Bagian #1(Prologue)

326 9 11
                                    


Berusaha dan pantang menyerah adalah keharusan bagi kita, doa dan keuletan sangat menjamin apaun yang kita lakukan.
Lantas, bagaimana dengan Cinta?
Haruskah demikian? Berusaha, berdoa dan memperjuangkannya?

💛💛💛💛


Pov.Naina
-
-

Semilir angin, membelai lembut gorden kamarku. Memenuhi ruang kecil nan senyap, terus mengusik tidurku.
Ternyata, Ibu yang telah membuka jendelanya dua jam yang lalu
"Naina! Sudah siang, lho. Rezeki dipatuk ayam. Kalo gak kebagian nasi goreng, jangan salahkan Ibu." Terdengar ritual sang Ibu membangunkan anak-anaknya.
Terlebih aku yang paling bandel.

Langkah kaki Ibu tak terdengar lagi, semakin jauh, semakin hilang. Sejenak membuka mata, bergegas menatap benda antik di atas meja belajar.
"Oh My god! Kesiangan. " Teriakku menggelegar di seluruh ruangan.

Namun, tak perlu banyak waktu untuk bersiap. Karena aku termasuk anak yang santai menghadapi segala medan perang. Eh! Segala hal
Gimana enggak santai?
Aku bangun, tinggal bangun.
Beda dengan kakak-kakakku, mereka bangun pagi buta untuk melakukan kewajiban dan kegiatannya masing-masing. Masak, menyapu dan membantu Ayah.

Tau dong, aku ini sebagai apa?
Ya. Aku anak terakhir dari pernikahan Zeni Shariiv dan Ruqayyah Salim. Dua kakakku, merantau dan memilih menikah di sana. Dua lagi, bekerja di perusahaan ternama di tempat asalku, mereka juga sudah menikah

Tunggu!
Kakakku hanya seorang Cleaning service, dan satunya lagi, seorang karyawan swasta. Yang gajinya hanya cukup untuk biaya hidup keluarganya saja.

Tapi, Ibu dan Ayah tetap bahagia. Karena anak-anaknya sudah menikah dan bahagia dengan keluarga kecilnya.
Saat ini, hanya ada aku, Ibu, Ayah dan kak Rena di rumah. Dan sisa dua anak mereka saja yang belum menikah, siapa lagi jika bukan aku dan kak Rena Maulidia, kakak perempuan satu-satunya

....

Teett ...
Bel Sekolah, terdengar dari luar gerbang Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 6 (SMKN 6) Waringinkurung.
Sejenak aku mengumpulkan nafasku yang berhamburan, ku geser tasku, dan ...

Wussssshhh ...
Aku berlari sekencang mungkin.
Nampak Mang Asep tengah berdiri di ujung sana. Ia adalah security di Sekolah. Ia akan memulai tugasnya, dari menutup gerbang jika bel masuk dan membuka gerbang jika bel pulang berbunyi
"Mang Asep, tu-tunggu. Tunggu!" Teriakku, sambil kutarik lagi gerbang tua yang baru saja menyatu oleh Mang Asep.

Kreeekk ...
Irama gerbang tua sekolah bertautan saat kutarik.
"Aduh! Ini sudah jam berapa?" Tanyanya dengan sedikit menekan suaranya, dan aku hanya diam.

"Dari anak baru, sampe mau lulus sekolah, masih doyan telat saja kamu, Nay." Tambahnya lagi, dengan wajahnya yang berhiaskan kumis menambah kesan seram saat memandangnya.

*Celaka! Sepertinya Mang Asep bakalan marah nih.* gumam hatiku

"Eum ... Iya, Mang Asep. Maaf ya! Tadi aku nolongin ibu-ibu yang motornya mogok di jalan, hampir saja aku jadi montir dadakan!! Hufftt." Jawabku asal, sembari menyeka peluh yang menetes.

Sengaja aku menjelaskannya dengan sedikit memperlihatkan rasa penyesalanku karena terlambat lagi.
"Halah! Alasan. Padahal, kamu kesiangan kan, bangunnya?" Cecarnya. Kedua tangannya kembali merekatkan gerbang sekolah.

Ikhtiar Cinta (Menggapai Ridha-Mu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang