Dua puluh

892 70 0
                                    

Margareth berdiri mematung, dengan gagang telepon masih menempel ditelinganya. Gadis kecil itu masih mendengar seseorang berbicara di seberang sana, disela riuh Sirine dan teriakan orang-orang. Matanya masih nampak sembab, sisa-sisa tangis yang seakan tak pernah surut. Dan saat ini, airmatanya kembali tumpah ruah.

"Margareth, ada apa?!" Symon yang melihat Adiknya seperti itu langsung mendekat.

Margareth diam, Ia menghambur dalam pelukan Symon.

"Hey ada apa?! Katakan padaku siapa yang menelpon barusan, Margareth!" Symon menggoyahkan bahu Margareth yang bergetar.

"Ayah, Symon... Ayah meninggal dunia karena kecelakaan..." jawab Margareth, suaranya tenggelam bersama isak tangisnya yang semakin kencang.

Symon mencengkeram bahu Margareth kuat-kuat. Airmatanya jatuh, benarkah apa yang didengar olehnya barusab?
Ayah, apa yang sebenarnya terjadi pada Damian?

*

Malam itu, Damian mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dalam keadaan mabuk.
Sore sebelumnya Damian sempat pulang, dan mendapati Syaira benar-benar sudah tidak ada, tak kembali.
Bukan hanya itu, Damian menemukan secarik surat yang diselipkan Syaira pada lipatan baju.

Damian

Aku sudah tidak tahu harus bagaimana, Aku merasa menjadi satu-satunya perempuan paling bodoh saat ini. Aku menyesal, telah mengatakan segalanya di depan Symon dan Margareth. Aku menyayangi mereka seperti Aku menyayangimu.

Ini bukan salahmu, namun salahku yang tak memiliki kesabaran seluas Samudera. Salahku karena tidak mempunyai kesabaran yang tidak berbatas dalam menghadapimu.

Aku pergi, maafkan Aku. Dan sampaikan pada Symon dan Margareth, betapa aku menyayangi mereka.
Padamu, segala cintaku sudah kuhabiskan. Tak ada yang lain, tidak Nizar atau pria manapun yang sanggup menggantikan dirimu.

Syaira Jonshon

*

Damian diam, untuk pertamakalinya pria itu menangisi Syaira. Damian meremas surat dari Syaira, penyesalannya sepertinya tidak lagi berarti, sebab Syaira telah pergi.

Damian tahu Syaira tidak akan pernah kembali, sebab Damian tahu betul bagaimana dan siapa Syaira. Perempuan itu akan meninggalkan apapun yang telah membuatnya terluka, seperti Ia meninggalkan keluarganya demi hidup bersama dirinya.

Vonis kepada Syaira yang tidak dapat memiliki keturunan, adalah satu-satunya alasan Damian bersikap tolol dan ceroboh!

Memangnya salah siapa?
Bukankah Tuhan maha berkehendak? 
Seandainya Damian menyadari akan hal itu, barang tentu rumah tangga Mereka tidak akan seperti ini.

Damian meninggalkan rumah, pergi ke sebuah Bar dan minum banyak sekali. Selalu saja otak bodohnya lebih mengendalikan dirinya, dalam keadaan terpuruk seperti itu.

Pelayan Bar mengusir Damian karena meresahkan. Beberapa kali Damian berseteru, dan terlibat adu fisik di dalam Bar, sehingga pelayan dan petugas keamanan Bar mengusirnya.

Damian pergi, dalam keadaan mabuk dan mengemudikan mobilnya dalam kecepatan tinggi. Sehingga tabrakan dengan sebuah mobil pengangkut bahan bangunan pun tak dapat terelakkan.

Mobil yang dikendarai Damian oleng, dan naasnya tubuh Damian terjepit badan mobilnya, dan mobil besar yang bertabrakan dengannya.
Damian tewas di tempat kejadian, tanpa sempat mendapat pertolongan.

Entahlah ini pantas Ia dapatkan sebagai balasan atas dosa-dosanya, atau justru sebuah petaka bagi Syaira dan Kedua anaknya.

Entahlah, yang jelas Tuhan maha adil.

*

Mother, don't worry, I'm fine.
Promise to see you this summer.
This time there will be no delay.
Mother, how are you today?

I found the man of my dreams.
Next time you will get to know him.
Many things happened while I was away.
Mother, how are you today?

Mother, how are you today?
Here is a note from your daughter.
With me everything is ok.
Mother, how are you today?

Ahh... Ahhaaa.

Many things happened while I was away.
Mother, how are you today?

*

Senandung itu masih terdengar. Terdengar lemah dan hampir tak mengeluarkan suara sama sekali, keluar dari bibir pucat dengan kelopak mata menghitam dan tatapan yang kosong ke arah jendela.

*

Jendela, adalah tempat yang paling Ia sukai, untuk menatap jalanan lengang, atau menatap air hujan yang jatuh menetes satu demi satu di halaman.

Atau, tempat dimana Ia dapat menyaksikan capung-capung terbang kemudian hinggap pada kayu jendela, dan menggodanya untuk mengalihkan dunianya dari lengang jalan.

Tangannya terangkat, gemulai ia mulai menari tanpa musik, bersenandung tanpa lirik. Matanya terpejam, di dadanya, sorak sorai menggema menyambut tarian jemari pada dawai yang tiada.

Senyumnya mengembang, tatkala Ia membungkukkan badannya, kerlip blitz yang tiada, menyilaukan pandangannya, yang tertiadakan.

Di sana, dari balik kaca seseorang berdiri, menjatuhkan airmatanya. Menatap nanar pada apa yang dilihatnya dari balik jeruji besi berwarna putih bersih itu.

Ada apa?

Sindi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang