#8 : Stigma

135 14 6
                                    

Sekarang sudah saatnya ulangan akhir semester dua, atau bisa dikatakan ini adalah ujian kenaikan kelas. Sudah saatnya aku mengakhiri tahun pertamaku di sini, aku harus terus maju.

Tapi, sebelum aku bisa mencapai kelasku pagi ini, tiga kakak kelas yang pernah aku hadapi datang menghampiriku dengan wajah setengah ketakutan. Ya, hanya setengah. Mereka menantangku lagi?

"Ada apa, sunbae?" tanyaku lebih dulu sebelum mereka sampai dua meter di depanku.

"Kita perlu bicara, anak kelas satu." Jawab salah satunya yang tidak aku ketahui namanya.

"Aku punya nama, tuh."

"Ada yang harus aku bicarakan denganmu, Kim Taehyung." Jawab si pentolan, tidak lain dan tidak bukan adalah Kim Jong In.

"Memangnya aku punya hak apa untuk menolak kalian?" aku membalas tatapan tantangan mereka.

Jong In mengangguk mengerti dan kemudian berbalik badan lebih dulu. "Ikuti kami. ini bukan hal yang seharusnya diketahui oleh banyak orang, kecuali jika sudah saatnya." Ujarnya dan berjalan.

Aku mengikutinya dengan menjaga jarak, hanya sekedar waspada bila ada serangan dadakan dari mereka yang merupakan preman sekolah ini. Akan merepotkan.

Kami sudah sampai di taman belakang, tempat di mana aku pernah menghabisi ketiga orang yang mengaku sebagai kakak kelas dan preman. Nyatanya mereka bertekuk lutut di depan anak kelas satu.

"Sekarang apa, sunbae?" aku membuka pembicaraan lagi.

"Apa kau tahu ini?" Jong In sunbae (oke, ini pertama kalinya aku menyebutkan sunbae setelah nama si pentolan kurang ajar itu) menunjukkan ponselnya padaku yang sudah tersetel sebuah video.

D E G ! ! !

APA APAAN ITU!?

Baru saja ingin aku sambar ponsel itu, tapi aku terlambat. Ponsel itu sudah melesat jauh ke rerumputan dan di dekat kaki seseorang. Kaki seorang gadis.

"Katakan padaku, apa kau tahu tentang video tadi, Kim Taehyung?" wajahnya yang tenang tadi segera tergantikan dengan wajah menyeramkan, seperti singa yang sudah menemukan dan menandai mangsanya. Aku percaya dan aku yakin, tidak akan ada di antara kalian yang ingin berurusan dengannya.

Aku terdiam. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Bahkan untuk bernapas saja aku merasa sesak. Aku tidak percaya ini. Aku tidak percaya.

"Aku yakin kau tidak akan melupakan kejadian itu, anak baru. Sekarang, keadaaan berbalik. Apa yang ingin kau lakukan?" aku rasa intonasi itu ditujukan untuk orang yang ada di seberang tadi, seorang gadis.

"Ya, aku sangat ingin melihat wajahnya yang tampan. Bahkan ketampanannya hampir menyamai Kim Seokjin si prince charming di sekolah ini. Kau tahu, Kim Taehyung? Kau mengacaukan hatiku. Aku tidak tahu harus memilihmu atau Seokjin. Ini adalah pilihan terberat." Kata gadis itu.

"Sudahlah, cepat katakan apa kemauanmu dan kita sudah ini. Aku harus berdiskusi dengan teman-teman tentang materi ujian hari ini." Keluh Jong In.

Tetap saja, sampai saat ini aku bergeming. Aku memikirkan apa yang barusan aku lihat di ponsel itu. Bagaimana bisa? Kenapa? Kenapa?

"Baiklah, baiklah~ Kim Taehyung." Aku hanya berdiri terdiam. Aku merasakan langkah kaki gadis di belakangku perlahan mendekat dan semakin dekat. Dia berada di belakangku, tangannya mencapai pundakku dan tangannya yang lain meraih daguku. "Dengarkan aku." Bisiknya kemudian menjauh.

"Sekolah ini adalah sekolah yang hanya bisa dimasuki oleh orang yang sejak kecil diajarkan tata krama, sopan santun, dan segala hal berpendidikan lainnya. Tapi, bagaimana jika seorang copet masuk? Bukankah akan menjadi masalah?" ujarnya.

Where's My WINGS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang