Bagian #4 (Hujan)

86 3 0
                                    


🍂 Ajari Aku 'tuk tetap baik-baik saja, saat semuanya tak lagi sama 🍂

POV. Naina
-
-

Detik-detik waktu berhasil menggiring suasana. Ya, puncak acara telah berakhir. Siswa-siswi berhamburan menuju ruang yang telah disediakan panitia untuk sesi foto bersama.

Yura, Devi, Anin, Azka dan semua temanku nampak bahagia. Harusnya aku juga bahagia. Entahlah!!
Sampai diujung acara, Ayah tak kunjung datang

Kulirik jarum jam di tanganku. "Rin! Kemana Ayah dan kakak-kakakku? Kenapa cuma kamu aja yang ke sini!?" Cecarku pada Arin

"Eumm--- Nay, aku minta maaf." Ujarnya pelan, kepalanya selalu merunduk.

"Cukup, Rin! Ini bukan waktunya bercanda." Amarahku membuncah. Arin menggelengkan kepalanya cepat, air mata mengalir deras membasahi hijabnya.

"Gak, Nay. Engga! Om Zen---" Matanya melirik kanan dan kiri.

"Apa, Rin? Ayah kenapa? Ayah gak bisa dateng?" Cecarku.

Lagi lagi ia hanya menggeleng saja
Lantas menarik tanganku.
Degup jantungku jelas semakin tak beraturan, entahlah apa maksudnya menarik tanganku. Dia pikir aku paranormal yang bisa mengendus rahasianya.

"Lho, Nay! Kok buru-buru? Kita belum foto-foto, lho." Seketika Yura menghentikan langkah yang membuatku sesak. Yura masih di sini, ku kira ia sudah meninggalkan aku. Pergi bersama pacarnya --Dio--

Kulihat Arin hanya tersenyum.

"Gak tau nih, Ra. Aku tanya Ayah mana, malah gak jawab dan paksa aku buat ikutin dia." Jawabku seraya melepas genggaman Arin.

"Oh! Ini temen lo, Nay? Gue kira emak lo. Gih sono ikut sama emak, Haha. " Cibirnya.

Arin menangis dan ia ke luar Aula sendirian, meninggalkanku. Begitulah Yura, tak ada sedikitpun rasa menghargai orang lain, tutur katanya kerap kali menyakiti orang lain.

Tapi mengapa aku justru nyaman berteman dengannya?

Sudahlah!

Ku hampiri Arin yang masih menangis, ku usap air mata yang membasahi hijabnya. "Maafin aku, ya Rin?" Ku tatap netranya.

Tanpa sadar, Yura sudah ada di belakangku. "Ra, gue balik dulu, ya! Sukses dan salam buat semuanya, ya." Kudekap Yura dengan erat.

Kutinggalkan senyum untuknya
Ia pun membalas senyumanku. Mungkin ini terakhir kali memeluknya. Katanya, ia akan ikut keluarganya ke luar negeri.

"Tapi, Nay? Lu yakin mau balik duluan? Gak ikut foto-foto dulu sama kita?" Ucapnya menggenggam tanganku.

Aku menggeleng cepat.

"Gini deh, nanti malem party di rumah gue, ya. Mumpung bokap nyokap gue ga di rumah. Gimana?" Imbuhnya, terus membujuk.

Yura begitu memanjakanku
Apalah arti selembar uang?
Baginya, kesenangan bisa ia miliki selama uang itu ada.

Saat itu, Yura rela tidur di rumahku yang mungkin sama dengan luas kamarnya.

Tak pernah kuduga sebelumnya, ia bersedia tidur di tempat sempit seperti rumahku. Pengorbanan yang tak akan ku lupakan. Ingat betul, saat aku terpergok sedang dibonceng oleh seorang lelaki, lantas ka Malik memarahiku habis-habisan. Yura saat itu langsung mengikutiku, ia meminta maaf atas kesalahanku. Karena ia tahu, bahwa aku sangatlah berbeda sikap, antara di rumah dan di sekolah.

Ikhtiar Cinta (Menggapai Ridha-Mu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang