Taken By The Past - 1

6.5K 1.1K 23
                                    

"Memories are like a big garage, like the ocean. I'm be lost in them all day. Even this loneliness that I'm feeling are traces of you. So I force my eyes shut and am enduring through this day. I miss you so much." ―Beautiful, Wanna One.

-oOo-

Sehun menyadari benar siapa gadis yang kini ada di ruang tamu kamar hotelnya. Wanita ceroboh dengan senyum kikuk yang terpasang di paras. Sepasang netra Sehun tak menangkap rasa khawatir ataupun curiga dari si gadis, walaupun mereka sekarang sedang berada di kamar hotel hanya berdua.

"Kau menurut saja saat Liv menyuruhmu ke sini," ucap Sehun ia meminum wine yang tersuguh di meja depan mereka duduk.

"Jujur saja, aku tidak ingin ke tempatmu. Tapi, keadaan yang memaksaku," jawab Nara sengaja mengimbuhkan nada angkuh pada cara bicaranya.

Respon itu membuat Sehun menaikkan alis. "Aku tidak peduli, Jung Nara. Kau menganggu waktu istirahatku."

Kendati demikian, Nara tetap angkat bicara, tanpa berusaha menampilkan ekspresi penyesalan. "Kau itu tidak boleh menjadi anti sosial. Kau seharusnya mendengarkan dulu alasan―"

Ucapan Nara pun terputus ketika Sehun tiba-tiba berdiri dari duduknya. Pria itu memijat pelipis. Ia merasa sangat lelah setelah seharian penuh melakukan audit pada beberapa hotel yang dikelola oleh perusahaannya. Tentu saja begitu, apalagi Sehun baru kemarin tiba di Seoul. Tadinya Sehun akan mengganti pakaian kemudian berbaring sebelum gadis itu menggedor pintu.

"Apa bisa kita berbincang besok pagi saja?" tawar Sehun.

Nara menggeleng. "Aku tahu kau pasti capek, tapi Liv akan menghabisiku kalau tidak memastikanmu mencoba ini," ungkap Nara sembari menunjuk paper bag yang ada di sofa. "Sebentar saja, ya? Kau hanya perlu melepas bajumu sekarang lalu―"

"Sekarang? Di sini?" ulang Sehun kali ini dia menarik ujung bibir ketika menyadari raut Nara berubah malu.

"Maksudku, ganti pakaian di kamar," si gadis lekas membenahi ucapan. "Kau kan nantinya akan jadi best man Chanyeol jadi penampilanmu harus oke," sambung Nara. Ia tersenyum, netranya memindai Sehun dari ujung kaki ke kepala. "Walaupun, wajahmu muram, tapi aku yakin―well―sekarang teknologi semakin canggih untuk memerbaiki penampilan."

Sehun memutar bola mata. "Kau bahkan lebih cerewet daripada Jung Ahra," komentar Sehun sebelum ia mengambil baju yang dibawa si gadis, lalu pergi masuk ke kamar utama.

"Jung Ahra," bisik Nara mengulangi nama yang tak asing itu. Tanpa berpikir lebih jauh Nara langsung mengikuti langkah Sehun. Ia menahan pintu kamar tidur si pria yang hendak menutup. "Bagaimana bisa kau mengenal kakakku?" tanya Nara.

Sehun membuka pintu lebih lebar membuat Nara sedikit terhuyung. "Ahra temanku," jawab pria itu singkat. Ia memegang pundak Nara, kemudian mendorong si gadis pelan agar dirinya dapat menutup pintu.

Nara menatap pintu yang telah ditutup itu. Ia menggigit bibir, lalu berjongkok di hadapan pintu tersebut, kemudian menyembunyikan wajahnya pada lipatan tangan.

Hanya butuh waktu kurang dari lima menit bagi Sehun untuk memakai setelan jas. Ia terkejut mendapati Nara berada di sana dengan posisi yang menurutnya aneh. "Jung Nara," panggil si pria.

Nara menengadah, rambutnya berantakan. Ia segera berdiri tegap, tak lupa menarik ujung bibir.

"Apa yang baru saja kau lakukan?"

"Bersitirahat," balas Nara. "Wah, kau terlihat sangat fantastis," puji Nara, ketika matanya menemukan Sehun yang terbalut sempurna oleh jas hitam.

"Kenapa tidak duduk di sofa?" timpal Sehun mengabaikan pujian Nara.

Nara menghela napas. "Sofa itu terlalu nyaman. Aku bisa ketiduran," jawabnya.

"Gadis aneh," gumam Sehun sambil lalu.

"Kau bilang Kak Ahra adalah temanmu. Tapi, aku tidak pernah melihatmu sebelumnya," Nara memulai topik pembicaraan ketika Sehun mengangsurkan jas itu padanya.

