Tiga

1.2K 109 0
                                    

'Aku harus pergi dari rumah Bibi syaira ...'

Sepintas pikiran Sindi digelisahi oleh kalimat itu yang berulangkali berputar di dalam kepalanya.

Sindi duduk gelisah memeluk lutut, sebentar lagi bibi Syaira pasti akan melampiaskan kemarahan padanya, akibat dari pertengkarannya dengan paman Damian.

Sebab barusan tadi, Sindi baru saja melihat paman Damian selesai mandi dan berpakaian rapi.

Jam berdentang enam kali. Margareth dan Symon belum kembali semenjak pulang sekolah. Kedua anak itu memang senang berkeluyuran, entah apa yang mereka lakukan di luar sana. Sindi sendiri heran, karena bibi syaira nampaknya tidak pernah mencemaskan mereka.

Tap Tap Tap

Langkah Paman Damian terdengar menuruni anak tangga. Yang diikuti oleh Bibi Syaira dengan kecerewetannya.

Kreekk

Jendela kamar dibukanya perlahan. Sindi kecil mengendap keluar melalui jendela, perlahan, dan menjaga agar tubuhnya tidak jatuh. Sindi melangkah dengan berpegangan pada plafon, meski akhirnya gadis itu ...

Brrukkkk

Tubuh kurus itu terjatuh, hingga sejenak Sindi meringis dalam temaram lampu, airmata menggenangi di kedua pipinya, namun Sindi tak boleh menyerah, sudah terlanjur!

Gadis kecil itu berdiri, dan menyeret langkahnya tertatih, melewati pekarangan samping rumah, dan menyelinap melalui pintu kecil yang menuju ke belakang rumah. Entah apa yang ada dibelakang sana, entah ada jalan atau tidak, yang penting Sindi keluar dari rumah bibi Syaira.

Sebuah jalan setapak, gelap dan sama sekali tak memiliki penerangan. Bau sampah seketika menusuk hidung Sindi, rupanya, di belakang rumah bibi Syaira adalah tempat pembuangan sampah.

Sindi berjalan dengan berpegangan pada pohon-pohon besar, sambil berdoa semoga tak satupun orang menemukan dirinya. Atau semoga tak ada ular, atau binatang lainnya yang akan membuat Sindi menjerit ketakutan.

Dari kejauhan Sindi melihat nyala lampu-lampu, pertanda sebentar lagi ia akan sampai di jalan besar.

'Aku akan menemui Bill, rasanya ... Aku ingat jalan menuju rumah Bill.'

*

Setelah menempuh perjalanan lebih kurang satu jam, Sindi sudah tiba dikediaman Bill, yang lengang. Semoga benar rumah Bill ...

Seorang perempuan membukakan pintu untuk Sindi, dan tertegun.

"Bukankah kau Sindi?" Sindi mengangguk senang. Ternyata Ia benar, ini adalah kediaman Bill.

"Bill?"

"Masuklah, Bill ada sedang memberi makan Anjing-anjingnya," Sindi mengangguk pelan.

Setidaknya malam ini, Sindi dapat menumpang tidur sebelum besok melanjutkan rencana pulang ke rumahnya.

"Sindi?!" Gadis itu berdiri dan menghambur ke dalam pelukan Bill. Tangisnya pecah dalam dada pria dewasa yang sudah ia anggap seperti keluarga. Bill baik pada Sindi, untuk itulah Sindi tak sungkan padanya.

"Apa yang kau lakukan selarut ini, Sindi?" Bill menjauhkan tubuhnya, dan menggenggam pundak Sindi sambil menatapnya.

"Aku, Aku meninggalkan rumah bibi Syaira," jawabnya disela isak tangis. Bill dan perempuan yang tidak Sindi kenali itu saling pandang.

"Tidurlah, kita bicarakan besok pagi. Misel sayang, Aku minta tolong antarkan Sindi ke kamar tamu," Perempuan bernama Misel mengangguk.

"Ayo," Sindi mengangguk setelah mengucapkan terimakasih. Sindi memang anak yang manis, anak yang tahu diri dan sopan santun. Semua itu karena Ibu yang mengajarinya.

*

"Kita tidak mungkin membiarkan dia tetap berada disini, Bill. Aku mohon, besok pagi hubungi Nyonya Syaira, dan katakan padanya jika Sindi berada disini,"

"Tapi Misel, biarkan beberapa hari Sindi disini. Aku rasa ada sesuatu hal yang membuat Sindi kabur dari rumah Nyonya Syaira,"

"No, Bill ... Aku tidak ingin menanggung resiko apapun, antarkan Sindi kerumah Nyonya Syaira, atau Aku akan menghubungi Polisi?!" nada suaranya meninggi.

Sindi berdebar di balik pintu kamar. Kehadirannya disini ternyata tak disukai oleh Misell. Padahal, Sindi hanya menumpang Satu malam saja. Itupun karena hari sudah larut, jika tidak, Sindi tidak akan berada disini, terlebih jika Bill, ternyata sudah memiliki pacar yang tinggal bersamanya dirumah ini.

'Tidak-tidak! Aku tidak mau kembali ke rumah bibi Syaira, Aku tidak mau bertemu lagi dengan Symon dan Margareth!'

Sindi melompat ke atas tempat tidur, ketika mendegar suara langkah mendekati kamar dimana ia berada.

Cklek

Seseorang mendekat, meraih selimut dan menutupi tubuh Sindi. Tangan kekar itu mengusap kening Sindi penuh rasa sayang, dikecupnya beberapa lama pipi Sindi, dan tak lama, ia pergi,
ya ... Itu Bill, Sindi tahu Bill sangat menyayanginya, tapi Sindi paham, ada Misell yang tidak menyukainya.

Satu jam kemudian, Sindi bangun. Mendengarkan dengan seksama suara di luar sana. Sunyi, mungkin Bill dan Misell sudah pergi tidur.

Sindi mengenakan kembali mantel Cokelat hadiah ulang tahun dari Papa setahun yang lalu. Dan mengenakan pula tas ranselnya, juga sepatu boots yang ia taruh dikolong tempat tidur.

Cklek

Berdebar, Sindi membuka satu demi satu pintu. Kedua matanya mencari keberadaan Bill ataupun Misell. Dan kembali melanjutkan langkah, dengan mata terpejam, gadis kecil itu memutar anak kunci.

Klik
Cklek

Sindi menahan napas saat menutup pintu. Lalu berlari sekuat tenaga meninggalkan rumah Bill yang memang tak memiliki pagar.

'Aku harus pulang kemana? Wahai peri malam, wahai kunang-kunang, temani aku pulang. Aku .. Aku akan kembali ke rumah Ibu ...'

Sindi mengikuti ucapan Ibu, setiap kali Ibu bercerita sebelum tidur, tentang seorang Peri yang tersesat di Hutan belantara.

Sindi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang