Bagian #13 (tanda Allah sayang)

50 3 0
                                    

POV. Naina

....

Kembali, menyapa jam di atas nakas. Masih pukul, lima belas lewat dua puluh menit.

Ponselku pun, senyap sedari tadi.
Tiada kabar dari Yura, sejak semalam.

Cemas ...
Biasanya, Ia datang mengajak kedua anaknya.
Sembari menunggu suaminya pulang kerja.
Kali ini, Ia tak datang.

Dengan rasa ingin tahu yang berlebih, aku menengok keadaan luar dari balik jendela.

Sepi ...
Apa Yura sakit?
Maira dan Zakki juga tak nampak, biasanya sudah riuh dengan teriakan dan suara kaki di ujung gang rumahnya.

Tetap memerhatikan rumah kontrakan yang di hadapanku.
Sebenarnya, aku bisa saja datang ke rumahnya.
Tapi, Kalau nanti, malah suaminya yang menerima kedatanganku, bagaimana?
Puffft ...

Baiklah, kutunggu saja kabar darinya.
Satu jam menunggu.
Zakki keluar dari rumahnya.

"Bang. Bang Zakki, sini!" Kataku melambaikan tangan.

Zakki melangkah malas.
"Ada apa, Tante?" mendekatiku.

"Ummi sehat, kan?" keluar menghampirinya.

Zakki mengangguk pelan.

"Kenapa Ummi gak kelihatan dari semalem? Biasanya, Ummi bawa Adek ke rumah Tante." tanyaku memegang tangannya.

Sekali lagi, Zakki diam dan hanya menggeleng pelan.

Aku geram.
"Zakki ... Jawab Tante, dong!" menatapnya.

"Abi ada?" Kataku memancingnya untuk bicara.

Namun, dia menggeleng lagi.
"Zakki mau kemana? Apa udah makan?"

Kehabisan kata-kata untuk mengajaknya bicara.
Zakki menangis dan memelukku.

"Wait!"
"Kenapa, Sayang?"

Zakki menarikku, masuk ke rumahnya.
Dengan cepat aku mengikutinya.

....

Sungguh!
Aku tak menyangka dengan apa yang aku lihat saat ini.

Rumah penuh dengan mainan yang berserakan.
Bau pesing di mana-mana.
Belum lagi tumpukkan piring dan baju kotor di sudut dapur.

Aku melihat Maira, tertidur pulas di samping Yura.
Kuhampiri Yura yang sedang terisak tangis.

"Ra?" Kataku pelan.

Tak ada jawaban darinya.
Dia semakin menangis dan memukul bantal yang mengganjal tubuhnya.

"Ra. Kenapa?" Ku ulangi lagi.
"Nay. Suamiku, Nay ..." memelukku erat.

Entah apa yang telah terjadi.
Tapi, ini benar-benar bukan seperti biasanya.

"Mas Rizal? Iya, kenapa?" kataku sedikit panik.

"Bang Rizal dihipnotis, Nay. Semua uang tabungan kita habis tak tersisa, dibawa orang itu." Jawabnya terisak.

Tubuhku pun ikut lemas.
Tak tahu harus bagaimana.
Mengganti uangnya yang hilang?
Mustahil, upahku dari hasil cuci gosok saja, hanya cukup untuk bayar kontrakan dan makan sehari-hari.

"Inna lillahi wa inna ilayhi roji'un. Sabar, ya, Ra." ucapku, terus mengelus punggungnya.

"Udah telefon polisi?" tanyaku, mengingatkan.

"Sudah. Tau sendiri, kan? Lama banget kalo proses untuk masalah seperti ini. Bang Rizal malah belum pulang sejak kejadian." Jawabnya sambil mencium kening Maira.

Ikhtiar Cinta (Menggapai Ridha-Mu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang