Delapan

1.1K 92 0
                                    

Berlari kecil, dengan sebuah gitar yang turut melompat-lompat dipunggung gadis kecil itu, menyusuri trotoar jalan yang lengang, ditemani cuaca yang teduh.

Sindi bersenandung kecil, ini adalah pertamakalinya Ia merasa cukup senang. Sebab hari ini, Ia akan kembali pada kegiatan yang selama setahun tidak pernah Ia lakukan lagi.

Bill menyambut hangat kedatangan Sindi. Keduanya berjalan memasuki Studio Musik milik Bill yang nampak cukup ramai, oleh anak-anak yang sama-sama menyalurkan bakat Mereka dalam bermusik.

"Sindi! Apa kabar? Senang Kau kembali!" seseorang berseru dari balik pintu ruang Piano.

Sindi menoleh, lalu melambaikan tangan dan melemparkan senyum. Kemudian berlalu begitu saja. Bill, mengedipkan mata pada gadis yang menyapa Sindi tadi.

'Kenapa Sindi jadi aneh begitu ...'

"Sudah siap?" tanya Bill. Sindi mengangguk pasti. Sambil mengeluarkan gitar kesayangannya dari dalam sarungnya.

"Baiklah, Aku ingin mendengar kau memainkan nada dasar. Barangkali Kau melupakannya," ujar Bill sambil tertawa.
Do Re Mi Pa Sol La Si Du

Jemari kecil Sindi masih lincah menekan senar, seperti dulu. Perpindahan jari dari kunci A, B, C, D, E, F, G bahkan Mayor dan Minornya masih terlihat lincah, tak memperlihatkan kekakuan sedikitpun, meski sudah setahun lamanya gadis itu tidak melakukannya.

Bill tersenyum puas.

"Masih ingat lagu favoritmu, Rocker?" tanyanya kemudian.

Sindi mengangguk, tentu saja Sindi ingat. Sebuah lagu milik Emilia Rydberg dengan tembangnya Big-Big World memang selalu menjadi favorit Sindi sejak dulu.

Bill tersenyum untuk kesekian kalinya, Sindi memang anak yang berbakat!
Setelah begitu banyak peristiwa yang dilaluinya, tidak membuat gadis kecil itu melupakan cita-citanya, sebagai gitaris kecil yang memiliki impian berkeliling dunia atas talenta yang dimilikinya.

*

"Sindi, Aku ingin bicara denganmu," Sindi mengangkat kepala, dengan gitar masih berada dalam pangkuannya.

"Soal teman-temanmu," Bill menatap serius wajah Sindi.

"Maksudmu Juni dan Bella?" Bill mengangguk, Mereka duduk berhadapan.

"Sindi, dimana Kau bertemu dengan Mereka?" Sindi mengernyit, lalu menceritakan pertemuannya dengan Juni dan Bella.
Sindi memang tidak bisa merahasiakan apapun pada Bill. Bill, adalah sosok pria yang baginya tak beda dengan Ayah.

"Bagaimana jika Aku berpikir bahwa Juni dan Bella sesungguhnya tak ada?" tanya Bill seusai Sindi bercerita.

"Maksudmu? Semacam khayalan?" Sindi terkekeh sambil mengibaskan tangan. Bill mengangguk. Kedua matanya menatap wajah Sindi lekat.

"Tak percaya padaku itu adalah urusanmu, Bill! Tapi kau harus tahu jika mereka bukan khayalan. Juni bahkan menceritakan dari mana dirinya berasal. Ayah dan Ibunya, kakak perempuannya, dan Pulau Venesia tempat kelahirannya!" terang Sindi dengan mata berbinar.

Bill memegangi Kedua bahu Sindi, masih dengan wajah serius dan menatap wajah Sindi tanpa tersenyum.

"Jangan menatapku seolah Aku gadis kecil mengidap Depresi, Bill Howarck," gumam Sindi, sambil menyebutkan nama kepanjangan guru musiknya itu. Bill tertawa, mau tidak mau ucapan Sindi memang lucu ditelinganya.

"Dengar, bagaimana jika Aku berpikir bahwa kau memang sedang berkhayal, sindi?" tanyanya sekali lagi.

"Sudahlah, Kau tidak akan mengerti karena kau memang tidak dapat melihat keberadaan mereka, Bill," Sindi menepiskan tangan Bill dari bahunya.

Sindi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang