Sembilan

1K 84 0
                                    

"Lihat Anak baru itu, wajahnya setiap hari seperti itu. Siapa yang mau berteman dengan Anak seperti dia?"

"Aku juga merasa aneh dengan Dia, setiap hari duduk sendiri dibangku taman. Mana enak menyantap bekal sendirian ..."

Bisik-bisik itu tak didengar oleh Sindi. Sindi memang tidak pernah mempedulikan apa kata mereka. Setiap jam istirahat, baginya cukup duduk di taman, menyantap bekal dan berbicara dengan Juni.

Juni sangat menyenangkan, selalu ada saja yang diceritakannya pada Sindi. Seperti siang itu, Juni begitu bersemangat menceritakan Pulau Venesia tempatnya tinggal.

"Aku ingin kesana, Juni!" seru Sindi, waktu Juni mengatakan jika di Pulau Venesia, anak-anak dibebaskan bermain di pantai seharian, pada saat hari Minggu. Sebab pada hari libur itu, dipesisir pantai kerap diadakan sebuah pasar malam. Anak-anak berlarian telanjang kaki, sambil menikmati gula-gula, atau berbagai macam jajanan yang lezat.

"Ayo kita bertualang, Sindi! Aku juga rindu pada Ibuku..." wajah Juni murung.

"Apakah kita akan cukup waktu hanya dengan seharian, Juni?" tanya Sindi dengan mata berbinar.

"Tentu saja! Aku akan meminta Bella menemani, dan menunjukkan jalan untuk Kita," sahut Juni.

"Baiklah, sabtu besok kita akan bertualang, juni!" seru Sindi bersemangat.

"Sepakat!" keduanya melakukan toast.

*

"Symon, apa ini?!" Syaira menjatuhkan kertas pada pangkuan Symon, yang tengah duduk ditepian ranjang.

"Katakan ini apa?!" ulang Syaira.

"Apa Kau masih peduli denganku, Bu?" tanya Symon. Syaira mendengus kencang.

"Apa maksudmu?! Kau tidak lihat bagaimana kelakuan Ayahmu, Symon?! Tolong mengerti keadaanku! Jangan hanya menambah kekesalanku!"

"Tapi aku anakmu, Bu!"

"Aku Ibumu! Kau mau apa?! Bukankah semua sudah kuberikan, apapun yang kau ingin selalu kutiruti?! Lalu apa lagi? Ibu hanya ingin Kau belajar sungguh-sungguh, Symon!

"Tapi apa?! Kau bolos selama satu bulan penuh, kemana saja Kau?!" teriakan bibi Syaira sudah benar-benar tak terbendung.

Perempuan itu keluar dari kamar Symon sambil menangis histeris, membanting pintu dan berlari menuju kamarnya.

"Sudah kuduga akan berakhir seperti ini... Sabarlah jagoan, ckckckck..." ujar Margareth, yang kemudian dipukul oleh Symon.

"Ibu belum tahu saja bagaimana kelakuanmu, Margareth!" balas Symon.

Margareth diam, sesungguhnya Ia sendiripun memiliki masalah, hanya tinggal menunggu waktu, dan Ibu akan meledak seperti pada Symon tadi.

*

"Sindi, ada Event Musik yang diselenggarakan Satu bulan lagi. Apa Kau mau ikut?" tanya Bill, seusai keduanya melakukan latihan.

"Dimana?"

"Pusat kota," Sindi diam sejenak.

"Ada lagu wajib yang dibawakan?" tanyanya kemudian. Bill mengangguk.

"Nirvana, Sliver!" jawabnya. Sindi mengernyit, tapi senyumnya kemudian melebar. Gadis itu menjentikkan jari.

"Itu sih gampang!" kekehnya. Bill tahu jawaban Sindi. Meski sesungguhnya Event itu ditujukan untuk orang dewasa, tapi Bill yakin Sindi bisa melakukannya.

"Baiklah, Kau harus fokus pada latihan dan pikirkan lagu yang akan kau bawakan , Sindi. Dan ehm... Apa kabar temanmu?" tanya Bill.

"Juni dan Bella maksudmu?" tanya Sindi sambil mengangkat kedua alis.

"Ya, tentu saja! Siapa lagi... Temanmu 'kan hanya mereka," Bill terkekeh, Sindi tidak suka mendengar caranya tertawa itu.

"Kenapa suara tawamu aneh sekali Bill?" tanyanya dengan bibir mengerucut.

"Aku hanya ingin mengingatkanmu sekali lagi Sindi, bermainlah di luar, dengan teman-temanmu," Bill mengatakannya hati-hati sekali, malah sambil menggaruk pipinya yang tak gatal sama sekali.

"hahaha Kau ini aneh Bill! Coba, seandainya aku membalikkan ucapanmu, ehmm .. Seperti ini, Bill, ayolah, bermainlah dengan kawan-kawan priamu! Bermain bola, Volley, Bulutangkis, atau apalah. Jangan bermain dengan Misell melulu setiap hari," ledek Sindi mengikuti cara bicara Bill.

Kedua alis Bill sampai mengkerut memperhatikan gerak gerik Sindi yang aneh itu.

"Kau... Ahh memang paling susah kuberitahu, Sindi!" gerutunya kemudian.

Sindi terkekeh, melompat dari tempat duduknya kemudian menyilangkan tali gitar pada bahunya.

"Aku pulang! Dan ingat, jangan katakan apapun lagi soal Juni dan Bella," Sindi menggerak-gerakkan telunjuk di depan hidung Bill.

"Satu lagi, hari Sabtu besok Aku libur latihan, Bill! Kami akan berpetualang ke Pulau Venesia!" teriak Sindi lalu melambaikan tangan.

"Astaga, Sindi! Tunggu!" namun anak itu sudah menghilang ditelan Lift. Tinggallah Bill yang mengurut keningnya memikirkan Sindi.

*

Plaakkkk

Margareth jatuh terjengkang di atas aspal. Kedua telapak tangannya terasa perih, karena baru saja menahan tubuhnya. Margareth menangis, dan memegangi pipi yang tadi ditampar dengan sangat kencang.

"Apa salahku, Kate?! Kenapa Kau memukulku?!" teriak Margareth disela isak tangisnya.

"Apa salahmu?! Memangnya kau lupa, siapa yang sudah melaporkan aku pada Mr. Lee, hehh!" Kate, gadis dengan rambut pirang itu menendang pelan kaki Margareth. Margareth menggeleng cepat.

"Aku... Aku tidak tahu siapa yang melakukannya, Kate! Aku bersumpah tidak melaporkan apapun pada Mr. Lee! Meski aku tahu betapa nakalnya dirimu!" Kate mendekati Margareth, berjongkok kemudian menarik rambutnya hingga wajahnya menengadah dan meringis.

"Katakan sekali lagi, Kau bilang aku nakal, hahh!"

"Ampuuun! Tapi... Lepaskan aku, Kate!" Margareth menangis kian kencang, saat Kate tidak juga melepaskan cengkeramannya.

"Margareth!" Keduanya menoleh pada asal suara.

"Sindi! Sindi tolong Aku!" seru Margareth. Sindi diam,

"Juni, menurutmu aku tolong dia atau tidak?" bisik Sindi.

"Bukankah dia jahat padamu, Sindi? Tapi terserah dirimu, Kau tahu harus bagaimana," jawab Juni dengan tangan menyilang didada.

"Sindi tolong Aku!" pekik Margareth sekali lagi.
Sindi melangkah, pergi meninggalkan sepupunya yang tengah ditindas oleh teman sekelasnya itu, Kate.

"Sindi..."

"Hahaha bahkan sepupumu yang kurang waras itupun tidak mau membantumu, Margaretha ckckck..."

Kraakkkk

Aaarrrgggghhhh

*

"Hey, Margareth Kau kenapa?!" Symon menghampiri Margareth kemudian memapah adiknya tersebut memasuki rumah.

"Sindi! Ini gara-gara anak sialan itu!" geram Margareth sambil sesekali meringis menahan lengannya yang sakit akibat diinjak sangat kuat oleh kaki Kate yang mengenakan sepatu kulit.

"Sindi? Apa yang dia lakukan padamu?!"

"Memang tidak melakukan apa-apa, tapi seandainya dia menolongku, hal ini tidak akan terjadi. Kau tahu Kate, 'kan?" Symon mengernyit.

"Kate? Teman sekelasmu yang sering membully?" tanyanya. Margareth mengangguk.

Memangnya Kate yang mana lagi!

"Dia menuduhku melaporkan kelakuan dia ke Mr. Lee!" Symon menatap lekat mata Margareth.

"Ahhh iya iya, Aku memang melakukannya! Tapi tidak sendiri, bersama lusi dan Diana juga," lanjutnya. Symon memang tidak bisa dikibuli!

Sindi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang