Baik aku atau Ry menyembunyikan hubungan kami dari orang-orang sekitar. Seminggu bepergian bersamanya menghabiskan waktu dari siang hingga malam. Ia menjemputku, mengantar pulang atau mengantar ke kampus lalu menjemputku usai kelas.
Aku tak menyangka ia mau mengantarkan ke kampus. Apa ia sedang dirasuki sesuatu? Tak tanggung-tanggung ia menawarkan untuk menjemput.
Siang itu aku menemaninya makan sate ayam mang Suroso di dekat stasiun. Hari ini juga menjadi hari terakhir kita bertemu. Aku tak paham pasti bagaimana kondisi hatiku.
"Buruan pesen dulu."
"Yaudah sana pesen dulu. Aku es teh satu." Ujarku kemudian duduk di bangku depan.
Beberapa tempat duduk sudah ramai dipenuhi orang. Aku memilih duduk di luar tepatnya di depan jendela di teras depan. Persis di belakang tempat bakaran.
Tak lama setelah memesan ia menghampiriku dan duduk di sebelahku. Menyisakan satu kursi di tengah kami. Walau sebenarnya aku sedikit tersinggung mengapa harus ada jarak antara kami tapi aku memilih untuk diam. Diam mungkin pilihan terbaik namun di sisi lain diam adalah pilihan untuk melukai diri sendiri.
Bagaimanapun ini hari terakhir aku bisa melihat wajahnya bukan. Kami menunggu sedikit lebih lama hingga akhirnya dua porsi sate dan nasi datang di meja kami, menyusul es teh.
"Terima kasih." Ucapku saat mas-mas mengantarkan pesanan.
Aku mencari sedotan di bangku lain yang ternyata di depan mejaku sendiri sudah ada. "Di sini aja ada nyari yang jauh-jauh." Kata Ry menyodorkan satu untukku.
"Oh maaf aku gak lihat tadi."
Mukaku seperti orang bingung. Menyebalkan.
Aku tahu porsi ini terlalu banyak untuk perutku. Kira-kira aku makan setengahnya kemudian menaruh setengah lagi di piring Ry.
"Aku gak habis nih. Kamu makan ya hehe."
"Haish tahu gitu tadi pesen satu setengah aja."
"Maaf."
"Kenapa minta maaf mulu dari tadi."
"Gak tau."
"Kamu kok udah pakai baju kuliah. Kelas jam berapa? Kan harusnya pulang dulu. Masa aku anter ke kampus ntar jemput lagi kamu pikir ojek."
"Ya gpp. Daripada aku bolak-balik."
Kami sudah selesai makan waktu masih banyak tersisa. Kelasku juga masih lama. Asap sate terus mengebul lagu yang didendangkan oleh penyanyi jalanan terus menggema. Seorang berkaus merah, rambut sedikit ikal sebahu duduk di kursi samping pintu keluar memetik gitar sembari bernyanyi. Ia menyanyikan lagu romansa lama dan tak ada lagu bahagia dari semua lagu yang dibawakan. Semua tentang perpisahan, menyedihkan. Sama seperti keadaan kami saat ini.
"Hehe kenapa lagunya sedih semua ya?" Ry tersenyum kecut ke arahku.
"Hmm ya."
Akhirnya kami malah ngobrol gak jelas ke sana kemari. Ngobrolin keadaan di tempat kerja Ry sampai jaman ia masih kuliah dulu.
"Seneng kan kamu besuk balik ke sana?"
"Gak. Kalau bisa malah gak usah balik."
"Besuk pesawatmu dicancel lagi penerbangannya."
Ya, seharusnya Ry pulang dua hari lalu. Tapi berhubung pesawatnya dicancel dua hari jadi mau tak mau ia harus menunggu. Sepulang kami makan siang dua hari lalu ia memberitahukanku.
Kami baru masuk ke rumah meletakkan tas ia sudah duduk di depan telefon rumah menghubungi nomor kantor penerbangan tersebut untuk meminta konfirmasi. "Kira-kira kantornya buka sampai jam berapa ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Heart is Frozen Over
Roman d'amourMemiliki bos baru yang mengesalkan? Andrea, seorang gadis yang bekerja di sela libur semester kuliah dipertemukan dengan CEO baru yang merubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Sesuai perjanjian pekerjaan ini akan selesai dalam dua bulan lagi...