Sebelas

972 74 0
                                    

"Sindi, Aku ingin menanyakan satu hal padamu," ujar Bill. Disela mulutnya yang sibuk melumat es krim ditangannya.

"Apa?"

"Memangnya, kau pikir Pulau Venesia berada dimana?" tanya Bill. Sindi menghentikan acara menjilati es krimnya, kemudian menggeleng.

"Aku sendiripun tidak tahu, makanya aku ingin ikut dengan Juni untuk menemui tempat itu," jawabnya.

Bill menggeser posisi tubuhnya lebih dekat dengan Sindi, membuat Sindi berpaling sejenak, lalu mengernyit. Seolah bertanya, apa yang Kau lakukan, Bill.

"Dengar, Pulau Venesia tidak ada, Sindi. Tidak pernah ada dalam Peta Dunia sekalipun. Pulau Venesia memang tidak ada..." Sindi, dengan wajah merengut menatap Bill.

"Bill, apakah Kau tidak mempercayaiku?" tanyanya. Bill menggeleng cepat.

"No! Bukan itu maksudku, Sindi. Dengarkan aku dan jangan memotong ucapanku. Begini, aku sangat menyayangimu seperti pada anakku sendiri, aku mengkhawatirkanmu, dan aku tidak ingin kau larut dalam... Peristiwa yang merenggut keluargamu.
Jadi kumohon padamu, berhentilah bermain-main Sindi, ayolah, fokus pada masa depanmu dan cita-citamu...

"Bukankah kau ingin keliling dunia dengan gitar kesayanganmu?" ucapan Bill membuat Juni, tiba-tiba berdiri dan meninggalkan mereka berbicara berdua.

"Juni!"

"Tak ada Juni, Sindi!" hardik Bill. Sindi menepis tangan Bill dengan sangat keras, lalu menatap wajah Bill dalam-dalam.

"kau jahat! Kau membuat Juni marah! Kenapa Kau tidak mempercayai Aku, Bill?! Bukankah kau bilang jika kau menyayangi aku? Tapi sikapmu ini benar-benar menyebalkan!" teriak Sindi. Lalu berdiri dan hendak mengejar Juni.
Namun buru-buru Bill mencengkeram lengan kecil Sindi.

"Sindi, dengarkan Aku!"

"Lepas!" Sindi mengibaskan tangan Bill dalam satu hentakkan, lalu berlari mengejar Juni.

"Sindi awaaas!"

Braakkkkk

Ciiiitttttttttt

Tubuh Sindi berputar hingga tiga kali, kemudian terpental lebih kurang dua Meter. Pengemudi mobil yang menabraknya masih duduk di balik kemudi dengan wajah pucat, kedua matanya menatap jalanan tak bergeming.

"Pak! Turun! Antarkan gadis ini ke rumah sakit!" seruan dari luar membuat sopir tersadar. Dengan buru-buru sang sopir membuka pintu, kemudian membuka pintu belakang dan membantu Bill mengangkat tubuh Sindi yang mengeluarkan darah cukup banyak dibagian kepala.

Mobil melaju cepat, menuju rumah sakit dan dengan Bill yang menangis. Ya, pria itu menangisi Sindi, menangisi kebodohannya yang tak mempercayai Sindi. Namun Bill memang tidak percayai bahwa keberadaan Juni maupun Bella benar-benar ada!

*

"Sindi, kenapa Tuhan menciptakan dunia yang berbeda?"

"Sindi, kenapa Aku tidak dapat memeluk Ibuku?"

"Sindi, kenapa ada orang baik dan jahat di dunia ini?"

"Sindi, kenapa Aku jadi hantu?"

"Sindi, Kau dimana? Bukankah Kau tahu jika aku takut gelap?
Sindi ...
Sindi jangan tinggalkan aku!"

Juni tersadar, kepalanya tiba - tiba merasakaan sakit. Ia tertidur dibalik selimut Sindi, sepulangnya Ia meninggalkan Sindi di taman.
Diluar kamar, Ia mendengar kegaduhan.

"Apa?! Sindi masuk rumah sakit? Baiklah, aku segera kesana!"

Klik

Syaira meletakkan gagang telepon. "Margareth!" serunya kemudian.
Gadis berambut panjang itu menjulurkan kepala dari atas.

Sindi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang