Enam belas

812 65 0
                                    

Sindi masih tertidur diatas tempat tidur Bill. Disampingnya, Bill dan Misel duduk merenung. Entah harus bagaimana mengatakannya pada Sindi, karena terlalu mustahil dan rasanya Sindi tidak akan mengerti apa-apa.

Luka pada punggung Sindi sudah diobati, akibat terjatuh sesaat sebelum Bill datang menyelamatkannya tadi. Misel bahkan tak henti melenguh, Ia lebih bingung sebab Sindi hanya mau bicara dengan Juni. Sedangkan keduanya sama sekali tidak dapat melihat keberadaan Juni.

Bill mengajak Misel untuk keluar dari kamar, membiarkan Sindi tidur tenang mungkin akan jauh lebih baik, setidaknya nanti, setelah ia bangun Mereka akan berbicara dengannya.

Cklek

Pintu ditutup perlahan. Juni yang sedari tadi mengawasi Keduanya, perlahan menghampiri Sindi. Dipegangnya tangan kecil Sindi, kemudian diusapnya perlahan.

"Sindi ..."

Sindi menggerakkan jemari, perlahan Ia membuka mata.

"Juni ... Kita dimana?" Juni menempelkan jari telunjuk pada bibirnya.

"Jangan bersuara terlalu kencang, Bill dan Misel baru saja keluar dari kamar ini, Sindi," bisik Juni.

Sindi bangun, seluruh tubuhnya terasa sakit. Ia mengedarkan pandangan, dari kaca jendela, ia melihat keluar kamar, gelap. Sindi mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi, hingga ingatannya kembali pada kejadian di dermaga siang tadi.

Wajah Sindi kembali terlihat marah, Sindi benci pada Bill! Karena dia telah menghancurkan impiannya untuk bertualang ke Pulau Venesia.

"Kita harus pergi dari sini, Juni. Bill jahat, Bill akan memisahkan Kita. Ayo kita pergi dari sini," Sindi menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, kemudian berdiri.

"Sindi, Kita harus hati-hati. Bill dan Misel ada di luar dan sedang berjaga," ujar Juni. Sindi menjulurkan  kepala keluar jendela, senyumnya mengembang.

"Jika lewat pintu tidak aman, ini jalan satu-satunya yang paling aman," ujar Sindi sambil menyeringai. Bill tertawa dengan mulut dibekap oleh tangannya sendiri.

"Kau memang cerdas, Sindi," ujarnya. Sindi tertawa.

*

Baru saja Satu kakinya berada di atas jendela, Sindi tertegun.
Diluar, perlahan Ia mendengar suara petikan gitar. Sindi tertegun lama.

Bill ...

Sebuah lagu dimainkan oleh Bill, salah satu lagu kesukaan Sindi, Dream Theater ...

Where did we come from
Why are we here?

Where do we go when we die?
What lies beyond?
And what lay before?
Is anything certain in life?

They say, "Life is too short, the here and the now"

And you're only given one shot
But could there be more?
Have I lived before
Or could this be all that we've got?

If I die tomorrow
I'd be alright
Because I believe that after we're gone
The spirit caries on

I used to be frightened of dying
I used to think death was the end
But that was before, I'm not scared anymore

I know that my soul will transcend
I may never find all the answers
I may never understand why
I may never prove what I know to be true
But I know that I still have to try

Move on, be brave, don't weep at my grave
Because I am no longer here
But please never let your memory of me disappear
Safe in the light that surrounds me
Free of the fear and the pain
My questioning mind has helped me to find
The meaning in my life again
Victoria's real, I finally feel
At peace with the girl in my dreams
And now that I'm here, it's perfectly clear
I found out what all of this means

Kemudian hening.

Sindi menghapus air matanya dengan kasar, gadis kecil itu beringsut dan tetap akan keluar dari rumah Bill. Bill jahat, Bill jahat, Bill jahat!
Itu yang mengusik pikirannya.

"Kau yakin, Sindi?" tanya Juni.
Sindi mengangguk. Dan Juni hanya mengikuti kemauan Sindi.

Kemauan Sindi, atau justru Juni lah yang memaksa Sindi untuk melakukannya?

Pulau Venesia begitu menawan hati Sindi atas semua cerita tentangnya ...

Sindi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang