Part 24

2.2K 89 2
                                    

Setibanya si rumahku, aku membukakan pintu mobil untuk Renata. Dengan sedikit membungkuk dan tangan membuka aku mempersilakannya.

"Silakan nyonya. Saya merasa terhormat Anda sudi berkunjung ke kediaman kita kelak."

Renata turun dengan tersipu malu. Pipinya sudah memerah. "Ish apa sih hehe bisa aja kamu."

"Salting... salting... ayo masuk. Masa berdiri di sini." Aku memeluk pinggang ramping Renata dari belakang kemudian membimbingnya masuk ke rumah.

Tak ada protes darinya. Bukankah dengan banyak diam seperti ini membuatnya semakin terlihat manis. Ahh Renataku.

"Sepi sekali rumah ini. Tak ada orang lain yang tinggal bersamamu?" tanya Renata.

"Tinggallah bersamaku dan buat rumah ini ramai dengan tangis dan tawa anak kita haha."

"Aku serius Ry." Gadis itu membalikkan badan membuat kami saling berhadapan. Sekarang kami ada di ruang tamu, aku menekan pundaknya pelan sampai ia terjatuh pada sofa di belakangnya.

"Aku sangat serius Renata. Dua rius. Tiga rius. Sejuta rius."

Ia menghembuskan nafas pelan. Terlihat raut tak percaya dari mukanya. Basi memang aku juga tahu tapi aku tak peduli.

"Kau tahu bukan ayah masih di rumah sakit. Masih perlu kujelaskan?"

Kali ini aku menyusul duduk di sebelahnya.

"Mau makan di rumah atau kita keluar sebentar mencari makan? Perutku sudah sangat lapar."

Kataku lagi sebelum ia sempat menjawab pernyataan pertamaku. Ia hanya mengangguk dan memajukan bibir seperti berkata "Ohh..."

"Ya terserah." Jawabnya menaikkan kedua pundaknya.

"Aku benci jawaban terserah. Dasar wanita."

"Aku masih gadis."

Mendengar jawabannya membuatku ingin menggodanya. Mataku sudah meliriknya dan bibirku tersenyum simpul. "Begitukah?"

"Tentu saja." Jawabnya tenang.

Karena perut sudah tidak bisa diajak bekerjasama aku tak berminat menggodanya kalinya. Kubiarkan lolos hanya untuk sekali ini saja.

"Yasudah ayo makan. Cepat pilih kamu mau makan di mana? Selain dokter aku juga koki yang handal asal kau tahu."

"Sayangnya aku tidak tahu Tuan." Jawabnya tak acuh. Membuatku ingin memakannya saat sudah lapar seperti ini.

"Aku memberi tahumu. Jangan sampai aku memakanmu karena lapar."

Dengan sedikit menggeser posisi dudukku. Kini kami sudah sangat dekat. Aku merengkuh pinggangnya, berpegang pada pinggangnya seolah sangat menyenangkan bagiku.

"Renataaaa..."

"Iya apa? Berisik banget."

"Aku laparr..."

"Terserah. Yasudah ayo makan."

"Apa aku boleh memakanmu?"

Ya gadis di sampingku sangat menggoda. Renataa ah aku sudah tak bisa menahan lagi. Kau sangat memabukkan.

Kubenamkan kepalaku di pundaknya. Dan bibirku sudah mendarat di lehernya. Putih, lembut, dan membuatku ingin menyesapnya. Hal ini membuatnya terkejut saat cairan basah dari lidahku sudah menempel di lehernya.

"Ahhh..."

Desahnya membuatku berdesir. Jantungku seperti sedang lari maraton saja.

Shit!

Your Heart is Frozen OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang