Apa lagi yang harus kuceritakan? Karena banyak sekali kenangan dengan Ry aku jadi bingung akan mencerikan apa.
Banyak perjuangan untuk membangun hubungan kami. Jatuh bangun hingga banyak yang harus dikorbankan. Kalau dibilang berat ya berat. Tapi mau bagaimana lagi.
Pekerjaan yang menuntutnya untuk beralih ke lain kota yang sangat jauh. Jujur saja aku sendiri juga sedih selalu dinomor duakan. Meski tak ada waktu tapi ia selalu menyempatkan menghubungiku setiap hari. Aku sangat menghargainya.
Kulihat pasangan temanku nyatanya lebih parah. Mulai dari yang tak ada kabar, tak ada chat, dan berbagai alasan lain. Dibandingkan mahasiswa seorang business man sepertinya tentu lebih sibuk. Bersyukur di balik sifat dinginnya ia masih bersikap baik.
Terkadang aku sendiri malu dengannya. Aku terlalu kekanakan dan ngambek untuk hal kecil yang sebenarnya tak perlu dipermasalahkan. Karena aku seorang yang moodyan kerap juga membuat keputusan saat sedang sedih, kecewa, dan kacau.
"Jangan buat janji kalau lagi senang. Jangan cepat mengambil keputusan bila sedang bersedih." Kurang lebih seperti itu katanya menasihatiku.
Tak ada kata cinta atau pernyataan darinya. Kami hanya menjalani hubungan yang aku sendiri tak tahu entah bagaimana kejelasannya. Satu tahun bukan waktu yang singkat kalian tahu?
Aku menunggu bahkan untuk hal yang belum pasti kejelasannya. Tak ada jaminan tak ada kepastian. Entah apa yang meyakinkanku untuk bertahan. Tapi sejauh ini aku masih bisa bertahan. Meskipun entah kapan akan tumbang atau kuat berdiri. Boleh aku bersandar padamu?
Seperti itulah kami. Kami dua orang manusia yang bertolak belakang sifatnya. Aku hitam dia putih.
Aku tak suka melihat tv ia tak pernah melewatkan waktu untuk melihat tayangan yang ada. Ry meskipun sudah berumur masih saja menyukai kartun anak-anak. Aku membencinya bahkan saat kami bertemu kami selalu berdebat. Sekeras apapun aku meminta untuk mematikan tv ia tak mau menuruti.
"Matiin aja tv nya jangan nonton tv terus. Aku pusing." Kataku merebut remote tv yang dibawanya.
"Jangan. Aku mau nonton tv mumpung pulang di sana aku gak pernah lihat tv."
"Yaudah tv nya dimatiin aja terus dilihat hehe."
"Maunya nonton tv yang nyala."
"Ish sebel."
"Jangan ngambek. Terus aku suruh nonton kamu gitu?"
"Aku gak bilang lho." Elakku.
"Halah."
Ia memilih melihat acara memasak.
"Wah ibu rumah tangga kok ngocoknya gak kuat gitu. Kasian suaminya." Celetuknya mengomentari salah seorang peserta yang membuat ice cream gelato dengan sarang entahlah aku tak tahu.
"Menyimpulkan sendiri kamu ni."
"Nah gini dong masih muda tapi kuat ngocoknya." Katanya saat seorang wanita yang lebih muda disorot kamera.
"Otak mesum kamu. Yaudah nonton aja. Aku gangguin." Aku menatapnya dengan nakal. Mulai menggelitik perutnya, lehernya, mengusap telapak kakinya.
"Hahaha jangan geli."
"Biarin." Tanpa mempedulikan perintahnya aku terus meluncurkan aksiku.
Meraba sesuatu yang ada di dalam celananya. Kemudian mulai membuka boxer yang dipakainya. "Wow kamu cepat menengang ya?"
"Siapa yang ga berdiri kalau digituin?"
"Masih mau nonton tv?" tanyaku menoleh padanya.
"Iya dong." Matanya beralih ke tv yang masih menyala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Heart is Frozen Over
RomantizmMemiliki bos baru yang mengesalkan? Andrea, seorang gadis yang bekerja di sela libur semester kuliah dipertemukan dengan CEO baru yang merubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Sesuai perjanjian pekerjaan ini akan selesai dalam dua bulan lagi...