Bab 29 : Derita Cinta

1K 71 2
                                    

LiMing hampir bersujud demi meminta maaf pada MaiDing, tetapi MaiDing sama sekali tak menanggapinya.

"Kau boleh menyalahkanku sepenuhnya. Seharusnya aku ke neraka saja. Aku tidak tahu kalau dua gadis busuk itu berniat menjebakmu. Bagaimana kalau aku menjelaskan hal itu pada AnZiyan?" LiMing merasa sangat bersalah, tindakannya telah membuat MaiDing berada dalam masalah.

MaiDing melemparkan sebuah bantal pada LiMing, ia berkata dengan nada kesal, "Aku tidak ingin berbicara dengannya. Dia tidak mempercayaiku sama sekali. Memberi penjelasan hanya buang waktu saja. Harusnya dia dilempar ke neraka saja, bajingan sialan. Aku tak mau bertemu dengannya lagi."

"Kau tak boleh menyalahkannya. Sebagai seorang pria wajar dia marah mengenai hal ini. Dia menganggapmu sebagai pacarnya."

"Jadi menurutmu ini salahku?" MaiDing bangkit dari tempat tidur.

"Semua kesalahanku dan JuLi." LiMing berusaha menenangkan MaiDing.

"Bagaimana kalau kami tak mampu melewati ujian ini?"

"Ini bukanlah ujian hal seperti ini biasa terjadi. Kau harus memikirkannya dari sudut pandang AnZiyan. Apa yang akan kau lakukan saat kau menerima foto dirinya dan gadis lain tengah berada di tempat tidur? Dia sangat mencintaimu, itulah sebabnya ia sangat marah. Kau paham maksudku kan?" LiMing berusaha menjelaskan semampu yang bisa.

"Aku tak peduli. Aku sudah memutuskan untuk tidak menemuinya lagi." MaiDing membuat keputusan yang tidak masuk akal.

LiMing menghela nafas, ia paham kata-katanya tak dianggap dan kata-kata AnZiyan lah yang terpenting.

Seseorang mengetuk pintu. Tiba-tiba MaiDing merasa gugup : tidak mungkin AnZiyan sudah kembali. Aku sangat marah padanya tetapi tak dapat menahan hasratku untuk menemuinya.

MaiDing berkedip pada LiMing, kemudian LiMing membukakan pintu, seorang wanita separuh baya berdiri di depan pintu. MaiDing terbelalak melihat ibunya berdiri di sana. Ia berkata dengan nada kecewa : "Kau. Ada apa ibu kemari?"

"Beraninya kau berkata begitu. Aku hanya ingin memberimu kejutan." Ibu MaiDing tidak suka dengan sikap puteranya.

"Halo, bibi." LiMing mempersilahkan ibu MaiDing untuk masuk dengan penuh hormat.

"Apa kau teman sekamar MaiDing? Kau baik sekali sudah banyak membantu MaiDing."

"Bibi, Anda terlalu berlebihan."

MaiDing memotong percakapan basa basi mereka : "Jadi ada keperluan apa ibu datang kesini?"

"Memberimu kejutan. Ayahmu dimutasi jadi kita harua ikut pindah. Kami telah berbicara dengan kepala sekolah. Jadi kau hanya perlu mengisi formulir. Apa kau merasa senang?" Ibu MaiDing berkata dengan nada amused.

MaiDing berdiri tertegun. Dari ujung kakinya hingga ke hatinya mati rasa. Sangat ironis, banyak harapan-harapannya tak pernah terkabul, tetapi kali ini keinginannya terpenuhi. Jelas sekali kalau harapannya bukan berasal dari hatinya. Ia menunduk dan menatap kakinya : "Aku tak ingin pergi."

Sebenarnya, MaiDing masih memiliki secercah harapan. Setelah AnZiyan kembali ia berharap mereka dapat melewati semua ini.

"Apa maksudmu. Bagaimana mungkin kami meninggalkanmu disini sendiri? Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu? Kau pernah berkata kalau kau tidak suka sekolah ini dan ingin pindah ke tempat lain. Tenanglah, sekolahmu yang baru jauh lebih baik. Sekolah itu dekat dengan rumah kita dan juga kantor ayahmu."

"Kabar ini sangat mengejutkanku." Ia memberatkan seorang pria, bukan sekolahnya.

LiMing juga kaget dengan kabar tersebut : "Bibi, tidakkah ini terlalu buru-buru? Bukankah sekarang keadaan disini sudah sangat baik?"

"Aku harus melakukannya. Sebenarnya kami sudah memutuskannya sejak sebulan lalu, tetapi baru memberitahu MaiDing karena kami ingin memberinya kejutan. Tapi mengapa reaksinya seperti itu?" Ibu MaiDing memandang wajah MaiDing yang memucat.

"Aku akan keluar sebentar." MaiDing menghambur keluar asrama dan menelpon AnZiyan dengan napas tersengal-sengal. Kondisi kakeknya sudah membaik jadi AnZiyan tengah pulang kerumahnya untuk tidur. Ia baru saja tertidur saat terdengar suara panggilan telepon. Ia tak melihat caller ID di layar ponselnya, mengerutkan kening : "Ada apa?"

Nada suara dan ketidaksabarannya membuat MaiDing kembali merasa down. Ia menggigit bibirnya, "AnZiyan. Aku akan pindah sekolah."

AnZiyan membuka matanya, mendengarkan suara nafas MaiDing, tetapi tak berkata apa-apa. "AnZiyan, aku harus pergi. Apakah kau tetap tak peduli? Kalau kau memintaku untuk tetap tinggal, aku akan berusaha agar aku tetap tinggal disini. Kumohon katakanlah sesuatu."

"Apapun yang akan kau lakukan, aku sudah tak peduli." AnZiyan menutup teleponnya. Ia tak mengerti mengapa ia berkata demikian. Foto itu masih terbayang di ingatannya. Ia marah karena MaiDing telah melakukan sesuatu yang tak bisa dimaafkan. Ia tak mengerti bagaimana caranya mengontrol perasaannya, ia belum pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Mereka didera perasaan yang aneh. Ia merasakan penderitaan karena cinta. Ia tak bisa tidur karenanya.

Apa artinya cinta kita bagimu AnZiyan? Aku sudah sangat patuh dan penurut, mengapa kau masih saja begitu kejam kepadaku? Aku takut kau hanya akan membuatku menangis.

MaiDing secepatnya kembali ke asrama. Ia tersenyum pada ibunya : "Aku akan mengisi formulir untuk perpindahan sekolah."

LiMing bisa melihat kesedihan mendalam dibalik senyumnya, sangat disayangkan kalau mereka memutuskan hubungan hanya karena kesalahpahaman.

"Baiklah, aku akan membantumu berkemas."

MaiDing sibuk mengurus surat pindahnya. Segalanya semakin memburuk. LiMing berusaha menghubungi AnZiyan tetapi selalu gagal. Begitu MaiDing menyelesaikan surat-suratnya, barang-barangnya juga telah selesai dikemas. MaiDing tak memiliki banyak teman di sekolah, ia hanya mengucapkan salam perpisahan pada LiMing. LiMing tak mampu berkata apa-apa. Segalanya terjadi dengan begitu tiba-tiba.

Pagi hari mereka masih berbincang mengenai AnZiyan, tetapi sorenya mereka harus berpisah.

"Aku akan mengunjungimu saat senggang. Tempat aku pindah tidak terlalu jauh." MaiDing tersenyum dan menepuk bahu LiMing.

"Ya, jaraknya hanya 6 jam menggunakan mobil." Sahut Ibu MaiDing

"Jaga diri baik-baik."

"Aku senang bisa menjadi teman sekamarmu. Aku akan memberitahumu nomer teleponku yang baru secepatnya." MaiDing menganggukkan kepalanya.

"Tak usah mengatakan hal memuakkan seperti itu. Aku akan mengantarmu keluar." LiMing membawakan barang-barang MaiDing, dan mereka keluar dari kamar. Ibu MaiDing dan LiMing terus berjalan sedangkan MaiDing berhenti di kamar 501, perlahan menyentuh pintunya. Terasa seolah ia tak akan pernah masuk lagi ke dalam kamar itu.

"Ding, ayo cepat." Sudah terlalu terlambat. Bisa saja mereka ketinggalan mobil.

MaiDing dan LiMing saling mengucapkan selamat tinggal kemudian naik ke mobil. Saat mobilnya melintasi pintu yang menuju kamar AnZiyan, MaiDing menatapnya. MaiDing tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan AnZiyan. Ia tak mampu melalui hari-hari dan kenangannya tanpa Anziyan. Memikirkannya membuat MaiDing menangis. Tempat itu nampak semakin kecil dan semakin mengecil hingga hilang dari pandangannya. MaiDing tak mampu menahannya lagi. Ia mulai terisak dan menangis dengan keras. Orang-orang yang berada di dalam mobil otomatis langsung melihat kearahnya. Ibu MaiDing menjadi panik. Ia tak pernah tahu kalau MaiDing ternyata memiliki perasaan yang sangat mendalam pada sekolahnya, ibunya kemudian mengeluarkan sapu tangan untuk MaiDing : "MaiDing, berhentilah menangis."

"Aku tak ingin menangis, tetapi aku sangat sedih."

AnZiyan, cintaku hanya milikmu.

Will You Still Love Me Even If I'm A Man?~Indonesia VersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang