#27 : Awake

100 16 9
                                    

Sejak hari itu hubungan pertemanan antara aku dan Jimin telah membaik meski tidak kembali seperti awal. Setidaknya kini dia mau menjawab sapaan dan mulai berbicara lebih banyak padaku.

Tentu saja aku masih memikirkan tentang apa yang sebenarnya membuat hubunganku dengan Jimin menjadi serumit ini. Jimin, teman pertamaku yang tidak peduli pada masa laluku, tapi kemarin jelas-jelas dia juga menjauhiku saat semua orang tidak peduli padaku.

Masalah Hana. Katanya. Dan aku pikir juga begitu. Tempo hari sudah kudatangi Hana dan memintanya untuk berbaikan dengan Jimin, tapi entahlah dia sudah melakukannya atau belum, meski aku tahu itu bukanlah hal mudah untuk dilakukan.

Dibanding bersama Jimin, akhir-akhir ini aku lebih sering menghabiskan waktu bersama Jungkook, kawan lama yang kembali lagi ke hadapanku dengan penampilannya yang berubah total dari masa SD. Udik, cupu, culun. Tapi itu tidak lagi cocok untuknya, mungkin dia akan jadi pemenang dalam kontes ulzzang boy di angkatannya.

"Bagus, kook. Sekarang kau memintaku untuk mengajarimu hal sepele ini dan mengundang keributan. Tidak bisakah kau membiarkan aku tenang sendirian?" kataku malas pada lelaki yang dengan santainya bersandar pada sisi tubuhku.

Kulihat dia memainkan pensil dengan tangan kirinya dan tangan lainnya sibuk mengetuk ngetuk meja. "Eum... Aku tidak bisa melakukan ini sendirian, Tae. Maksudku, Taehyung sunbae."

Memang benar kalau di sekitarku ini menjadi jauh jauh lebih ramai. Biasanya juga ramai saat aku sendirian, tapi saat kisah masa laluku tersebar tidak ada yang mau mendekatiku. Tapi itu segera berakhir setelah kebenaran terungkap. Dan kini aku bersama Jungkook, keadaannya melebihi batasku.

"Jungkook-ah~!"

"Jeon-ssi!"

"Kokie-ah~"

Seruan berisik itu tidak pernah berhenti. Ku akui hampir seluruh seruan manja itu ditujukan pada Jungkook meski namaku sesekali terselip di antaranya. Popularitasku sudah turun. Tapi aku juga tidak pernah berharap untuk menjadi populer.

Padahal Jungkook memintaku untuk mengajarinya sesuatu, tapi kenapa dengan bodohnya dia memilih tempat ini dibanding tempat tenang seperti perpustakaan? Kurang ajar.

"Jika kau ingin benar-benar belajar, kita lakukan di perpustakaan. Di tempat lain aku tidak mau." Dan dengan keputusan yang bulat aku mengatakannya pada Jungkook. Aku juga bukan orang yang dia bayar untuk mengikuti segala perintahnya dan aku juga tidak sudi melakukannya.

"Tae sunbae, janganlah begitu~" rajuknya. "Jika di perpustakaan tidak akan banyak gadis yang akan melihat ketampananku~"

P L E T A K ! "Jangan membuatku buang-buang waktu untuk hal itu, bodoh!" Setelah kupukul keras kepalanya aku langsung pergi dari tempat nongkrong itu dan menuju ke kelas. Bisa-bisanya dia melakukan hal tidak berguna dengan dalih meminta diajarkan sesuatu olehku. Tak bisa kupercaya, Jungkook adalah playboy.

"Taehyung!" teriakan itu dari belakangku saat aku memasuki kelas. Aku menoleh dan melihat si empu suara berlari menghampiriku.

"Ada apa, Haesung?"

Wajahnya sedikit tertunduk, meski begitu dia menjelaskannya dengan sedikit riang(?). Entahlah, aku juga tidak paham. "A—A... Itu! Kita dapat jatah buku pinjaman untuk waktu Literasi pagi dari perpustakaan. Saat pulang nanti aku disuruh mengambilnya bersama anak yang piket hari ini. Kau ada jadwal piket hari ini, kan, Tae?"

Aku kembali mengingat. Jadwal piket. Jadwal saat aku jadi babu. Hmmm... Mana mungkin aku bisa mengingatnya? "Entahlah. Tapi tadi pagi aku diteriaki oleh Minsung untuk membuang sampah. Dia terlihat kesal karena aku selalu melupakan jadwal piketku. Jadi, mungkin hari ini aku piket."

Where's My WINGS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang