#29 : Begin

83 12 13
                                    

Hari demi hari berlalu dengan cara yang tidak menyenangkan bagiku. Kehidupanku tidak lagi dipenuhi oleh masalah yang menyangkut harga diri, tapi asmara yang sering membuatku gila.

Kadang aku berpikir, apakah aku memang sepolos ini atau aku sendiri yang menekan hawa nafsuku hingga aku begitu kebingungan dengan perasaan ini? Jawabannya adalah yang kedua. Aku berhenti untuk mencintai orang lain setelah ditinggal oleh orang yang paling aku sayangi. Bahkan dia tidak sekalipun menunjukkan batang hidungnya di hadapanku. Kenapa, ibu? Kenapa ibu begitu membenciku?

Aku tak pernah bisa melepaskan pemikiran itu dari otakku. Masih bisa aku ingat betapa manisnya senyuman ibu saat membuat kue di acara ulang tahunku, bagaimana anggunnya ibu dalam hanbok sederhana saat kami akan pergi ke festival kembang api. Meski ibu sering menghabiskan waktunya untuk bekerja, aku sama sekali tidak masalah, karena pada akhirnya ayah dan ibu melakukannya demi diriku.

Tapi apakah wajar saat seorang anak ditinggalkan begitu saja? Ibu telah berbohong, ibu berjanji akan kembali dengan cepat, tapi ternyata lebih lama dari yang aku kira saat itu.

"WAA! Jangan mengejarku terus Hyegi! Aku lelah!" Aku melihat ada seorang anak laki-laki yang lari terbirit-birit dari kejaran anak perempuan yang terlihat sama lelahnya. Anak laki-laki itu tetap berlari meski bisa kulihat kakinya mulai lelah dan tidak dapat menopang tubuhnya lebih lama lagi.

B R A K ! Berhasil! Aku berseru dalam hati saat tahu anak perempuan tadi bisa menjatuhkan anak laki-laki yang ia kejar dari tadi. Keringat mereka mengucur deras dan dada mereka bergerak naik turun, menghirup dengan rakus oksigen di sekitar mereka.

"Aku kan sudah bilang untuk berhenti, Kwonji!" Anak perempuan itu mengeluh.

Sedangkan anak laki-laki itu tetap bernapas dengan rakus di bawah tindihan si anak perempuan. "Aku bahkan tidak tahu kenapa kau mengejarku, Hyegi!"

Entah aku harus tertawa atau bagaimana, alasan anak laki-laki itu begitu konyol. Bagaimana bisa dia berlari menghindari anak perempuan bernama Hyegi tanpa tahu alasannya di kejar? Kenapa anak-anak sangat senang untuk menghabiskan tenaganya untuk hal yang tidak penting?

"Hei, kalian kenapa, sih? Aku kelelahan karena harus mengejar kalian!" Suara lain menginterupsi membuat kedua bocah tadi mengangkat wajah bersamaan dengan ekspresi terkejut.

"Hana eonnie!? Kakak mengejar aku dan Kwonji!?" Hyegi yang pertama kali bertanya dengan nada protes. "Kan aku sudah bilang akan segera pulang, jadi Hana eonnie tak perlu mengejar!"

Tunggu, apa mereka bicara pada Hana? Shin Hana!?

Aku menoleh cepat untuk memastikannya. Dan benar saja, dia di sana. Berdiri dengan berkacak pinggang dengan dada naik turunnya menghirup oksigen, rambutnya terlihat sedikit berantakan, alisnya bertaut, mulutnya sedikit terbuka untuk membantu pernapasannya.

Saat aku menatapnya sepertinya dia tidak menyadari kehadiranku di sana. Aku terus menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Selama liburan musim panas aku sama sekali belum bertemu dengannya. Dan kini aku melihatnya di penghujung musim panas dengan penampilannya yang berbeda dari biasanya.

Gadis itu sama sekali tidak melirik padaku, apakah dia tidak melihatku!? Aku sebegini besar dan dia melewatiku seolah tidak ada apa-apa.

"Kalian membuat orang tua kalian khawatir! Ayo cepat kembali!" Hana menarik kerah baju kedua anak itu. Bisa kulihat betapa kesalnya dia pada kedua bocah yang ada di hadapannya. Ekspresi dan penampilannya tidak lagi terlihat sebagai siswa SMA, lebih terlihat seperti ibu-ibu yang kerepotan menjaga kedua anaknya yang banyak tingkah.

"Ah eonnie! Jangan jewer aku, sakit!!" Erang bocah perempuan itu tidak rela.

Tidak kalah heboh, bocak laki-laki itu memberontak juga saat Hana menarik kerah bajunya sambil terus berjalan. "Kenapa nuna sangat jahat! Jangan cekik aku begini, nuna!!"

Where's My WINGS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang