“Kamu yakin bahwa kamu akan baik-baik saja sendirian di apartemenmu? Kamu tidak mau aku temani? Atau aku akan meminta tolong kepada Suzy dan Jinyoung untuk menginap di sana. Haruskah Jennie juga kusuruh menginap di sana?”
“Aku baik-baik saja, Mino−ya. Percaya lah. Kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak menemukan dirinya di sini. Kalau dia ada di sini, aku tinggal meminta dirinya untuk pergi. Mudah bukan? Dan aku juga bisa menelepon dirimu seandainya dia memaksa untuk tinggal di sini. Iya kan?”
Terdengar helaan napas di seberang.
“Baiklah. Kalau begitu, sepertinya aku memang harus mengurangi tingkat kekhawatiranku atas dirimu. Hari ini, kamu harus istirahat ya. Besok kamu kan sudah mulai bertugas kembali. Jangan sampai sakit. Nanti, kami mengandalkan siapa lagi selain dirimu?”
“Kamu bawel sekali, Song Mino. Aku kan sudah bilang bahwa aku akan menuruti perintahmu. Sekarang tutup teleponnya. Kamu bisa menelepon diriku lagi nanti malam.”
“Ah, tunggu dulu. Aku masih rindu padamu! Aku masih ingin mendengar suaramu!”
“Kamu serius? Kamu bahkan baru saja mengantar diriku pulang. Kita baru saja berpisah sebentar dan kamu sudah rindu? Tidak masuk akal.”
“Bae Joohyun. Saat ini aku sedang merengut loh. Aku sebal karena kamu sama sekali tidak romantis. Seharusnya kamu bilang kepada diriku bahwa kamu juga merindukanku.”
Joohyun terkekeh pelan. Ia dapat membayangkan Mino yang sedang mengerucutkan bibirnya.
“Haruskah aku bilang seperti itu kepada dirimu? Kamu bahkan bukan kekasihku.” Alih-alih memutuskan panggilan, Joohyun justru memilih untuk menggoda Mino.
Terdengar suara decakan di seberang.
“Kalau aku bukan kekasihmu, maka kamu tidak mungkin mencari diriku setiap pagi. Kamu tidak mungkin merajuk kepada diriku setiap malam meminta untuk ditemani. Kamu juga tidak mungkin duduk di pangkuanku serta bermanja-manja kepada diriku. Akui saja bahwa kamu pun memiliki perasaan yang sama denganku, Bae Joohyun. Kamu hanya sedang mengutamakan gengsimu karena statusku yang merupakan ko-as serta usiaku yang lebih muda dari dirimu.”
Perkataan Mino di seberang sukses membuat kedua pipi Joohyun diselimuti oleh rona merah muda.
“A…apa sih! Kesimpulan darimana itu? Kamu sok tahu sekali. Sudah ya, aku tutup panggilannya. Aku ingin istirahat.”
KLIK!
Joohyun segera memutuskan panggilannya karena ia ingin kabur dari Mino yang terkadang pintar mengucapkan kalimat yang sesuai dengan kondisi Joohyun.
Joohyun mengedarkan pandangannya ke sekeliling apartemennya. Ia menghela napas. Entah mengapa, ia tiba-tiba merasa kesepian. Padahal, selama ini ia biasa tinggal sendiri. Akan tetapi, beberapa hari yang ia habiskan bersama Mino benar-benar memberikan pengaruh yang besar bagi dirinya.
Joohyun tidak dapat memungkiri bahwa ia rindu akan suara tawa Mino, candaan tidak bermutu yang kerap kali Mino lontarkan, serta bagaimana pemuda itu yang memperlakukan Joohyun dengan lembut.
Menghabiskan waktunya bersama Mino mampu membuat Joohyun melupakan Junmyeon sejenak. Akan tetapi, kini setelah dirinya benar-benar sendirian, bayang-bayang akan Junmyeon kembali merambati benaknya.
Joohyun merasa sedikit bersalah dengan Junmyeon karena ia memilih untuk melarikan diri ketika sahabatnya sedang membutuhkan dirinya. Joohyun tahu bahwa dirinya sama sekali bukan merupakan tipikal sahabat yang baik untuk Junmyeon.
Joohyun tahu betul mengenai kesalahan yang sudah ia perbuat sebagai seorang sahabat. Kesalahan yang pertama adalah dirinya yang tidak mampu memperhatikan Junmyeon sepenuhnya hingga dia tidak dapat mencegah sahabatnya untuk melakukan hal-hal bodoh termasuk merenggut nyawa seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Bae, Saranghae! (MinRene)
Historia CortaWhen a genius meets a player. She's a professional doctor, he's her co-assistant.