Ninth

709 123 10
                                    

why when I feel comfortable everything must end?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

🍀Hate You🍀

Kesal, sangat kesal. Jihoon rasanya ingin melempari kepala kecil Jinyoung dengan lampu tidur. Bayangkan saja, kencan yang sudah dia tunggu dibatalkan hanya karena nafsu birahi seorang Bae Jinyoung. Walaupun, tidak memungkiri Jihoon juga menikmatinya.

"Senyum dong sayang, kalo lagi ngelayani suami tuh harus senyum." Jinyoung sedikit menggoda wajah cemberut Jihoon. Mereka sudah bermain satu ronde. "Apa sih?! Udah minggir! Aku laper." galak Jihoon. Mendudukkan tubuhnya yang terasa sakit pada bagian bawah. 

"Akhh.. Ini gara-gara kamu! Sekarang aku gak bisa jalan.. Hiks" Jihoon meringis sambil memukuli wajah Jinyoung dengan bantal secara brutal. Padahal, mereka hanya bermain satu ronde. Salahkan saja Jinyoung yang tidak sabaran hingga bermain kasar.

"Aduh! Habis tadi kan kamu yang ngedesah sambil bilang " ahh.. Lagihh..disituhh" —ASTAGA JIHOON SAKIT!" Jinyoung meringis, cubitan Jihoon pada lengannya tidak main-main. "Aku gak mau tau! Pokoknya kamu harus beliin aku makanan sekarang!" tekan Jihoon wajahnya masih saja cemberut.
"Yaudah, kamu mau makan apa sayang?" Jinyoung melirik jam di nakas, sudah hampir tengah malam tidak mungkin kan Jihoon meminta makanan yang berat.

"Aku mau pasta terus saosnya cokelat ya, bukan saos tomat yang biasanya."

"Oh, oke aku beliin.. Eh? Apa?" Jinyoung terbelalak baru tersadar dengan permintaan Jihoon.

"Tapi sayang, gak ada yang pake saos cokelat."

"Pokoknya aku gak mau tau! Cepet sana beliin sebelum mood aku hilang!" Jihoon mendorong Jinyoung hingga terjatuh dari ranjang, tidak peduli jika tubuh telanjang suaminya menyentuh lantai dingin. Akhirnya, Jinyoung mengalah dengan menuju kamar mandi bersiap untuk membeli pesanan Jihoon.

Jihoon terkikik senang, sudah berhasil mengerjai suaminya.

"Kkk.. Biarin aja papamu tau rasa udah bikin mama kesel." tawa Jihoon berbicara dengan perutanya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Sudah beberapa jam sejak kejadian itu, pemuda mungil ini masih terus mengurung diri di kamar. Bahkan sahutan dari kakak sepupunya pun dia hiraukan. Pikirannya kacau, sangat kacau melebihi penampilannya saat ini. Dia tidak tahu harus berbuat apa, hidupnya terasa hancur begitu saja hanya dengan satu malam. Terlebih lagi, dirinya tidak ada bedanya lagi dengan jalang diluar sana.

"Daehwi, ini ada Samuel datang." ketukan pintu serta seruan kakak sepupunya —Kim Jaehwan— mengalihkan atensinya dari sesi menatap pantulan dirinya di cermin sejenak. Kemudian menoleh kembali pada cermin. Bukan, bukan dia yang Daehwi harapkan datang.

Cklek

Pintu kamar terbuka, menampakkan Samuel memandang cemas kearah Daehwi ditambah dengan keadaannya sekarang.

"Jangan dekati aku." lirih Daehwi masih tak mau menoleh. Tetapi bukan langkah menjauh yang ia dengar, malah semakin mendekat. Samuel memegang kedua pundaknya agar Daehwi mau tak mau menoleh. "Daehwi.." Samuel bersuara lirih, Daehwi sangat kacau sekarang. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

Hate youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang