#7 : Stigma

160 17 0
                                    


Hari ini harusnya aku bisa pulang lebih awal, tapi karena para cecunguk itu aku harus rela merelakan waktuku yang berharga. Apa-apaan mereka. Padahal aku hanya satu tahun di bawah mereka, tapi mereka dengan percaya dirinya untuk menantangku.

Flashback...

"Ayo berikan uangmu!" kata salah seorang di antara orang dewasa di hadapanku. Aku tersungkur di tanah yang basah dan lembab, perlahan air hujan mulai turun, membasahi bumi dan orang-orang yang ada di muka bumi ini.

"A—Aku tidak punya uang. Sungguh." Lirihku.

"Halah, kalau kau tidak punya uang, tidak mungkin kau bisa ada di taman bermain yang mahal dan besar ini!" orang yang lebih besar meneriakiku.

"Ta—Tapi aku sendirian di sini."

"Bedebah!" dia menendnagku setelahnya.

Sakit dan nyeri, itu adalah yang aku rasakan saat ini. Aku tidak tahu apa yang mereka inginkan tapi aku sungguh menderita sekarang. Aku hanya berharap ada orang yang datang dan membantu. Aku masih kecil dan masih naïf. Hanya di kartun aku melihat adegan perkelahian tanpa ada niatan untuk menirunya, meskipun itu sangat keren.

Aku merasa ada seseornag yang mendekatiku dari belakang. Dia meraih kepalaku dan dia elus bak aku adalah anaknya sendiri. "Kenapa? Ibumu meninggalkanmu, ya?" suaranya halus namun menyeramkan.

Aku tidak bisa berkata-kata sekarnag. Mulutku terlalu kaku utnuk dibuka dan terlalu bingung untuk mengatakan sesuatu.

"Hei, jawablah~ apakah aku menanyakannya dengan kasar? Tell what you want~" suarnaya lagi.

Sialan. Entah bagaimana aku bisa mulai tergoda dengan suarnaya. Suara yang menyiratkan kehangatan dan kebahagiaan sesaat.

"Aku... Aku ingin sayapku." Jawabku dengan gemetar dan ketakutan.

"Oh, sayap yaa... sayap yang memiliki arti segala aspek dalam kehidupan, kan? Memulai, kebohongan, orang tua, ketenangan, cinta, berdiri, dan cacat. Kau menginginkan itu?"

Sulit untuk mengatakan tidak.

"Ya... Aku ingin itu..." jawabku tanpa sadar.

"Kalau begitu ikutlah bersamaku, kau akan semakin jauh dari apa yang kau inginkan." Ujarnya lagi penuh siratan di dalamnya.

Flashback off...

Entah kenapa justru ingatan itu yang datang padaku saat ini.

"Hei, bocah." Suara itu berasal dari lapangan yang cenderung kosong karena jarang dipakai.

"Kau juga bocah, sialan." Jawabku.

Dia tertawa dan maju bersama para pengikutnya yang bodoh.

"Aku masih anak baru di sini, jadi, jika kau berniat untuk membuat masalah yang melibatkan aku, maaf, aku menolak lebih dulu." Ujarku begitu saja.

"Haha, tapi sayangnya kau yang memancingku duluan. Tidak baik membatalkan suatu pekerjaan di tenagh-tengah. Itu tidak keren, sob."

Aku menunjukkan smirkku. "Lalu apa pekerjaanmu?"

"Menghabisimu, apalagi?"

"Aku juga harus menjaga image ku dulu selama beberapa tahun di sini, jadi tolong jangan rusak pekerjaanku."

"Haha, mari kita buktikan, siapa yang akan melakukan pekerjaannya setengah-setengah."

Keren sekali... ini pasti akan menjadi kenangan yang tiada duanya bagiku. Melawan orang sombong nan jelek sepertinya bukanlah hal yang sulit.

Where's My WINGS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang