Fourteenth

765 125 17
                                    

without you I am destroyed ... can I repeat everything again?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
🍀Hate You🍀

Lengkap sudah gambaran tentang penderitaan Jinyoung kali ini. Setelan formal yang mulai kusut, wajah babak belur, juga raut muram menghiasi wajahnya. Tepat setelah orang tua Jihoon tahu apa yang telah terjadi, Jinyoung mendapatkan pukulan telak diwajahnya bahkan lebih sakit dibandingkan pukulan sang kakak. Dia sudah kelabakan mencari Jihoon kemanapun, tidak satupun tempat dia lewatkan, mengingat Jihoon tidak membawa apapun selain pakaian yang melekat di tubuh dapat dipastikan dia tidak akan pergi jauh. Jinyoung sudah menyerah, satu-satunya harapan adalah Jihoon berada kembali dirumah mereka. Dilangkahkannya dengan gontai kakinya masuk menuju rumah.

Sunyi, semua sama seperti sebelum dia meninggalkan rumah.

Tiada lagi sambutan serta senyuman hangat.

Tiada lagi orang yang setia menunggunya hingga ketiduran.

Tiada lagi yang menyiapkan makanan, menanyakan bagaimana harinya dikantor.

Tiada lagi rengekan manja serta perlakuan manis dan imut milik Jihoon.

Hilang, semuanya telah hilang akibat kesalahannya sendiri.

Jinyoung membuka lemari pakaian, semua pakaian Jihoon masih lengkap disana tanda bahwa Jihoon tidak pernah kembali kerumah. Dilihatnya amplop cokelat terselip diantara pakaian Jihoon. Jinyoung membuka amplop tersebut, tubuhnya menegang seketika.

Bae Jihoon.

Positif hamil 4 bulan.

Jinyoung meremas kertas tersebut. Jadi selama ini Jihoon hamil anaknya? Tubuh Jinyoung melemas seketika, merosot turun ke lantai kamar. Bulir air mata mulai menetes, beberapa kali memukul kepala sendiri. Meruntuki kebodohan yang telah dilakukannya.

"Kenapa kamu gak pernah bilang sama aku Jihoon?" air mata Jinyoung mengucur deras, membayangkan apa yang terjadi pada Jihoon juga calon bayinya sekarang. Mereka pasti telah menderita karena dirinya sendiri. Seharusnya, dia tidak pernah berusaha meninggalkan Jihoon jika begini jadinya. Dia menyesal, sangat menyesal tetapi itu semua tentu tidak ada gunanya. Nasi sudah menjadi bubur, dia tidak akan pernah mendapatkan Jihoon kembali.

"Maafin aku Jihoon.. Maaf." lirih nya. Jinyoung terus menangis, menangisi kebodohannya selama ini. Menangisi bodohnya dirinya telah melepaskan orang yang jelas sangat dia cintai.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pagi ini Jinyoung terbangun dengan keadaan sama.

Hate youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang