Bagian #17 (Teka-Teki Hati)

51 3 0
                                    


POV. Naina

-
-


Bagai daun tertiup hembusan angin. Terbang, melayang, amat tinggi. Entah kemana jatuhnya.
Cukup banyak air mata kesedihan dan haru bahagia kutumpahkan, saat berpamitan dengan Yura, Maira, Zakki juga Mas Rizal.

Mereka sangat sedih, tak bisa ikut bersamaku, menemaniku.
Aku pun terpukul mendengar penjelasannya. Tapi, itu sudah ketetapan dari Allah.
Hanya sampai stasiun saja mereka mengantarku.

"Nay. Sebenarnya aku, tuh, pengen ikut. Tapi ---?" katanya sambil memelukku.

"Tapi, apa?" Aku menimpali kesal. Sering banget ngegantungin tanda tanya.
Emang aku ini Dukun?

"Bang Rizal, kan, kerja. Zakki sekolah, ditambah biaya ongkosnya juga belum ada, semoga kamu ngertiin, ya?" tegasnya melirik anak dan suaminya yang sudah siap pulang.

"Udah. Gak papa, tapi pas Aku nikah nanti bisa dateng, kan?" cecarku.

Yura manggut lalu senyum.

"Nah. Udah, emang sengaja aku minta hari libur. Biar kamu bisa hadir di hari bahagia aku, Ra." Aku menghapus air matanya yang belum sempat terjatuh.

Tin ... Tin ...
Dari kejauhan, Mas Rizal menekan klakson mobilnya.
"Mi ... Adek nangis." teriak Zakki mendongak keluar jendela.

Yura menoleh.
"Iya, sebentar!"

Aku dan Yura menghampiri mobil yang tersisihkan dari mobil lainnya itu.

"Bang. Jangan nakal, ya? Jagain Adeknya, pinter sekolahnya, yang rajin muraja'ahnya. Oke, anak soleh?" kataku mengelus kepalanya.

Zakki menatapku nanar.
"Tante mau pulang?" ucapnya lirih, meraih tanganku yang bersandar di kaca mobil.

Aku tersenyum, namun juga menahan sesak.

"Tante ke sini lagi, kan? Temenin Abang main, kan? Gendong Adek lagi! Ummi bilang, Abang mau punya Adek baru." cecarnya tak berjeda.
Tak mampu menjawab. Aku menganggukan semua perkataannya.

Kukecup keningnya yang masih mengernyit.
"Tante sayang Zakki. Assalamualaikum." berbisik lembut.

"Zakki juga. Wa'alaykumsalam, Tante Imut." jawabnya, senyum lebarnya menghias wajah yang putih nan tampan rupawan.

"Fii Amanillah, ya, Nay. Salam untuk Ibu." Yura mengusap bahuku pelan.

"Aamiin, Insyaa Allah. Kamu juga, ya, Fii Amanillah." kulambaikan tangan, melepas kepergiannya.
Mereka memerhatikan tiap langkahku dari dalam mobilnya, hingga aku menaiki kereta.


....

Serang - Banten

Masih dengan perasaan gugup
Akan bagaimana nantinya bertemu dengan keluargaku.

Setelah hampir sebelas bulan lamanya, pasca menghadiri pernikahan Said dan Arin, baru sekarang aku menginjak kota kelahiranku, lagi.

Setelah kereta. Kembali aku menaiki kendaraan umum, sebanyak tiga kali, jangan tanya habis berapa, ongkosnya!

Aku sampai di Alun-alun Kramatwatu, di sini. Aku tak perlu mencari ojek, lagi.
Sudah banyak yang menanti kedatangan para penumpangnya.

Dari kejauhan, terlihat seseorang mengenakan sweater berwarna hijau tua, memakai helm berwarna kuning gelap juga motor metiknya.

Ikhtiar Cinta (Menggapai Ridha-Mu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang