Akhir bulan bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi Nara. Hal itu disebabkan oleh dua hal, pertama ia lembur sampai larut malam dan yang kedua gadis itu mendapatkan kram akibat tamu bulanannya. Nara sedari tadi pagi hanya bisa lesu tak ada tenaga. Ia pun sangat kelabu seperti dress selutut yang kusut akibat seringnya Nara bergerak-gerak tidak nyaman di kursi kerjanya.
Pukul sepuluh malam Nara menelungkupkan tangan di atas meja, kepalanya ia sembunyikan di sela-sela lekukan tangan tersebut. Ia telah menyelesaikan pekerjaannya, namun terlalu malas untuk bergerak.
Jisoo yang mempunyai kubikal tak jauh dari si gadis menepuk pundak Nara yang lesu. "Nara saatnya pulang," kata Jisoo hati-hati.
Nara hanya bergumam, tanpa berniat untuk beranjak. "Sebentar lagi, kau pulang saja dulu."
Jisoo menghela napas maklum kalau saja ia tak ada janji bertemu kekasih, dirinya pasti menemani Nara. "Baiklah, aku pulang dulu karena Kyungsoo sudah menungguku di depan. Jangan pulang terlalu malam. Kalau kau butuh bantuan segera telepon aku."
Nara hanya mengangguk. Gadis itu kembali tidur. Ia akan pulang setelah kondisi kram perutnya membaik sehingga dirinya dapat menyetir. Sepuluh menit berselang, ponsel Nara berdering. Nara awalnya ingin mengabaikan, akan tetapi benda itu terus berbunyi―akhirnya si gadis pun terusik.
"Iya Oh Sehun, ada apa?" ujar Nara, setelah melihat nama yang tertera pada layar ponsel.
"Kau ada di mana?" tanya Sehun.
Nara menjawab malas, "kantor. Ada apa? Aku sedang tidak ingin diganggu, sudah ya." Nara menutup telepon sebelum mendengarkan balasan dari lawan bicaranya.
Nara meletakkan ponsel dengan sedikit kasar. Gadis itu melihat ke sekitar yang ternyata hanya tersisa dirinya di divisinya. Ruangan tersebut gelap, sumber pencahayaan berasal dari kubikal Nara dan lampu kecil yang menempel di dinding. Nara melihat arloji.
"Sudah hampir tengah malam. Aku harus pulang, perutku sakit sekali," keluh Nara.
Setelah meregangkan badan beberapa kali, gadis itu membereskan barang-barangnya. Ia mulai berjalan menuju basemant perusahaan. Nara sempat beberapa kali berhenti hanya untuk memulihkan tenaga, sebelum ponselnya berdering lagi.
"Apa lagi Oh Sehun?" ujar Nara tanpa berbasa-basi.
Sehun yang berada di seberang telepon pun demikian. "Aku sudah berada di depan lobi kantormu. Pulang bersamaku saja."
"Tidak mau, bagaimana dengan mobilku?" sergah Nara.
"Asistenku yang akan membawanya. Cepat ke mari." Kini giliran Sehun yang menutup pembicaraan sebelum Nara menyetujui.
Nara menghela napas. Ia berpikir sejenak. Logikanya berjalan kali ini. Ia sedang sakit, tak mampu menyetir sendiri. Kaki Nara berjalan menuju lobi. Atensi si gadis langsung saja tertuju pada Sehun yang tengah mengenakan sweater abu-abu dan celana jeans. Pemuda itu duduk di kursi tunggu dekat resepsionis sembari memainkan ponsel.
"Sehun," sapa Nara. Gadis yang kini mencebikkan raut melanjutkan ucapannya ketika Sehun menoleh ke arahnya. "Ayo pulang. Perutku sakit."
Sehun lekas berdiri. Ia mengangguk, lalu membimbing Nara menuju mobilnya yang terparkir. Beberapa menit kemudian mereka duduk di Audi RS7 milik Sehun. Berlainan dengan hari-hari sebelumnya kali ini Sehun tidak menyetir, pria itu menemani Nara duduk di kursi penumpang. Sopir pribadinya melajukan kendaraan ketika Sehun memerintahkan.
"Apa kau bisa pastikan mobilku baik-baik saja?" tanya Nara, kepalanya bersandar di kursi menghadap ke arah sang pria. Gadis itu sangat lelah. "Tumben kau tidak mengemudi," gumam Nara, ia mulai memejamkan mata.
Sehun menunjukkan seluruh perhatiannya pada gadis muda yang berada di sampingnya. "Aku baru saja minum alkohol jadi tidak dapat menyetir," jelas Sehun. Ini sungguh di luar dugaan, namun tiba-tiba tanpa diproses terlebih dahulu oleh pikirannya―jari-jari pemuda itu mengusap peluh yang ada di kening Nara. "Apa kita harus beli obat untukmu?" tanya Sehun.
