Nineteenth

630 115 5
                                    


All this is so painful to be repeated again please don't let me fall back

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

🍀Hate You🍀

Jihoon tahu, apa maksud Jinyoung. Tetapi, dia mencoba untuk tidak menanggapinya dengan serius.

"Ini udah malem, kamu balik aja ke hotel kamu sekarang. Aku panggilan Woojin dulu." Jihoon meninggalkan Jinyoung masuk, menatap miris kepergiannya.

Mungkin kali ini, dia kurang beruntung.

Jihoon langsung memasuki kamarnya, entah mengapa ini terasa menyesakkan. Untunglah, Jihoo sudah tertidur di kamar Seonho. Di bukanya laci kamarnya, disitu terdapat sebuah foto. Foto dirinya dan Jinyoung saat pernikahan mereka, foto dengan penuh kenangan akan ingatan 7 tahun yang lalu. Moment membahagiakan sekaligus menyakitkan bagi Jihoon. Dimana kala itu dia sudah terjerat, terjerat oleh Bae Jinyoung tak lain adalah suaminya sendiri. Cinta membuat dirinya buta, buta akan segala hal.

Dia tidak mau itu terjadi lagi, dirinya sudah bertekad untuk bangkit dan tidak mengingat apapun tentang masa lalunya sedikitpun. Meskipun, katakanlah Jihoon bodoh sangat bodoh. Karena, dia masih mencintai Jinyoung. Sebenci apapun dirinya pada Jinyoung, tak akan membohongi fakta bahwa ia masih mencintai ayah dari Jihoo tersebut. Jihoon mulai menangis dalam diam, sembari menatap foto itu. Ini terasa sakit bagi hatinya, mengingat kembali orang yang telah membuatmu terpuruk namun dikala saat dirinya bangkit dari keterpurukan orang itu kembali datang seakan menjatuhkan dirinya kembali.

"Tidak, kau tidak boleh jatuh kedalam lubang yang sama kembali. Park Jihoon."

Dan malam itu, Jihoon lewati dengan perasaan gelisah.





















Seperti biasa, cafe tetap ramai dihari menjelang siang. Kali ini, ada yang berbeda. Karena kedatangan seorang pemuda bergingsul dengan senyuman sembari memperhatikan sosok pemuda manis sedang menjalankan tugasnya. Pemuda itu, siapa lagi jika bukan ; Park Woojin. Dia datang sendirian, tanpa sahabat karibnya. Tentu saja, Jinyoung pasti sudah sibuk menghabiskan waktu bersama putranya tanpa sepengetahuan Jihoon.

"Jangan senyum terus, entar dikira orang gila." Jihoon mengantarkan minuman pesanan Woojin. Dibalas cengiran oleh empunya. "Habis, Hyungseob terlalu mempesona." balasnya kembali menyengir.

"Mama!" Jihoo datang masih dengan seragam sekolah. Raut semangat terpancar dalam wajahnya, entah apa membuatnya semangat.

"Mama, Jihoo mau main kerumah teman. Boleh kan?" izin Jihoo, memunculkan tatapan andalannya. "Boleh sayang, tapi jangan lama-lama ya." Jihoon mengelus lalu mengecup kening anaknya sambil tersenyum.

"Itu anak lo sama Jinyoung kan?" tanya Woojin setelah Jihoo pergi ke kamar untuk berganti baju. Jihoon diam, tidak membalas perkataan Woojin.  "Iya kan? Santai aja kali, gue kaga bakal bilang ke Jinyoung kok." ucap Woojin.

Hate youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang