Pernahkah kau berpikir jika kaulah orang yang paling dekat dengannya. Namun, pada kenyataannya kau tak tahu sedikitpun tentang dia
Naufal
*****
Ujian Nasional sudah berlangsung empat minggu yang lalu. Siswa kelas 12 sudah mendapat surga dunia dengan hari libur yang panjang. Siswa-siswi berkesempatan mendapat jam tidur yang lebih setelah berbulan-bulan tidur panjang itu sedang cuti. Sungguh saat-saat yang dinantikan.
"Huh" Al menghela napas kasar, sekasar semesta menyiksa hidupnya.
"Kenapa harus gue sih! Gue capek!" teriak Al memecah keheningan malam.
Besok, hari paling mengerikan bagi Al. Bagaimana tidak! Besok ia akan meninggalkan tanah airnya dan juga tanah di mana makam kedua orang tuanya berada. Tanah di mana kebahagiaan dan kesedihan dihadapinya bersama Reina, Naufal, dan Rio.
Malam ini ia memutuskan untuk begadang. Ia tidak bisa tidur, gelisah. Gelisah akan keputusan yang telah ia ambil.
"Andai gue punya pensil ajaib pengabul harapan. Gue akan nulis tentang kisah bahagia gue. Dimana saat kedua orang tua gue masih ada, gue akan nulis kalo gue selamanya tinggal di Indonesia, dan selamanya bersama sahabat-sahabat gue."
Al menggerutu dengan suara ia keraskan. Ia sengaja melakukan itu, berharap semua bebannya terlepas dengan lepasnya suara itu. Berharap semesta memberinya rasa kasihan.
Tok tok
Pintu kamar Al diketuk pelan. Al mendengarnya.
Siapa sih malam-malam gini! Ganggu aja!
Al membuka pintunya. Sosok lelaki berperawakan tinggi dengan wajah sempurnanya terlihat. Al tersenyum.
"Jalan yuk! Gue mau habisin malam ini berdua sama lo, Al." ucap lelaki itu.
"Oke, gue ganti baju dulu. Lo tunggu di ruang tamu aja gih"
"Siap bidadari."
Al menutup pintu itu kembali. Ia melangkah menuju almarinya. Dibukanya almari itu dan tangan mungil Al mencari-cari baju yang pas untuk malam ini.
Tuh anak mau ngajak gue kemana ya?
Akhirnya Al memilih celana jeans dan kaos lengan panjang berwarna hitam. Cocok untuk keadaannya sekarang, bersedih.
Al menuruni satu demi satu anak tangga. Kepingan kenangan yang pernah terjadi di tempat ini begitu jelas tercetak di wajahnya.
"Udah ih, cepet turun Al. Keburu malam."
Naufal yang menyadari perubahan ekspresi Al langsung menyelanya. Sehingga, mau tak mau Al harus bergegas cepat.
"Oke, kita ke Lippo Plaza"
ɤ Magic of Love ɤ
Dua sejoli itu sedang menikmati berbagai permainan di Timezone. Mereka berdua tertawa lepas, sedikit melupakan masalah yang menimbun di otaknya masing-masing.
Gue harap, lo masih bisa tersenyum di LA nanti, Al. batin Naufal.
"Naufal, gue punya satu permintaan buat lo."

KAMU SEDANG MEMBACA
Magic of Love
Teen FictionCinta itu bagaikan mantra. Mantra yang mampu mengubah segalanya. Hati, sikap, pemikiran, serta emosi seseorang. Cinta itu mampu mengubah hidup. Entah baik ataupun buruk. Karena cinta itu mampu mengendalikan hati serta motorik. Cinta tak bisa dicampu...