"Kim Jisoo, apa kau pernah dengar kasus seorang wanita yang melamar pria?" tanya Nara ketika jam kantor telah usai. Dia menarik kursi untuk mendekati kubikal Jisoo.
Jisoo mengentuk dagu menggunakan pena, ia berpikir. "Ada, kok. Pasti si wanita itu sudah yakin kalau kekasihnya setuju dan sangat mencintainya," jawab Jisoo.
Nara menghembuskan napas kasar. "Masalahnya, mereka bukan sepasang kekasih," timpal Nara dengan nada frustasi.
Jisoo melotot. "Wah, dia berani sekali. Apa gadis itu melamar orang yang ia temui di jalanan atau―"
"―Bukan seperti itu," Nara memotong ocehan Jisoo. "Begini, mereka kenal sudah hampir tiga bulan―lumayan dekat―tapi si wanita ini belum tahu apa yang laki-laki itu rasakan―"
"―Jangan bilang kau melamar Sehun?" tebak Jisoo langsung tepat sasaran.
Nara menggeleng heboh. "Bukan, apa aku sudah gila!" seru Nara. Gadis itu bangkit, lalu mengambil tasnya. "Itu hanya cerita temanku―kasusnya, bukan aku," Nara menandaskan.
Jisoo yang memang tak mudah dikelabui pun tersenyum puas. "Tenang saja, Jung Nara. Aku yakin lamaranmu pada Sehun tidak akan ditolak, kok. Aku kan bisa membaca masa depan," kata Jisoo keras-keras mengiringi kaburnya Nara dari tempat tersebut.
-
Nara melangkah gontai menuju tempat parkir mobil. Sepanjang jalan gadis itu melamun mengenai caranya meminta Sehun untuk menikah dengan dirinya. Nara merasa konyol, harga dirinya terluka. Namun apa daya semuanya terlanjur terjadi.
Nara pun masih ingat benar respon yang diberikan Sehun sewaktu itu. Sehun langsung saja menjungkitkan alis, lalu menatap Nara tidak percaya. Bahkan si gadis yakin Sehun belum memperkirakan jika Nara akan mengatakan hal tersebut. Sehun sempat tertegun beberapa sekon sebelum ia kembali mendominasi―tanpa disangka-sangka sang pria memberikan senyum mengejek. Nyali Nara yang ciut membawanya kabur keluar dari ruangan Sehun begitu saja tanpa menunggu jawban. Kira-kira begitulah ringkasan kejadian lamaran memalukan yang dilakoni oleh Nara kemarin.
Nara berjanji pada dirinya sendiri jika hal yang dilakukannya kemarin akan menjadi kekonyolan terakhirnya. Ia tidak ingin dipandang sebagai gadis yang mengoarkan lelucon sepanjang hari. Agar bisa memperkecil perasaan malu itu, Nara memutuskan untuk enggan bertemu Sehun sementara waktu. Tampaknya, keinginan Nara hanya isapan jempol belaka.
Sehun berdiri di sana. Ia bersandar di mobil merah milik Nara. Tubuh jangkungnya masih terbalut setelan kantor yang sangat pas. Sehun memberikan ekspresi datar, tangannya terlipat di depan dada, dan netranya yang tajam menusuk mengarah ke Nara.
Nara langsung berhenti di tempat. Ia akan berbalik pura-pura tidak lihat, kemudian kabur. Kendati demikian langkah kakinya kalah panjang dengan Sehun. Tangan Nara ditarik Sehun hingga gadis itu berbalik. Nara pun sulit bernapas karena Sehun terlihat menawan hari ini. Tampak lebih tampan jika dilihat sedekat itu.
"Kau terlihat seperti pencuri yang hendak kabur, Jung Nara," kata Sehun. Pria itu melepaskan tangan Nara setelah memastikan lawan bicaranya bisa diam.
Nara mengerucutkan bibir. Ia mendongak menatap Sehun yang berjarak kurang dari satu meter darinya. "Aku kabur karena melihat hantu," celetuk Nara. Ia merajut kakinya menuju mobilnya. Gadis itu akan menaiki kursi kemudi tapi segera dicegah Sehun.
Sehun mengangkat tubuh Nara, kemudian membuka pintu penumpang di samping kemudi―mendudukan gadis itu di sana. Gerakan yang dilakukan Sehun begitu cepat, kurang dari tiga menit kendaraan Nara telah melaju menembus jalanan Seoul dengan Sehun sebagai pengemudinya.
Nara mendengus berulang kali. "Kau tahu ini tindak penculikan," katanya kesal.
Sehun mengabaikan. Ia justru mengangkat topik lain. "Katanya kau ingin menikah denganku. Bukankah kita harus memulai persiapannya?" tanya Sehun datar.
Gadis itu terbatuk beberapa kali karena diingatkan lagi masalah lamaran konyolnya tersebut. "Aku mengatakan hal itu tanpa berpikir panjang," sesal Nara. Ia melihat Sehun yang sorot matanya terpaku pada jalan raya. "Seharusnya, bukan wanita yang melamar laki-laki," sambung si gadis.
Sudut bibir Sehun berkedut menahan senyum. "Apa maksudmu aku yang harus melamarmu?" kelakarnya.
Ada rona merah dalam paras Nara. Ia menepuk pipi beberapa kali berusaha untuk menghilangkannya. "Aku tahu kau tidak akan melakukannya," ucap Nara pada akhirnya. Ia menghembuskan napas dalam-dalam. "Padahal aku telah mempertaruhkan harga diriku untuk mengajakmu menikah. Kau bahkan tidak menjawabnya," keluh Nara.
Sehun membelokkan setirnya menuju tepi jalan. Ia menghentikan mesin kendaraan. Tangannya meraih dokumen yang berada di dasbor mobil. Sehun menyerahkannya pada Nara. "Baca baik-baik. Kau sudah memberikan setempel pada aplikasi pendaftaran pernikahan kita kemarin. Pengacaraku sudah mengurus semuanya. Secara hukum kita telah menikah. Itu jawabanku," jelas Sehun.
"Kau bercanda," kata Nara membolakan mata.
"Aku tidak pernah membuat lelucon mengenai urusan bisnis."
Nara masih mengerjapkan mata beberapa kali. "Bagaimana bisa pernikahan yang sakral dipermainkan dengan setempel dan kertas?"
Sehun tertawa mengejek. "Tentu bisa, jika kau punya uang." Pupil Sehun yang cokelat membidik lawan bicaranya. "Jangan pernah bermimpi apabila pernikahan ini akan seperti pernikahan yang lainnya. Kita hanya menjadi suami-istri untuk memenuhi perjanjian dan kau adalah pengganti Ahra. Aku juga telah berdiskusi dengan Chanyeol, menentukan sampai kapan kita akan terikat.
Chanyeol minta kita berpisah setelah satu tahun," tegasnya.Nara menundukkan wajah. "Apa kita tidak sekalian berpura-pura mengadakan upacara pernikahan?" tanya Nara dingin. "Agar kepalsuan yang ada tidak tercium oleh orang lain," sambungnya sengau.
"Aku telah meminta asistenku mengosongkan jadwal selama dua minggu ini. Kita akan mengadakan upacara pernikahan dan bulan madu," timpal Sehun. Pria itu memberikan kotak kecil pada Nara. "Pakai cincinnya," perintah Sehun.
Nara berusaha sabar dengan menuruti perkataan pria itu. Ia membuka kotak beludru biru tersebut. Sebuah cincin berbentuk sulur dengan berlian kecil sebagai mata. Indah sekali, batin Nara. Cincin itu sangat sederhana tanpa kesan mewah yang mencolok. Namun. Semuanya pas di jari si gadis. Begitu menawan serta sesuai selera Nara. Seolah cincin tersebut dibuat untuk dirinya.
"Aku tahu ini pasti bukan cincin yang dipilih olehmu atau dibuat khusus―kau pasti menyuruh asistenmu yang membelikan dan dipilih secara acak," Nara berkata. Ia melihat cincin itu sekali lagi. "Ini sangat indah," bisiknya lalu tersenyum ke arah Sehun.
Entah apa hal yang dipikirkan Sehun, pria itu mengangguk―tangannya terkepal menyengkram kemudi. "Setelah dewan perusahaan tahu kita telah menikah, mereka akan menuntut ahli waris darimu dan aku. Aku ingin kau melahirkan seorang putra untukku, bagaimana pun caranya," ujar Sehun kepada gadis yang kini hanya bisa membolakan mata terkejut.
-oOo-
Terimakasih sudah membaca, semoga kalian suka ;D
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sehun Fanfiction] Dear Husband - END
FanfictionJung Nara: Gadis berusia dua puluh dua tahun memiliki kelainan jantung bawaan yang hidup baik-baik saja setelah operasi. Dia seperti orang normal, kehidupan yang sederhana meskipun dari keluarga kaya. Nara tidak pernah jatuh cinta karena ia sudah ke...