Nara menggeleng. "Besok semuanya akan beres. Aku ingin pensiun jadi perempuan kalau tiap bulan harus kesakitan seperti ini," rengek Nara. Ia membuka mata, lalu menemukan Sehun yang tersenyum sembari menatapnya. Nara langsung bungkam sebab ada kegugupan ganjil yang mulai mengusik.
Sehun yang entah dari mana mengeluarkan cokelat berbentuk persegi panjang dari tas plastik yang berada di hadapannya. "Aku tidak tahu ini manjur atau tidak, semoga cokelat dapat membuat suasana hatimu membaik."
Nara mengangguk. "Aku makan ini besok pagi saja ya soalnya takut gigiku berlubang," timpal Nara. Ia buru-buru membalikkan badan dan bersandar pada sisi yang lain untuk menyembunyikan pipinya yang merona. Tak hanya itu, Nara malu sekali karena suara jantungnya yang sangat keras, takut terdengar oleh Sehun.
Hmm... kira-kira, apa Sehun mendengarnya?
-
"Ah, aku lupa!" seru Nara ketika mereka berada di depan pagar Keluarga Park. "Ini hari Jumat minggu ketiga," Nara menepuk kening.
Sehun yang ikut turun dari mobil pun menautkan kedua alis. "Kenapa?"
"Hari ini waktunya pengurus rumah kami libur, jadi tidak ada yang membukakan pintu," jawab Nara. "Tenang saja aku bawa kunci sendiri," lanjutnya sambil mengaduk totebag miliknya. Beberapa detik berlalu, paras cantik Nara berubah menjadi pucat. "Di mana aku meletakkannya," gumam Nara sangat pelan agar tak didengar oleh Sehun yang mulai menampilkan wajah kecut.
Sehun memutar bola mata. Ia seharusnya sudah dapat memperediksi masa depan, apabila lawan mainnya dalam adegan ini adalah Jung Nara serta segala kecerobohannya. "Ini sudah lewat tengah malam, Jung Nara. Kau lupa kuncimu, bagus sekali. Kau bahkan sangat pintar," sindir Sehun. Ia mengetuk sepatu tak sabar, tangannya disilangkan di depan dada. "Selamat mencari. Aku tidak bersedia menemanimu di depan pagar. Aku pulang," lanjut Sehun.
Nara melotot. Ia refleks menarik lengan sweater pria itu. "Tunggu," vokal Nara. Ia memberikan tatapan yang minta dikasahani serupa anak anjing kelaparan. "Apa kau tega membiarkanku tidur di sini?"
"Tentu saja, kenapa tidak?" goda Sehun.
Nara mengerucutkan bibir, "tolong aku hari ini saja, ya?" pinta Nara.
Sehun menggeleng.
"Mobilku kan belum datang. Aku tidak bisa ke mana-mana," rengekan kecil pun akhirnya terkoar dari Nara.
Sehun membuang muka, menyembunyikan senyumnya. "Sebentar lagi mobilmu datang," bantah Sehun, setelah suaranya kembali netral.
Nara melepaskan tangannya dari sweater Sehun. Ia kecewa dan sedih. Ini kekanakan, namun Nara mulai menangis. Karakternya yang cengeng biasanya hanya gadis itu tunjukkan pada Chanyeol. Kendati demikian untuk pertama kali, Nara menangis di depan pria selain saudara tirinya itu.
Sehun yang tahu akan tersebut langsung saja kebingungan. "Hai, Jung Nara. Astaga, kenapa menangis?" tanya Sehun tanpa dapat menyembunyikan rasa paniknya. "Aku hanya bercanda," lanjut Sehun. Pria itu mendekat ke arah Nara. Ia menggunakan telapak tangannya yang besar untuk menghapus airmata si gadis.
"Aku sangat kesal hari ini. Semuanya menyebalkan dan kau juga. Aku lelah sekali, ingin cepat-cepat tidur," omel Nara pada Sehun.
Pria itu tertawa. "Dasar anak kecil. Aku hanya bercanda. Mana mungkin aku meninggalkan adik kesayangan Ahra sendirian," Ia mengusap kepala Nara. "Kita akan menginap di rumahku."
"Hanya berdua?" tanya Nara terkejut.
"Iya, hanya berdua," tegas Sehun.
-oOo-
Hai, kalau mau tanya-tanya seputar cerita atau ngobrol bisa add Line@ twelveblossom (@NYC8880L). :D
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sehun Fanfiction] Dear Husband - END
أدب الهواةJung Nara: Gadis berusia dua puluh dua tahun memiliki kelainan jantung bawaan yang hidup baik-baik saja setelah operasi. Dia seperti orang normal, kehidupan yang sederhana meskipun dari keluarga kaya. Nara tidak pernah jatuh cinta karena ia sudah ke...