Hanya sebuah keheningan yang kini menyertai ketiga orang yang tengah mendudukan dirinya pada sebuah kursi panjang di luar ruangan yang tertutup. Raut wajah penuh kecemasan tergambar jelas pada ketiganya saat ini.
"Apakah mereka akan baik-baik saja?"
"Berdoa saja untuk Keselamatan mereka."
Jawaban yang di keluarkan oleh Singto, membuat Gun menghela nafas beratnya. Mereka memang harus berdoa agar Krist baik-baik saja. Hanya saja ini terlalu berat bukan, usia mereka baru 29 mingguan tapi sekarang dengan terpaksa kedua keponakannya itu harus di keluarkan dari rahim adiknya, di karenakan kondisinya tidak akan memungkinkan jika Krist terus mempertahankan keduanya saat ini.
Singto menatap ke arah ruangan yang berada tepat di hadapannya saat ini. Singto tidak tahu harus bersikap seperti apa saat ini, haruskah dia senang atau justru sebaliknya.
Bukankah hal inilah yang dirinya dan juga Krist tunggu-tunggu selama ini, kelahiran buah hati keduanya, tetapi jika dengan cara seperti ini, itu justru membuat Singto takut, karena resikonya sangat tinggi untuk kedua anaknya. Mereka masih terlalu dini untuk lahir.
Bahkan Singto tidak tahu bagaimana reaksi Krist nanti, sekarang semuanya hanya bisa berharap jika ketiganya akan baik-baik saja, sampai akhir, sebab jika tidak, Singto tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya.
Ada sebuah tepukan pelan dari arah sampingnya pada bahu Singto, membuatnya menengokan kepalanya ke arah samping, dimana New kini menatapnya.
"Jangan menangis."
Singto menggelengkan kepalanya, "Aku tidak menangis."
"Jangan berbohong. Kau harus yakin mereka akan baik-baik saja. Kau akan menjadi seorang ayah dari dua anak perempuan nanti."
"Mereka akan baik-baik saja."
Singto berusaha untuk menyakinkan dirinya akan hal itu, meskipun ada sedikit keraguan yang kini menghinggapi hatinya akan hal itu, saat ini yang bisa Singto lakukan hanyalah berharap yang terbaik untuk kedua anak dan juga kekasihnya itu.
.
.
.
Ketika Krist membuka matanya hal pertama kali yang di dapatinya hanyalah Singto, pria itu kini tengah memandangnya dan menggengam salah satu tangannya dengan erat. Pria manis itu tersenyum lemah ke arah kekasihnya itu. Saat ini Krist masih senang mengumpulkan segala ingatannya kenapa dirinya bisa berada di tempat asing seperti ini.
Hingga akhirnya Krist ingat ketika Baitoei memanggilnya tetapi ketika Krist menghampirinya, ada yang memukulnya, lalu Baitoei membawanya ke sebuah tempat asing, sampai pria-pria suruhan baitoei itu ingin memperkosanya, setelah itu Gun datang, mereka keluar dan perutnya sakit, sampai akhirnya….
Tangan Krist meraba perutnya yang sekarang sedikit mengempes, membuat pria manis itu langsung panik dan ingin memosisikan dirinya sendiri untuk duduk, namun Singto menghalanginya.
"Jangan banyak bergerak."
"Anak kita, kemana mereka? Mereka tidak apa-apakan? Tidak terjadi sesuatu yang burukkan? Kenapa P' diam saja, bagaimana keadaan anak ku."
"Sssttt, tenang Krist." Jemari Singto mengusap air mata Krist yang mengalir, Singto tahu jika saat ini Krist tengah merasa takut, sama seperti apa yang Singto rasakan, "mereka ada di ruangan lain, ada sedikit masalah dengan pernafasan mereka, tapi sekarang sudah tidak apa-apa."
Krist menggelengkan kepalanya tidak percaya, "Bukankah mereka seharusnya belum lahir?"
Tangan Krist memegangi kepalanya yang pusing, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi lagi, bukankah harusnya dia melahirkan 7 minggu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[16]. IF [ Love Now ] { Krist x Singto }
Fanfic[ Completed ] Di saat sebuah hubungan rumah tangga yang sudah terjalin lama, tiba-tiba di dalamnya hadir orang orang ketiga apakah yang harus Singto lakukan tetap mempertahankan rumah tangganya atau justru berpaling pada orang lain yang membutuhkann...