampir habis,” Daniel berucap, dia melihat arlojinya. Pemuda itu berdiri. “Sampai jumpa, Noona. Oh ya, kemarin Sehun hyung telepon. Dia berkata, kabar Park Ryujin―adikmu dan ibumu baik-baik saja,” tutup Daniel sambil pergi dan melambaikan tangan pada Nara.
Nara tertegun sebentar, pikirannya sedang memperoses hal yang baru saja dikatan oleh Daniel. Apa Sehun bertemu keluargaku? Apa dia tidak ke London? Batin Nara bertanya-tanya.
-
Nara tidak tahu apa yang dilihatnya nyata atau tidak. Wanita yang selama ini dirindukan ada di sana―duduk di ruang tamu Keluarga Park―mengenakan gaun selutut berwarna hitam. Nara memang telah belasan tahun tak bertemu dengan sang ibu, kendati demikian paras Han Haera yang mulai menua tidak membuat putrinya lupa.
Nara mempercepat langkahnya menuju mereka. Chanyeol dan ibunya duduk sembari membicarakan sesuatu yang serius. Mereka bahkan baru menyadari kehadiran Nara saat si gadis berada di samping kursi Chanyeol.
“Ibu,” bibir Nara berucap pelan membuat wanita berusia pertengahan lima puluhan itu mendongak. Ada raut terkejut di sana, namun segera sang ibu mengubahnya menjadi ekspresi dingin.
“Jung Nara, kau sudah pulang,” Chanyeol menepuk tempat duduk di sebelahnya. Pria yang beberapa hari lalu baru kembali dari bulan madunya itu menarik Nara.
Nara melepaskan pegangan Chanyeol dengan sedikit kasar. “Ibu, kenapa baru datang sekarang?” tanya Nara, gadis itu menahan airmatanya sebab ia enggan menangis. “Ini sudah hampir empat belas tahun. Aku merindukanmu,” Nara melanjutkan. Gadis itu hendak mendekati ibunya, namun Han Haera tidak memberikan raut hangat.
“Jangan merengek seperti anak kecil, Jung Nara,” ujar Haera―Ibu Nara, tangannya menyerahkan dokumen. “Aku ke sini karena terpaksa harus membujukmu menikah. Lakukan apa saja yang tertulis pada dokumen itu, jika kau memang putriku dan apabila ingin membuatku dan Ryujin tenang. Hanya dengan menuruti keputusan dewan perusahaan, mereka tidak akan lagi mengganggu keluarga kita,” jelas Haera. Wanita itu sangat pintar menyembunyikan perasaan, bahkan dirinya enggan menunjukkan rasa sayang ataupun rindu pada putrinya yang sudah lama tak bertemu dengannya.
“Ibu, kita akan membicarakan ini pelan-pelan,” bujuk Chanyeol. “Nara duduklah dulu, dengarkan baik-baik,” imbuh Chanyeol.
“Bagaimana bisa aku hanya mendengarkan? Wanita ini datang setelah sekian lama hanya agar aku menuruti perkataannya,” kata Nara.
“Aku harus menyelesaikan semuanya hari ini juga karena Ryujin tidak dapat ditinggalkan terlalu lama,” timpal Haera.
“Semua demi Ryujin,” Nara tertawa hambar. “Kau menjadikan Ryujin sebagai alasan. Ryujin bahkan sangat sehat. Apa Ibu juga tidak ingin memertemukan aku dengan adikku? Aku sudah kehilangan Ahra―”
“―Hentikan jangan membicarakannya,” potong Haera. Dia berusaha menarik napas menenangkan emosinya sebab nama putri pertamanya selalu menjadi pisau yang tajam bagi dirinya.
“Apa aku yang menjadi penyebab Ahra meninggalkan kita? Apa aku membunuh Ahra sehingga ibu tidak ingin bertemu diriku lagi?” Nara mulai emosional, satu-persatu airmatanya turun membasahi paras cantiknya. “Maafkan aku karena terlahir sakit. Maafkan aku karena menerima jantung Ahra. Maafkan aku karena tidak mengingat kejadian saat itu. Tapi, tolong jangan menghilang lagi, Ibu. Aku sangat-sangat merindukanmu.” Nara mendekati Haera, gadis itu berlutut di hadapan ibunya. Jari-Jari Nara menggenggam tangan Haera.
Pada akhirnya, pertahan itu runtuh.
Mata Haera mulai berkaca-kaca.
Kendati demikian, keinginan Haera untuk menjalani hukumannya lebih kuat. Haera memalingkan wajah. Ia menepis tangan putrinya kasar. “Aku tidak bisa di sini terlalu lama, Chanyeol. Buat adikmu menyetujui hal-hal yang ada di dokumen itu. Jika dia merasa bersalah, gantikan Ahra untuk menikahi Sehun,” ucap Haera, lalu begitu saja meninggalkan Nara yang tersedu.-oOo-
Twitter: @.twelveblossom
Blog: twelveblossom.wordpress.com
Line@: @.NYC8880L
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sehun Fanfiction] Dear Husband - END
FanfictionJung Nara: Gadis berusia dua puluh dua tahun memiliki kelainan jantung bawaan yang hidup baik-baik saja setelah operasi. Dia seperti orang normal, kehidupan yang sederhana meskipun dari keluarga kaya. Nara tidak pernah jatuh cinta karena ia sudah ke...