Cahaya putih terang yang menyilaukan itu adalah hal yang pertama kali Krist lihat saat kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit, menyesuaikan diri dengan cahaya itu. Setelah terbuka dengan sempurna Krist mengedarkan pandangan matanya ke seluruh penjuru ruangan, dimana saat ini pria manis itu tengah berbaring pada sebuah ruangan asing dengan nuansa putih yang cukup mendominasi, di setiap sudut ruangan.
Krist langsung memosisikan dirinya untuk duduk, sambil memegangi kepalanya yang kini terasa sedikit pusing. Pria manis itu menatap seseorang yang kini mendudukan dirinya pada sisi lain rajang rumah sakit tempatnya berada, saat merasakan jika ada sesuatu yang menyentuh tangannya.
"Jangan terlalu banyak bergerak," Singto membaringkan lagi tubuh Krist di atas ranjang itu, "istirahatlah."
Perkataan Singto membuat Krist menggelengkan kepalanya, "Aku mau pulang."
"Tidak bisa. Kau harus istirahat."
"Aku takut."
"Apa yang kau takutkan?"
Krist hanya diam, tidak ingin menjawab apa yang Singto tanyakan kepadanya. Pria manis itu menatap ke arah Singto dengan pandangan memohon, agar pria itu membiarkan Krist untuk pulang.
"Ayo, kita pulang. Tapi jika ada sesuatu kau harus memberitahu ku, dan jangan terlalu memikirkan sesuatu dengan berlebihan."
"Memang aku kenapa?"
"Tidak apa-apa, kau hanya sedikit shock dan stress. Jadi jangan memikirkan sesuatu yang berat."
Pria manis itu hanya menganggukkan kepalanya, kepada Singto. Hanya saja jika di pikirkan lagi. Bagaimana Krist tidak banyak pikiran, jika kenyataannya sekarang Krist hamil dengan pria yang berada di depannya saat ini, belum lagi wanita sialan itu.
Yang terpenting sekarang, bagaimana caranya agar Singto terus bersama dengannya, dan tidak mendengarkan ucapan wanita ular itu. Singto harus ada di pihaknya, dan harus membelanya, itu harus. Apapun akan Krist lakukan agar Singto memilihnya, dan meningkatkan wanita itu.
Lagipula, apa bagusnya wanita itu. Jangan lupakan jika wanita itu sudah menamparnya, meskipun Krist sudah balas menamparnya sepertinya itu belum cukup. Wanita itu memang harus di beri pelajaran sepertinya, karena sudah berani bermain-main dengannya.
"Krist…."
Mendengar suara Singto memangil namanya, semua yang Krist tengah lamunkan mendadak hancur begitu saja. Pria manis itu menatap ke arah Singto, yang terus saja menatapnya daritadi.
"Apa?"
"Bagaimana jika kau tinggal bersama ku?"
"Istrimu?"
"Tinggal tempat kita yang biasanya. Aku takut Baitoei akan ke rumah kakakmu lagi, dan marah-marah. Jadi alangkah baiknya jika kau tidak ada di sana."
"Aku tidak salah, untuk apa aku kabur dari dia."
Sungguh Krist tidak suka dengan ide itu. Krist tidak salah disini, dan tidak akan pernah salah. Jika Singto mau denganya, apakah itu salahnya?
Tidakkan, wanita itu saja yang tidak bisa menjaga suaminya sendiri. Lagipula Krist hanya menggoda Singto sekali, tapi jika sekarang Singto tidak bisa lepas darinya, berati sebenarnya wanita itu ada artinya untuk Singto.
Pakai logika dan akal sehat saja. Krist ini seorang laki-laki, yang sama seperti pria itu, terlepas dari Krist sedang mengandung atau tidak, tetapi tetap saja harusnya jika Singto benar-benar mencintai istrinya, tidak semudah itu dia bersama dengan Krist.
"Bukan seperti itu. Aku hanya tidak mau kau banyak pikiran karena itu."
Awalnya Krist ingin menolaknya, untuk apa dia pindah kesana. Tidak ada Gun, Krist tidak bisa hidup, semuanya Gun yang menyiapkannya untuknya, dan menemaninya. Namun pada saat itu juga, Krist mendapatkan sebuah ide.
KAMU SEDANG MEMBACA
[16]. IF [ Love Now ] { Krist x Singto }
Fanfiction[ Completed ] Di saat sebuah hubungan rumah tangga yang sudah terjalin lama, tiba-tiba di dalamnya hadir orang orang ketiga apakah yang harus Singto lakukan tetap mempertahankan rumah tangganya atau justru berpaling pada orang lain yang membutuhkann...