“Sedang apa?”
Joohyun menoleh dan mendapati Bogum yang kini tampak bersandar pada sisi pintu ruang kerjanya yang memang sengaja ia buka sedikit.
“Seperti yang kamu lihat. Aku sedang sibuk merapikan dokumenku. Aku juga sibuk memeriksa data pasienku di Rumah Sakit ini,” ucap Joohyun yang sudah kembali fokus kepada pekerjaannya.
“Mau kubantu?” Bogum beringsut mendekati Joohyun dan mendudukkan dirinya di bangku yang terletak di depan meja kerja Joohyun.
Joohyun melirik Bogum sekilas. “Apakah kamu tidak memiliki kesibukan lain? Bukankah sebentar lagi kalian akan menghadapi ujian praktik yang kesekian kalinya? Kamu tidak mau belajar dan mempersiapkan dirimu secara matang?”
Bogum tersenyum tipis. “Aku sudah belajar, dokter Bae. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Aku sudah siap menghadapi ujian praktik tersebut.”
Joohyun memangku dagunya menggunakan tangannya dengan kedua matanya yang menatap lurus kepada Bogum, membuat Bogum salah tingkah dan berdeham pelan untuk sekedar mengusir atmosfer aneh yang menyelimuti dirinya.
“Kamu….sempurna ya. Maksudku, kamu seperti hidup dalam negeri dongeng. Dirimu sempurna dan sepertinya kehidupanmu juga sempurna…” gumam Joohyun.
Bogum menggeleng. “Tidak. Semua kesempurnaan yang dirimu lihat hanya lah teorimu belaka. Pada kenyataannya, aku pun sama seperti manusia pada umumnya yang memiliki banyak masalah.”
Joohyun menaikkan satu alisnya. “Benarkah? Tapi, kamu bisa memendam semuanya sendirian? Well, kamu benar-benar hebat.”
“Tidak juga. Aku jauh dari kata hebat.” Bogum menghela napas. Ia terdiam sejenak sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya. “Apakah kamu tahu bahwa teman-teman satu kelompok koas ini merupakan teman-teman yang paling berharga untukku? Mungkin, menurutmu aku terlalu berlebihan karena terkesan mengagung-agungkan teman-temanku sendiri. Akan tetapi, kenyataannya memang begitu.”
“Dokter Bae, aku ini korban bullying. Dulu, sebelum mengenal mereka, aku sama sekali tidak memiliki seorang teman. Dikurung di dalam toilet, disiram air bekas cucian, meja belajar yang penuh dengan sampah, loker yang penuh dengan kertas berisi suruhan untuk mati….aku pernah mengalami semua hal itu.”
“Teman-teman sekolahku membenci diriku karena aku merupakan murid kesayangan guru. Mereka juga benci kepadaku karena aku enggan memberikan contekan kepada mereka. Mau bagaimana lagi. Prinsipku memang seperti itu. Kedua orangtuaku yang merupakan petinggi akademisi melarang diriku untuk melakukan segala bentuk tindakan kecurangan. Keduanya menjunjung tinggi nilai kejujuran pada sebuah pendidikan.”
“Dulu, aku selalu benci untuk pergi ke sekolah. Aku senang menghabiskan waktuku untuk belajar sendirian di perpustakaan. Lebih tepatnya, aku membenci manusia. Aku benci karena mereka selalu saja menjahati diriku. Aku benci karena apa pun yang aku lakukan, selalu salah di mata teman-teman sekolahku.”
“Hingga kemudian, aku masuk ke dunia perkuliahan. Seulgi merupakan orang pertama yang menegur diriku dan mengajakku untuk berteman. Apakah dokter Bae tahu bagaimana perasaanku saat ini? Aku ingin menangis. Sungguh. Itu merupakan kali pertamaku bertemu dengan seseorang yang ingin menjadi temanku. Pada akhirnya, aku merasa bahwa keberadaanku di dunia ini cukup berguna.”
“Seulgi lah yang mengubah diriku dari sosok Park Bogum yang aneh dan culun menjadi sosok Park Bogum yang keren dan juga mudah bersosialisasi.”
Joohyun tertegun mendengar penuturan Bogum. Ia tidak pernah menyangka bahwa anak didiknya merupakan korban bullying. Yah, sepertinya setiap orang memiliki masa lalu yang ingin mereka lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Bae, Saranghae! (MinRene)
Cerita PendekWhen a genius meets a player. She's a professional doctor, he's her co-assistant.