"Kata Daniel, kau akan pergi ke Tokyo," vokal Chanyeol saat memasuki kamar Nara. Pria itu sudah menanggalkan pakaian kerjanya berganti dengan kaus biru serta celana jeans selutut. Chanyeol membawa nampan yang berisi kue dan susu cokelat untuk adiknya.Tanpa menunggu persetujuan sang kakak duduk di samping Nara yang kini sedang berada di ranjang sambil melamun. Chanyeol meletakkan nampannya di nakas samping tempat tidur.
Nara tak menanggapi, ia membuang muka.
"Kau tidak boleh ke sana," tambah Chanyeol setelah tak mendapatkan balasan. Pria itu menghela napas maklum. "Bagaimana dengan traumamu terhadap ketinggian?" tanyanya lagi. Ia menyentuh bahu Nara agar menghadap ke arahnya.
"Minhyun akan membantuku, dia menyuntikkan obat tidur―"
"―tidak boleh, itu akan mengganggu jantungmu," potong Chanyeol.
Nara membolakan mata. Entah mengapa ia sudah muak dengan semuanya. Segala hal mengenai dirinya. "Ini tubuhku, Park Chanyeol. Itu menjadi hakku untuk melakukan segala hal sesuai dengan keinginanku."
Chanyeol memberikan raut terluka. Ia sedih. Ekspresi itu tak bertahan lama, selang beberapa sekon si pria terlihat marah. "Jangan gegabah Jung Nara. Jangan membuat pengorbanan Ahra sia-sia," bisiknya sengit.
Nara beranjak dari ranjang. "Ahra tidak berkoban untukku. Jangan pernah lagi menyalahkan diriku!" seru Nara. Ia menunjuk Chanyeol, Nara kehilangan kendali. "Dia berniat membunuhku. Bukan aku yang membunuhnya―bukan aku!" koar Nara, dia histeris. Si gadis berlutut, surainya acak-acakan. Ia menutup telinga sebab ada dengung ganjil yang terus menghardiknya. "Ahra hamil―ibu memanggilnya jalang. Dia jahat―bukan aku―bukan karena diriku dia meninggal."
Chanyeol yang melihat keadaan adiknya puk cekatan bertindak. Amarahnya menguap entah ke mana. Ia medekati Nara, berlutut di sampingnya, kemudian mendekapnya erat. Chanyeol tak beralih meskipun Nara memberontak.
"Nara," gumam Chanyeol lembut. "Aku tidak pernah menyalahkanmu. Aku mohon, tenanglah," hibur sang kakak.
"Kenapa kalian menyembunyikan semuanya dariku?" isak Nara. Dia sangat lelah sebab airmatanya enggan dapat berehenti.
Chanyeol meraih wajah adiknya, ia merangkum dengan tangan agar Nara dapat melihat sepasang mata itu. "Aku berjanji pada Ahra untuk menjagamu. Aku tidak ingin kau ikut campur masalah ini. Tapi, semua rencana untuk mengungkapkan orang yang membuat Ahra hamil tidak berjalan lancar. Kemudian, Sehun memberikan solusi agar kita membuatmu mengingat lagi. Ada sesuatu dalam kenangan itu," jelas Chanyeol.
Nara menggeleng beberapa kali. "Aku hanya tahu jika Kak Ahra berniat membunuhku―"
"―Dia depresi karena ...." Chanyeol tak melanjutkan ucapannya. Ia menatap Nara lebih dalam, kemudian Chanyeol memilih jalan lain. "Ibumu datang beberapa bulan sebelum kejadian itu. Dia meminta Ahra untuk ke Jepang agar dapat menjalani tes kemungkinan dirinya menyumbangkan organ tubuh. Mereka bertengkar mengenai dirimu. Ahra seolah-olah diminta mati untuk menggantikan kau. Ahra merasa tidak diinginkan, kemudian dia mulai ke bar. Semua terjadi begitu saja. Ahra tiba-tiba menghilang dari pandanganku dan Sehun. Dia ternyata sudah berada di Jepang menemuimu. Tak berselang lama, kami menerima kabar kematiannya."
"Jadi dia begitu karena diriku―"
"―Tidak, Nara. Ahra kehilangan karakternya karena semua aturan keluarga kita." Chanyeol menyela. "Sudah pernah kukatakan sebelumnya jika Sehun terlampau terluka. Dia menyalahkan siapa saja yang menjadi pemicu kematian Ahra. Terlebih lagi, Sehun belum mendapatkan pelakunya. Sehun memilih menyelidikinya diam-diam karena enggan membuat nama Ahra tercemar serta perusahaan kita goyah."
"Aku ingin bertemu Sehun. Aku harus bertemu dengannya," pinta Nara. Gadis itu mulai lemas.
Chanyeol menyentuh pipi adiknya, Nara demam. "Jangan pergi ke Tokyo, aku akan membawa Sehun ke sini untukmu."
–
Daniel melangkahkan kakinya melewati lorong sebuah hotel ternama yang terletak di pusat Kota Tokyo. Pria itu datang kemari tanpa pengawalan. Ia bahkan menerima kode akses khusus untuk membuka lantai dua puluh satu bangunan tersebut. Daniel menarik lengan kemejanya sampai ke siku. Pria itu menegapkan badan bersiap bertukar informasi dengan sepupunya. Ini bukan pertama kalinya Daniel berkunjung ke sana. Satu minggu lalu, setelah ia mendapatkan dokumen mengenai Ahra dan saran dari Guanlin―Daniel pun setuju untuk membuat kesepakatan.
Daniel masuk ketika pintu mewah di hadapannya terbuka secara otomatis. Ia langsung disuguhi ruangan yang mengusung konsep Eropa. Ada Sehun yang tengah berdiri di jendela kaca luas―menyuguhkan pemandangan Kota Tokyo di malam hari.
"Kau datang," kata Sehun dingin. Sehun masih mengenakan jas hitam, ia terlampau menawan malam ini. Kendati demikian, parasnya tampak kosong. Ia kehilangan aura kehidupannya.
Daniel duduk di salah satu kursi saat Sehun memerintahkan. "Nara memintaku agar membawanya ke Tokyo," ucap Daniel memulai topik sensitif itu.
Sehun menarik napas panjang. "Tak bisakah dia menungguku? Aku akan kembali padanya," vokal Sehun sendu. "Aku di sini bukan hanya bertujuan memuaskan rasa penasaran. Aku telah berjanji pada Ahra untuk menyeret laki-laki yang telah menghamilinya."
Daniel mendengus. "Seberapa penting perjanjian itu hingga kalian memanfaatkan gadis yang tak bersalah."
Sehun meraih sloki yang berisi wine. Ia menjawab tegas, "Perjanjian itu adalah perwujudan dari rasa bersalahku, semetara Nara ialah kuncinya. Aku tidak memanfaatkannya, diriku hanya menempatkan Nara sesuai dengan tugas yang harus dia lakukan untuk membayar atas jantung Ahra. Jika tidak begitu, Nara akan selalu merasa bersalah karena dirinya tak mengentahui kebenarannya." Pria itu lalu duduk di sofa yang letaknya tak jauh dari Daniel.
"Nara tak berhutang budi sama sekali pada Ahra," sergah Daniel. Ia melemparkan dokumen ke atas meja. "Itu adalah keterangan dari dokter yang pernah melihat Ahra berupaya mendorong Nara saat mereka di lantai paling atas rumah sakit. Selain hal tersebut, Ahra juga beberapa kali mencoba mencekik Nara," ungkap Daniel geram, rautnya mengeras. "Bukankah kau mencintai Nara, Hyung? Apa kenyataan bahwa Nara menderita tidak menyakitimu?" lanjutnya.
Sehun tersenyum simpul. Dia enggan menjawab sebab pikirannya terbelah menjadi dua antara yang diperlihatkan sekarang dengan yang disembunyikan. Perasaan Sehun memang membeku untuk orang lain, namun tidak apabila sudah membicarakan mengenai Nara.
Daniel memberikan beberapa foto lagi kali ini potret tersebut menampilkan keadaan Nara. "Dia masih bermimpi buruk setiap tidur. Nara hanya bisa beristirahat jika meminum obat penenang. Tapi, itu tak dapat dikatakan istirahat karena setiap bangun, gadis itu semakin sedih karena mimpinya." Daniel menekan diafragma. "Paling tidak, kembalilah pada Nara. Dia sama sekali tak mengerti apa yang terjadi. Nara hanya merindukanmu," sambungnya. Selanjutnya, Daniel membuka dokumen yang ada di atas meja. "Guanlin menemukan rekaman CCTV tentang pria yang membawa Ahra ketika mabuk. Kami sedang menyelidikinya―"
"―Namanya Lee Younhwan. Dia adalah salah satu teman dekat Ahra. Aku sudah mengetahuinya," potong Sehun. Ia menghela napas, lalu bersandar ke sofa. "Aku telah menghajarnya sampai dia sekarat. Tapi, bukan dia pelakunya. Ada seseorang lagi yang mengambil Ahra ketika mabuk saat itu, setelah mereka keluar dari klub."
Daniel menautkan alis. "Siapa? Maksudku, apa tidak ada rekaman CCTV yang lain. Aku pasti dapat menemukannya."
"Semua rekaman saat kejadian itu lenyap begitu saja." Sehun memijat pelipis. "Aku benar-benar membutuhkan ingatan Nara," sambungnya.
"Temui Nara, Hyung. Kau akan mendapatkan ingatannya. Nara tak bercerita banyak padaku," timpal Daniel lantas membuat Sehun mengangguk.
Benar, Sehun setuju dengan mudah.
Bukan, Sehun tak hanya ingin ingatan gadis itu.
Sehun juga merindukan Nara.
Sangat merindukannya.
-oOo-
Halo, terima kasih sudah membaca cerita ini. Aku harap kalian suka. Cerita ini juga bisa kalian baca di twelveblossom.wordpress.com. Jika kalian ingin chit chat membahassoal Sehun dan cerita ini bisa follow aku di twitter @.twelveblossom hehhehehe. Byee di part selanjutnya ;D
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sehun Fanfiction] Dear Husband - END
FanficJung Nara: Gadis berusia dua puluh dua tahun memiliki kelainan jantung bawaan yang hidup baik-baik saja setelah operasi. Dia seperti orang normal, kehidupan yang sederhana meskipun dari keluarga kaya. Nara tidak pernah jatuh cinta karena ia sudah ke...