"Kami berada di universitas yang sama," Sehun mengoreksi jawaban, "Aku sempat berkuliah di Kyunghee sebelum memutuskan ke London."

"Bagaimana kakakku waktu itu?" Nara sekali lagi menarik napas. "Sudah empat belas tahun berlalu, tidak ada orang yang bisa kuajak bicara mengenai dirinya," gumam Nara. Gadis itu menatap Sehun penuh harapan. Ia tahu apabila ada ekspresi lain yang baru saja ditunjukkan oleh pria berusia pertengahan tiga puluhan tersebut. Dalam raut dingin itu, terdapat kesedihan yang Nara belum yakini.

Sehun yang sadar dipandangi Nara, segera membuang muka. Ia menghela napas berat sebelum menjawab singkat, "Aku tidak ingat."

"Semua orang melupakannya. Apa karena dia sudah pergi sangat jauh?" oceh Nara. Gadis itu duduk di sofa. Ia menuangkan wine ke dalam gelas kristal miliknya yang tadinya kosong.

"Kau bilang tidak minum," vokal Sehun. Pria itu menyipitkan mata, menatap Nara curiga ketika si gadis meneguk penuh-penuh isi gelasnya.

"Aku jadi sedih setiap meningat Jung Ahra. Dia seharusnya tidak sebaik itu padaku. Ah salah, aku yang terlalu sering minta ini dan itu. Kalau saja waktu itu aku tidak―"

Sehun memotong ucapan Nara. Ia merebut gelas kristal dari si gadis yang hendak diisi lagi. "Kau tidak boleh minum ini, perutmu bisa sakit dan kau mudah mabuk," Sehun mengingatkan.

Nara bangun dari duduk. Dia tersenyum lebar, pipinya bersemu merah. Orang bodoh pun tahu jika gadis itu sudah mulai kehilangan kewarasannya. "Baiklah-baiklah, Tuan Oh Sehun yang kaya raya dan sangat tampan. Aku pergi. Kau tidak mau berbagi minuman sialan ini denganku. Pelit sekali," ujar Nara. Gadis itu terhuyung-huyung menuju arah pintu.

"Kau sama sekali tidak kuat minum," Sehun menangkap tubuh Nara. Pria itu memapah Nara sedangkan tangan yang lainnya membawa tas selempang si gadis.

"Kau baik sekali Sehun, tidak seperti Chanyeol," oceh Nara. "Apa kau menjagaku gara-gara aku adik dari Kak Ahra?"

Sehun tak menjawab. Ia hanya memandangi raut Nara yang memang tak asing bagi perasaannya.

-

"Wah, kau apakan adikku?" Chanyeol terkejut mendapatkan pemandangan di balik pintu Keluarga Park yang baru saja dibuka. Chanyeol melihat Sehun sedang menggendong Nara yang tampaknya ketiduran.

Sehun memberikan isyarat melalui matanya yang tajam agar Chanyeol menyingkir. "Dia mabuk," jelas Sehun singkat.

Chanyeol memberika jalan. "Mabuk?"

Sehun berjalan menaiki tangga lantai dua kemudian berbelok ke arah kanan menuju balkon utama yang merupakan ruangan khusus milik Nara. Ia segera membuka pintu yang dia yakini sebagai kamar tidur si gadis. Sehun paham benar mengenai tata letak rumah keluarga Park, bahkan setelah lima belas tahun lamanya dirinya tak lagi berkunjung ke sini.

Sehun membaringkan tubuh Nara dengan hati-hati dan menyelimutinya. Setelah memastikan Nara hangat, Pria berjaket biru tua itu berbalik arah berhadapan langsung dengan Chanyeol yang sedari tadi mengekori mereka.

Alis Chanyeol naik satu. "Kau apakan adikku?" Ia mengulangi kalimatnya, nadanya lebih serius kali ini.

"Dia sendiri yang minum wine itu," kata Sehun. Ia memutar bola mata ketika Chanyeol masih meragukan jawabannya. "Nara membicarakan tentang Ahra, lalu dia bertingkah seperti orang gila," Sehun melanjutkan.

Chanyeol menghela napas panjang, paru-parunya terasa sesak. "Baiklah, mungkin gadis kecil ini sedang merindukan saudaranya." Chanyeol menepuk bahu Sehun. "Kau juga pasti merindukan Ahra. Mereka sangat mirip," lanjut Chanyeol.

Ada jeda beberapa detik. Atensi Sehun ada pada Nara yang sedang tertidur. "Pertama kali aku melihat Nara. Aku seakan mendapatkan kesempatan kedua."

-oOo-

[Sehun Fanfiction] Dear Husband - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang