Semalaman aku terus berpikir tentang yang terjadi kemarin sore. Aku tertidur dan bangun seperti biasa. Aku berusaha optimis kalau kejadian itu hanya mimpi.
Selesai mandi dan sarapan, aku sudah siap dengan seragamku dan sedang memakai sepatuku. Tidak lama kemudian sepasang sepatu berhenti di depanku. Aku mendongak dan aku begitu senang mengetahuinya.
"Jin hyung." Ujarku.
"Jangan memanggilku hyung, aku bukan kakakmu." Jawab Jin sarkastik.
"Lalu?" aku merasa sangat sakit hati atas perlakuan Jin hyung. Kenapa dia melarangku memanggilnya hyung? Padahal sudah dari lama aku memanggilnya begitu.
"Jin-ssi." Ujarnya kemudian kembali ke mobil.
Kenapa dia menyuruhku memanggilnya dengan ucapan seperti itu? Padahal kita bukan orang asing lagi untuk satu sama lain. Aku tidak ingin menjadi orang asing bagi Jin hyung. Tanpa menjawab apapun, aku berjalan menuju mobil dan berangkat sekolah di antar oleh Pak Daehan.
Di mobil tidak terjadi percakapan apapun, hanya berdiam diri dengan Pak Daehan tetap focus menyetir. Sesaimpainya di pagar aku membungkuk sedikit sebagai tanda terima kasihku.
"Hati-hati di sekolah, ya, Tae." Ujar pak Daehan dengan ramahnya.
Sebelum beliau kembali menjalankan mobilnya aku memanggil beliau. "Tunggu!" Pak Daehan menoleh dan Jin hyung hanya melirik sinis. "Be-Besok tidak perlu mengantarku lagi. Aku bisa jalan kaki, jarak kedai dan sekolah tidak begitu jauh, jadi daripada merepotkan akan lebih baik kalau aku jalan kaki. Kebetulan ada temanku yang tinggal searah denganku."
Mereka hanya terdiam. Tapi jin hyung member pandangan yang menyiratkan 'Ya, kau harusnya sadar diri dari dulu, bodoh.' Kurasa aku pandai dalam membaca pesan mata. Tapi itu membuatku ketakutan.
"Oh gitu, ya? Ya sudah, tapi berjanjilan untuk sekolah dengan baik dan tidak terlambat berangkat sekolah. Bangun lebih pagi dan habiskan sarapanmu. Aku akan memberitahu Raeha nanti." Pak Daehan langsung menanggapi permintaanku.
"Ne, terima kasih, Pak."
Pak Daehan kembali menjalankan mobilnya untuk mengantar Jin hyung ke sekolahnya yang berlawanan arah dengan sekolahku. Aku tidak ingin merepotkan keluarga itu lebih jauh.
Aku pikir aku hanya bermimpi semalam, tapi memang terlalu nyata untuk sebuah mimpi dan terlalu menyakitkan untuk sebuah kenyataan. Lalu bagaimana aku harus menghadapinya? Bagaimana aku bisa memperlihatkan wajah ini di hadapan Jin hyung, Bu Raeha dan Pak Daehan?
Kenapa aku sebingung ini? Bahkan aku tidak tahu kesalahan apa yang membuat Jin hyung semarah itu padaku. Aku hanya harus melakukan yang terbaik di sekolah baruku.
Lagi lagi aku mendapat tawaran 'lulus cepat' dari pihak sekolah karena nilai dan peringkatku yang bertahan di posisi 3 besar pararel selama dua tahun. Waktu yang aku lalui tidak terasa, seperti hembusan angin yang numpang lewat dan tidak terlalu berarti bagiku.
Aku menghargai keputusan bu Raeha dan Pak Daehan untuk menyekolahkanku, tapi aku sudah mengatakannya di awal kalau aku tidak butuh pendidikan. Hal yang diperlukan di hidup ini hanya uang, uang , dan uang. Aku butuh cinta, tapi tidak sebesar aku butuh uang. Aku hanya harus bekerja, makan, dan tidur. Itulah yang aku lakukan semasa di penjara tak kasat mata, taman bermain kota.
Dan dari waktu yang berlalu juga, sikap Jin hyung menjadi acuh tak acuh. Ia tidak lagi memanggil namaku, tidak bermain denganku, tidak bercanda denganku, dan lainnya. Kenapa ia sangat benci padaku?
Bu Raeha dan Pak Daehan yang sangat bersemangat untuk melanjutkan pendidikanku, memintaku untuk masuk di SMA yang sama dnegan Jin hyung. Tentu saja aku menerimanya, aku pikir mungkin hubungan kami akan membaik setelah dua tahun lalu. Aku akan memiliki banyak kesempatan untuk bertemu dan mempertanyakan masalah itu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Where's My WINGS [COMPLETED]
Fanfiction[ C O M P L E T E D ] ***KIM TAEHYUNG*** Segala cacat dalam hidup ini, aku pernah melakukannya. Ikan yang terus berenang dalam darahku, batu yang terus menumbuk kepalaku, dan kain hitam yang menutupi mataku. Tak ada lagi sayap. Sayap yang membawak...