Delapan Belas

845 81 0
                                    

"Maaf, Aku tidak bisa menerima lamaranmu, Nizar. Aku tahu rumah tanggaku dengan Damian jauh dari baik-baik saja, tapi untuk berpisah, Aku tidak memikirkan ke arah sana sama sekali. Aku mencintai Damian dengan segala keburukan sifatnya. Aku harus pergi, sebentar lagi Damian pulang dan Aku sedang tidak ingin bertengkar dengannya, Nizar. Mengertilah, dan maafkan Aku..." terang Syaira.

Nizar mengembuskan napas, kemudian melonggarkan dasi yang seakan mencekik lehernya yang tercekat. Nizar berpikir jika Syaira akan dengan mudah menyetujui niatnya untuk menikahi Syaira, dan melepaskan Damian.

Namun ternyata Nizar salah besar! Syaira, memang benar-benar perempuan perkasa!
Sayangnya, Damian tidak pernah melihat hal itu dalam diri Syaira.

Mobil yang dikendarai Syaira melintasi jalanan, Syaira berkonsentrasi pada jalan, dengan pikiran yang tertuju pada Damian. Satu kelokan lagi akan ia lewati, dan kakinya dengan cepat menginjak pedal rem. Ketika di depan sana, sebuah mobil menyalipnya dengan tiba-tiba, lalu menghadang mobil yang dikendarainya.

Ciitttttt

Suara rem berdecit menyakiti telinga.

'Damian ...'

Damian memaksa Syaira untuk turun. Sementara itu, beberapa pengemudi kendaraan nampak menatap Mereka sekilas, namun tak ada satupun yang berhenti untuk mencari tahu apa yang terjadi.

"Lepaskan Aku, Damian!" Syaira dengan kesakitan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Damian pada bahunya.

"Dari mana Kau Syaira?! Menemui pria itu, Hah!" hardik Damian.

Syaira tidak tahu dari mana Damian tahu soal Nizar, itu bukan hal penting saat ini. Syaira hanya ingin terlepas dari cekalan Damian. Disamping itu, syaira pun malu jika orang-orang melihat pertengkaran dua dewasa dijalanan.

"Damian lepaskan Aku! Baiklah, Kita selesaikan dirumah, malam ini juga!" hardik Syaira, kedua matanya menatap mata Damian yang seakan menyala berkilatan api.

Syaira mendorong tubuh Damian, kemudian menutup pintu mobil dan melajukannya.

'Baik, jika itu yang Kau inginkan, Damian ...' pikirnya.

Damian mengikuti mobil Syaira, dan kedua mobil itu berhenti dipekarangan. Keduanya keluar dari mobil masing-masing dengan saling diam, kecuali emosi dari dalam diri Mereka yang bergejolak.

Bruggg

Pintu ditutup oleh Damian. Ia duduk gusar, emosinya benar-benar tak stabil. Namun sepertinya malam ini Damian waras, tidak tercium bau Alkohol dimulutnya.

Di atas sana, Margareth dan Symon seperti biasa, menguping pertengkaran yang sebentar lagi akan meledak.

*

"Baiklah Damian, selama ini Aku mencoba bersabar menghadapimu! Meski terkadang aku pun memberontak terhadap dirimu, hal itu semata karena Aku tidak ingin menyakiti Anak-anak," suaranya terdengar bergetar.

"...."

"Selain itu, Aku sangat mencintaimu dan kau tahu itu. Tak pernah berubah! Tapi semakin hari, sikapmu benar-benar di luar batas kelakuan Manusia, Damian! Aku sepertinya menyerah ..." suara Syaira naik satu oktaf. Ia menggigit bibirnya untuk menahan tangism

"Ooohh kau ingin lari bersama kekasihmu itu, syaira?! Hahaha .." Damian masih saja mengungkit soal itu. Dan hal itu membuat emosi Syaira semakin meningkat.

"Jangan mengalihkan pembicaraan seolah Aku yang salah dalam hal ini, Damian! Aku tanya padamu, kurang apa aku ini untukmu? Kurang apa Aku selama ini padamu, brengsek?!"

"...."

"Aku bahkan rela mengurusi kedua anakmu hasil dari perselingkuhanmu dengan para wanita biadab itu?! Kurang apa Aku ini, bangsat?!" suara Syaira menggelegar.

Tak hanya menggetarkan rumah, namun menggetarkan jiwa kedua anak Mereka yang sedari tadi mendengarkan pertengkaran itu. Menggetarkan dada Damian, dan tiba-tiba hening. 
Yang terdengar hanya isak tangis Syaira, dan jantung-jantung yang berdegup kencang.

Syaira berdiri, kemudian beranjak menaiki tangga. Damian tak mengejar, ia masih duduk termenung dan kata-kata Syaira tadi berhasil menampar dan mencabik-cabik keperkasaannya.

*

"Ibu ..." suara lirih Margareth membuat Syaira menghentikan langkah. Wajahnya nampak terkejut, namun dingin dan datar. Syaira melanjutkan kembali langkahnya.

Brughh

Ia menutup pintu kamarnya pelan. Dari balik pintu, tangisnya pecah. Ia menyesali perkataannya tadi.

Sungguh, Syaira sangat menyesalinya. Padahal, Ia dan Damian sudah sepakat untuk tidak membahas soal itu, namun kelakuan Damian yang di luar batas, akhirnya membobolkan rahasia yang mestinya tak pernah terkatakan.

Syaira bergegas, membereskan semua pakaiannya ke dalam koper. Syaira sudah tidak sanggup menemani Damian.

Bukan! Syaira bukan ingin menarik ucapannya pada Nizar, cintanya sudah Ia berikan sepenuhnya pada Damian, kehadiran Nizar Ia anggap sebagai hiburan semata, ditengah pergolakan hatinya saat itu.

Cklek

Pintu terbuka, Margareth dan Symon berdiri menatap Syaira.

"Ibu ..." gumam Margareth. Syaira tak bergeming, hanya airmatanya yang terus tumpah.

"Apakah benar kami bukan anakmu, Bu?" pertanyaan Symon menghentikan gerakan Syaira.

Perempuan itu memejamkan mata, sakit rasanya, mendengar Kedua buah hati yang Ia besarkan dengan sepenuh cinta, menanyakan hal yang paling Ia takuti sejak lama.

"Symon, Margareth, Aku butuh waktu untuk menyendiri..." gumam Syaira dengan suara bergetar.

"Bu, jangan pergi..." Margareth terisak.

"Kami berjanji tidak akan menyakitimu lagi, Bu..." pinta Symon.

Syaira menepiskan tangan Symon pelan. Ia meraih koper dan bergegas pergi. Meninggalkan Margareth dan Symon yang menangis sambil menatap kepergiannya.

Di bawah sana, di atas sofa Damian menatap Syaira yang terburu menuruni anak tangga. Tubuhnya seakan terasa kaku, bahkan untuk memanggil Syaira saja pun tak sanggup ia lakukan. Damian hanya diam mematung, menatap istri yang menemaninya dengan tabah itu keluar melalui pintu rumah mereka. Kemudian yang terdengar hanya suara mesin mobil yang menderu, meninggalkan kediaman keluarga Damian, lalu menjauh.

Sindi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang