Dua Puluh Satu

1.4K 117 13
                                    

Gadis kecil yang menikmati dunianya. Dunia luas yang berada dalam genggamannya sejak Satu tahun yang lalu...


*

Juni 2018

Adalah puncak dari segala kesunyian hatinya, kehampaan hidupnya. Adalah puncak dari segala ketakutan menghadapi masa depan.
Kedatangan dewa penyelamat terlambat, pada saat jiwanya telah hancur lebur.

*

Puncaknya terjadi beberapa saat yang lalu. Ketika seseorang dalam jiwanya memaksa ia untuk melakukannya. Kepergiannya dari rumah Damian, merupakan titik kebrutalan tertinggi dalam kejiwaannya.

Pertemuan dengan Sunny yang kemudian ia kekalkan dengan nama Juni, adalah satu hal yang harus Ia deklarasikan menjadi momen paling getir di dalam hidupnya.

Bulan Juni, setahun yang lalu semesta mencuri kebahagiaannya, merenggut orang-orang terkasih dalam hidupnya, merampas seluruh cita-cita dan keyakinan di dalam dadanya untuk menggapai masa depan.

Ia menemukan kembali hidupnya bersama Juni yang sejatinya tiada. Ia menemukan kembali tawanya ketika melihat Peri Bella terbang kian kemari dengan amat lucunya, yang sejatinya tiada.
Kecuali hanya seekor capung, yang beberapa waktu lalu mati ditangan makhluk-makhluk mengerikan yang sejatinya tiada.
Kecuali gerombolan anak-anak kecil sebayanya yang menangkap capung tersebut, kemudian menguburkannya di halaman belakang, ketika capung mengalami dehidrasi di dalam kotak kaca, kemudian mati.

Tak ada dermaga, kecuali sebuah bekas pelabuhan sunyi sisa-sisa kenangan yang berada di dalam ingatannya.
Dua tahun yang lalu, berempat, singgah di pelabuhan tersebut untuk menikmati senja.

Tak ada Pulau Venesia, kecuali sepenggal kisah. Ibunya bercerita kala senja di pelabuhan tua peninggalan Belanda, sebuah dongeng tentang sebuah Pulau yang berada di seberang lautan, di negeri Peri. Pulau Venesia, sebuah Pulau indah yang dihuni oleh ribuan Peri baik hati.

Terkisahlah, seorang Peri laki-laki baik hati yang terdampar di dunia Manusia, berkawan dengan gadis kecil cantik, dan mereka berpetualang. Menjelajahi dunia Peri, hingga seorang penyihir yang marah akibat tongkat sihirnya mereka curi, dan mengutuk gadis kecil menjadi seekor capung.

Tak ada teman, tak ada sahabat, tak ada keriuhan itu, kecuali kekosongan dan kehampaan dalam jiwanya...

Tak ada Juni, tak ada Sunny, tak ada Pulau Venesia. Tak Ada Peri Bella! kecuali seekor capung yang kerapkali terbang dan singgah pada jendela kamarnya.

Sunny, adalah khayalan yang berada dalam jiwanya sejak setahun yang lalu. Kemudian dengan skenario dalam jiwanya, makhluk tersebut jadilah Juni.

*

"Bill ..." suara Misel membuyarkan lamunannya. Perlahan Ia menghapus airmatanya, dan mengembuskan napas panjang.

Misel datang bersama Margareth dan Symon, serta Juanda. Sahabat Bill yang berprofesi sebagai ahli psikolog, yang sengaja Bill datangkan dari luar kota.

"Misel, bawalah Margareth dan Symon makan. Aku akan berbicara dengan Juanda sebentar," ujar Bill.

Misel mengangguk, lalu membawa keduanya pergi. Sekilas Margareth menoleh ke ruangan itu, ruangan berwarna putih bersih, dengan jeruji besi mengelilingi setiap pintu dan jendela.
Margareth terus menatapnya, meski langkahnya telah menjauh, sepertinya Ia tahu siapa yang duduk menatap kosong keluar jendela itu, dengan baju hijau toska yang melekat ditubuhnya.

*

"Bagaimana keadaannya, Jun?" panggilan Bill untuk Juanda.
Juanda menyesap kopi ditangannya, sebelum menjawab pertanyaan Bill.

"Sudah kuduga, gadis malang itu keadaannya sudah memburuk, Bill. Aku sungguh menyesalkan, mengapa kau tidak memberitahuku sejak setahun yang lalu..." jawaban Jun terasa sebuah hantaman yang teramat keras di dalam dadanya Bill.

"Apa dia bisa diselamatkan? Ya, kuakui ini salahku, Jun. Seharusnya sejak dulu Aku mengambil alih hak asuh untuknya, namun aku bisa apa, Jun. Surat wasiat orangtuanya menginginkan dia dirawat oleh adik kandungnya. Ya... Meski sesungguhnya Ibra tidak pernah tahu bagaimana caranya Tuhan mengambil nyawanya kemudian..." jelas Bill dengan penuh penyesalan.

"Sebenarnya masih bisa tertolong, jika kau tidak terlambat membawanya padaku. Gadis itu menderita Depersonalization Disorder akut, yang menganggap segala sesuatu benda yang ada disekitarnya seolah nyata dan hidup. Ini adalah kelanjutan dari Bipolar Disorder. Dimana segala tekanan yang ada dalam dirinya semakin bertumpuk, ditambah dengan keadaan yang semakin tidak kondusif, Sindi mengalami penurunan mental secara drastis menginjak tahun Kedua,"

"Apakah Sindi sudah berada dalam level yang jauh lebih buruk dari itu?" erang Bill.
Sayangnya Juanda menganggukkan kepala, membuat Bill benar-benar merasa sangat bersedih. Pria itu mengacak kasar rambutnya sendiri.

"Ingat Bill, Sindi hanyalah seorang gadis kecil. Dimana seharusnya ia berada dalam lingkungan yang baik. Kau ingat, dari riwayat hidupnya yang kau ceritakan padaku, ini sangat berat! Kehilangan orang yang dicintai itu sangat tidak mudah! Bukan hanya Satu, tapi tiga! Sindi kehilangan Tiga orang dalam sekali waktu. Pada saat dirinya ingin membuktikan kelihaian dengan mempertunjukkannya pada mereka!"

"..."

"Jangan tolol, Bill! Gunakan otakmu. Tidak akan seorangpun baik-baik saja setelah peristiwa tragis menimpa seseorang! Terlebih sesosok anak kecil seperti Sindi!

"Terlebih... Setelah itu dia berada dalam lingkungan yang buruk, pembullyan, situasi rumah yang diisi oleh teriakan-teriakan, kau pikir baik untuk pemulihan mentalnya?" Jun menghentikan ucapannya. Kemudian tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Tidak, Bill... Hal itu akan membuat keadaan Sindi semakin parah."

"Jadi?"

"Jelas, Sindi mengidap Skizofrenia akut. Tak mudah untuk mengembalikannya pada sosok gadis manis, Bill ..."

"Maksudmu?!"

"Akan butuh waktu yang sangat panjang untuk mengembalikan kesadarannya, lima belas, atau dua puluh tahun kemudian ..."
Bill, pria itu tubuhnya bergetar hebat.

*

Satu tahun berlalu, Syaira menghabiskan hidupnya disebuah desa terpencil. Membawa seluruh kenangan dalam hidupnya, serta menguburnya dalam-dalam. Dia mengabdikan diri pada sebuah Sekolah Dasar, dan memulai hidup barunya sebagai Guru.
Syaira mencintai anak-anak ...

Margareth dan Symon hidup bersama Misel dan Bill. Bill dan Misel sudah menikah, dan berjanji akan menjadi orangtua angkat bagi keduanya.
Bill dan Misel menebus dosanya, dengan cara menyayangi Symon dan Margareth sebaik mungkin.

Symon dan Margareth tumbuh menjadi anak yang baik, yang setiap pekan mengunjungi Sindi di Rumah Sakit Jiwa.

Seperti siang ini, saat matahari terik, Symon, Margareth, Bill serta Misel mengunjungi Sindi. Mereka hanya bisa menatap Sindi dari balik jeruji.

Sindi yang malang, lama sekali Bill menatap Sindi kesayangannya, yang kini duduk ditepian ranjang, menatap kosong keluar jendela.
Sesekali senyum tergambar dibibirnya, ketika melihat seekor capung terbang lalu hinggap dijendelanya. Ia berbisik, pelan, bahkan hampir tak terdengar.

'Bella, Kau kembali? Aku tahu kau akan kembali. Dekatlah padaku, nanti Kita akan menyelamatkan Juni ...'

TAMAT

Sindi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang