8th (Wait, What?)

828 150 58
                                    

Sejak bertemu dengan keluarga Song, pandangan Joohyun terhadap Mino menjadi sedikit berbeda. Jika dahulu kehadiran Mino selalu membuat Joohyun merasa jengkel, kini Joohyun justru merasa sedikit bersimpati terhadap Mino. Siapa kira jika ternyata sifat jenaka seorang Song Mino hanya lah kedok pemuda itu untuk menutupi luka di hatinya yang sudah tersimpan selama sekian tahun.

Meski begitu, Joohyun tetap bersikap professional. Ia tidak lantas membedakan Mino dengan anak didikan yang lain. Ia juga tidak memberikan perlakuan khusus terhadap Mino. Ia hanya sedikit mengubah cara pandangnya terhadap Mino dan berusaha mengerti kondisi Mino. Karena bagi Joohyun, setiap orang tentu memiliki masalah mereka masing-masing.

Hari ini, Joohyun mengajak anak-anak didiknya untuk pergi ke daerah pelosok dengan tujuan untuk memberikan penanganan bagi mereka yang membutuhkan. Joohyun tahu bahwa tidak semua masyarakat mendapatkan penanganan yang seharusnya. Well, Rumah Sakit yang lengkap dan terpercaya tidak tersebar secara merata.

“Dokter Bae, obat tabletnya lucu sekali deh. Bentuknya seperti permen. Boleh buatku tidak?”

Hari masih siang, tapi salah satu anak didik Joohyun sudah mulai menguji emosinya. Joohyun membalikkan tubuhnya dan melayangkan tatapan sangar pada si anak didik yang sudah berani melontarkan pertanyaan konyol.

“Kang Seulgi, mau kamu apakan obat itu? Kamu kira itu mainan? Kamu kira harga obat tersebut murah? Kamu mau jika nilai kepribadianmu aku buat minus agar kamu tidak dapat melanjutkan praktikmu?” tegur Joohyun pada Seulgi.

Seulgi mengerucutkan bibirnya. “Padahal kan tidak masalah kalau hanya diambil satu atau dua saja. Lagipula, ini salah pihak Rumah Sakit juga! Kenapa memproduksi obat dengan bentuk yang menggemaskan seperti ini?” gerutunya.

Joohyun menghela napas. Baru kali ini ia memperdebatkan hal konyol bersama denga anak didiknya. Hal yang seharusnya bahkan tidak pernah menjadi topik pembicaraan di antara mereka. Well, dokter macam apa sih yang rajin sekali mengomentari bentuk sebuah obat tablet?

“Kang Seulgi, kalau kamu mencari yang menggemaskan sih….di sini juga ada,” celetuk Seunghoon sembari menaik-turunkan kedua alisnya. Tidak lupa, pemuda itu juga memamerkan cengiran sok laku yang membuat Seulgi justru merasa sebal.

“Diam kamu. Dasar kloningan trenggiling,” sungut Seulgi pada Seunghoon.

Seunghoon cemberut. Sementara Mino terkekeh pelan mendengar perkataan Seulgi. “Tuh dengar. Bagi Seulgi, kamu tidak ada bedanya dengan kloningan trenggiling. Jadi, jangan sok tampan dan sok laku. Akui saja bahwa kini nilai pasaranmu sudah turun. Akui saja bahwa sekarang jumlah penggemarku jauh lebih banyak darimu,” ledek Mino pada Seunghoon.

“Kamu juga diam! Dasar jelmaan bulu babi!” Seulgi beralih kepada Mino dan kali ini melakukan diss terhadap Mino.

Mino membulatkan kedua matanya. “Kamu serius? Pemuda setampan aku kamu samakan dengan bulu babi? Kalau kamu sampai jatuh cinta padaku, aku tidak mau tanggungjawab loh? Awas saja kalau nanti kamu memohon kepadaku untuk menjadi salah satu selirnya Song Mino,” ucap Mino sembari memasang tampang sok polos.

“Enak saja! Seulgi tidak mungkin jatuh cinta padamu! Seulgi sudah menjadi punyaku!” protes Seunghoon pada Mino.

“Kamu yakin, Hyung? Bahkan, Seulgi Noona saja ogah untuk dekat-dekat denganmu. Seulgi Noona sepertinya sama sekali tidak tertarik dengan butiran ketombe seperti kalian berdua,” celetuk Dongmin dengan kedua matanya yang masih tetap fokus pada kegiatannya dan kedua tangannya yang cekatan menangani pasien di depannya.

Seunghoon mendengus. Jika saja saat ini Dongmin sedang tidak menangani seorang pasien, mungkin ia sudah mendorong Dongmin agar pemuda itu jatuh tersungkur ke depan dengan wajahnya yang mencium kubangan lumpur.

Doctor Bae, Saranghae! (MinRene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang