"Aaahhhh … Aahhh … aaahhh,"
Suara desahan demi desahan dua orang yang tengah bergumul di sebuah ranjang besar sebuah hotel itu terdengar ke setiap sudut ruangan itu. Seseorang pria berkulit Tan itu kini tengah berada di atas tubuh seorang pria manis, menatap pria manis itu dengan tatapan sayu di kuasai oleh gairah.
Pria tampan itu menggerakan pinggulnya dengan tak beraturan, tidak bisa menahan arus gairah yang kini tengah di rasakan olehnya. Pria itu mendekatkan wajahnya pada wajah pria manis itu, lalu menyambar bibir merah muda yang menggoda milik pria manis itu, melumatnya dengan penuh nafsu, menyesap habis bibir pria itu yang kini setengah terbuka dan membengkak.
"Aaahhhh …. Aahhhh … aahhhh,"
Tangan pria manis itu mencengkeram erat bahu kekar pria berkulit Tan itu, dan melingkarkan kakinya pada pinggang pria itu dengan erat, saat pria itu menghujam miliknya sangat dalam dan juga sangat kuat kedalam lubangnya.
Pria yang lebih tua itu terjatuh di atas tubuh pria manis itu, setelah pelepasan keduanya, deru nafas keduanya bersaut-sautan, membuat pria itu mencoba menormalkan segalanya, termasuk detak jantungnya yang kini tidak beraturan sama sekali.
Singto menatap seseorang yang berada di bawahnya, mengusap lembut pipi pria manis itu, sebelum mencium bibir pria itu lagi, dan menggerakan pinggulnya lagi, entah mengapa dia merasa jika gairahnya tidak ada kunjung surut juga.
Peluh membasahi keduanya, hingga dinginnya AC itu tidak terasa oleh tubuh keduanya yang kini terbakar oleh gairah, Singto melepaskan penyatuan keduanya. Membalik tubuh pria manis itu, sebelum memposisikannya dengan menungging di atas tempat tidur, lalu tanpa aba-aba apapun memasukan miliknya ke dalam lubang sempit milik pria manis itu, dalam satu kali hentakan kuat.
"Argghhh," Pekik kesakitan keluar dari mulut pria manis itu, tetapi tidak ada niatan keduanya untuk berhenti saat itu, entah apa yang merasuki keduanya, hingga mengabaikan segalanya, dan mengabaikan semua kenyataan yang ada, yang keduanya pikirkan saat itu hanyalah menyelesaikan apa yang belum terpuaskan oleh keduanya.
Singto terus menggerakkan pinggulnya, sembari bibirnya menelusuri setiap lekukan pinggang pria manis itu, mengecupinya sampai membuat tanda-tanda merah di sana.
Tangan pria manis itu mencengkeram seprai dengan erat, menahan apa yang dia rasakan, "Ahhhh."
Hanya mendesah yang dia bisa saat tubuhnya ikut terhentak mengikuti setiap hentakan demi hentakan yang pinggul Singto lakukan padanya, kemaluan Singto menghujam titik ternikmatnya, hingga erangan kenikmatan keluar dari tubuhnya yang kini terasa melemas oleh semua yang Singto lakukan padanya.
Tangan Singto mengocok kemaluan pria manis itu yang sudah menegang dan berdiri tegak, mendamba untuk Singto sentuh.
"Bersamaan,"
Singto mengatakannya ketika merasakan kemaluan pria itu berkedut ingin mengeluarkan muatannya, dan pria manis itu menganggukan kepalanya, mengikuti apa yang Singto minta.
Hingga setelah beberapa kali hujaman tajam, Singto memasukan miliknya sangat dalam pada milik pria itu, di susul oleh pria itu yang mengeluarkan miliknya di tangan Singto.
Keduanya jatuh di atas tempat tidur, setelah mengeluarkan muatannya yang kesekian kalinya, Singto bertumpu pada sikunya, sebelum mengeluarkan miliknya dari dalam hole pria itu, sebelum membaringkan tubuhnya di samping pria manis itu, yang kini terlihat sudah tidak bergerak lagi.
Tangan Singto merengkuh tubuh pria manis itu dan memeluknya, sebelum ikut memejamkan matanya ke alam mimpi.
.
.
.
Keesokan harinya, ketika cahaya matahari menatap malu-malu memasuki cela balkon kamar hotel itu. Singto menggeliat dalam tidurnya dan membuka matanya perlahan-lahan ketika mendengar tangisan seseorang bergema kesetiap sudut ruangan itu.
Singto langsung memosisikan dirinya sendiri untuk duduk, ketika melihat sekertarisnya kini mendudukan dirinya di sisi sampingnya, sambil mendekap selimut sebatas dadanya.
Saat itu juga Singto kaget, begitu dia sadar jika dirinya tidak mengunakan apapun di dalam selimut yang sama bersama dengan perkejanya itu membuat Singto memegangi kepalanya yang terasa pusing.
Apa yang sudah di lakukannya kemarin, bersama dengan pria itu?
Sehingga bayangan kedua orang yang tengah bercinta itu kini merasuki pikiran, Singto memejamkan matanya. dan melirik pria itu yang kini tengah menangis.
"Maaf, seperti aku terlalu mabuk tadi malam."
Tetapi pria itu tidak memperdulikan apa yang Singto ucapakan, bahkan saat tangan Singto ingin menyentuh pundaknya pun pria itu langsung beringsut menjauhi Singto, rintihan kesakitan keluar dari mulut pria manis itu ketika menggerakkan dirinya.
Singto bisa melihat noda darah tercetak di seprai yang dia tiduri barusan, dia sudah membuat kesalahan yang besar sekarang, bagaimana dia bisa menghadapi semua ini.
Tangan Singto merengkuh tubuh telanjang pria manis itu, dan memeluknya dengan erat, "Jangan menangis, ini salahku. Aku akan bertanggung jawab untuk hal ini."
Tetapi pria manis itu tetap mengis tidak memperdulikan apa yang Singto katakan padanya, tangan Singto mengusap punggung pria manis itu.
"Jangan menangis, Krist. Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu."
Meskipun Singto tahu jika apa yang dia lakukan itu tidak bisa di maafkan, yang terpenting dia ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah dia perbuat, meskipun seseorang yang berada di dalam dekapannya itu adalah seorang laki-laki.
Apalagi setelah melihat keadaan Krist saat ini, rasa bersalah kini mulai menghinggapi hati Singto. Berharap bisa mengurangi kesedihan yang pria itu alami saat ini.
Sedangkan pria yang ada di dalam dekapan Singto, langsung menghentikan tangisannya setelah mendengarkan apa yang pria itu katakan, tanpa Singto ketahui pria manis itu kini tersenyum miring penuh arti ke arahnya.
* To be continued *
KAMU SEDANG MEMBACA
[16]. IF [ Love Now ] { Krist x Singto }
Fanfiction[ Completed ] Di saat sebuah hubungan rumah tangga yang sudah terjalin lama, tiba-tiba di dalamnya hadir orang orang ketiga apakah yang harus Singto lakukan tetap mempertahankan rumah tangganya atau justru berpaling pada orang lain yang membutuhkann...